Atasi Kesenjangan, Bappenas Buka Akses Pasar ke Usaha Mikro
A
A
A
JAKARTA - Deputi Bidang Kependudukan dan Ketenagakerjaan Kementerian Bappenas Rahma Iryanti menyatakan sudah menyiapkan beberapa langkah guna mengantisipasi ketimpangan sosial yang terjadi Indonesia. Perhatian khusus diberikan kepada dua sektor yakni usaha mikro kecil dan juga para pencari kerja tanpa skill.
"Kita memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro kecil, khususnya mereka yang berpotensi untuk memperoleh akses pasar yang bagus agar mereka bisa mengembangkan usahanya sesuai dengan permintaan pasar," jelasnya di Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Sementara untuk mengatasi masyarakat usia kerja yang tidak terampil, Bappenas siap memberikan training. "Isunya sebesar 50% banyak pencari pekerja tanpa punya skill. Jadi respon kebijakannya adalah memperluas investasi padat karya dan juga training," sambungnya.
(Baca Juga: Bank Dunia: RI Alami Penurunan Kesejahteraan)
Ia juga menambahkan bakal memperhatikan potensi pekerja dengan menciptakan lapangan kerja berkualitas serta menyertakan semacam training berstandar.
"Kemudian kompetensinya harus diakui dan mendapat pengakuan dengan cara memperoleh dari lembaga training yang harus terakreditasi. Proses ini sudah ada di dokumen, tinggal langkah-langkahnya yang memang belum terlaksana dengan baik. Meski masih ada ruang untuk memperbaikinya," pungkasnya.
"Kita memberikan perhatian khusus kepada usaha mikro kecil, khususnya mereka yang berpotensi untuk memperoleh akses pasar yang bagus agar mereka bisa mengembangkan usahanya sesuai dengan permintaan pasar," jelasnya di Jakarta, Selasa (8/12/2015).
Sementara untuk mengatasi masyarakat usia kerja yang tidak terampil, Bappenas siap memberikan training. "Isunya sebesar 50% banyak pencari pekerja tanpa punya skill. Jadi respon kebijakannya adalah memperluas investasi padat karya dan juga training," sambungnya.
(Baca Juga: Bank Dunia: RI Alami Penurunan Kesejahteraan)
Ia juga menambahkan bakal memperhatikan potensi pekerja dengan menciptakan lapangan kerja berkualitas serta menyertakan semacam training berstandar.
"Kemudian kompetensinya harus diakui dan mendapat pengakuan dengan cara memperoleh dari lembaga training yang harus terakreditasi. Proses ini sudah ada di dokumen, tinggal langkah-langkahnya yang memang belum terlaksana dengan baik. Meski masih ada ruang untuk memperbaikinya," pungkasnya.
(akr)