Pungutan Ditunda, RI Mendesak Butuh Energi Terbarukan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Sudirman Said menegaskan masih perlunya Indonesia untuk mengumpulkan dana ketahanan energi, setelah pungutan yang rencana awalnya diambil dari penjualan Bahan Bakar Minyak (BBM) batal dilakukan. Menurutnya Undang-undang mengamankan untuk segera melakukan pengembangan energi baru dan terbarukan.
"Perlu kiranya kita terus mengkaji dan mempedomani dari UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, dan PP nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/1/2015).
(Baca Juga: Darmin Bersikeras Harga BBM Masuk Pungutan Ketahanan Energi)
Dia juga menambahkan bahwa kedua payung hukum tersebut mengamanatkan agar membentuk Strategic Petroleum Reserves (SPR), suatu cadangan simpanan minyak mentah dan BBM yang hanya digunakan dalam keadaan darurat, yang sampai saat ini Indonesia tidak memilikinya sama sekali.
Sementara negara lain seperti Myanmar (4 bulan), Vietnam (47 hari), Thailand (80 hari), Jepang (6 bulan), dan AS (7 bulan) sudah lebih dulu melakukannya. Diterakannya juga bahwa UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional memberi mandat agar pada tahun 2025 energi baru dan energi terbarukan (EBT) kita sudah mencapai 23 %. Tapi saat ini kondisi EBT Indonesia baru mencapai 7%.
"Hal hal di atas hanya bisa dicapai jika kita memilki sumber daya tambahan untuk memberi stimulus dan membiayai program-program rintisan, yang belum memungkinkan diserahkan kepada korporasi atau pelaku bisnis energi," pungkasnya.
"Perlu kiranya kita terus mengkaji dan mempedomani dari UU Nomor 30 Tahun 2007 tentang Energi, dan PP nomor 79 Tahun 2014 tentang Kebijakan Energi Nasional," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (5/1/2015).
(Baca Juga: Darmin Bersikeras Harga BBM Masuk Pungutan Ketahanan Energi)
Dia juga menambahkan bahwa kedua payung hukum tersebut mengamanatkan agar membentuk Strategic Petroleum Reserves (SPR), suatu cadangan simpanan minyak mentah dan BBM yang hanya digunakan dalam keadaan darurat, yang sampai saat ini Indonesia tidak memilikinya sama sekali.
Sementara negara lain seperti Myanmar (4 bulan), Vietnam (47 hari), Thailand (80 hari), Jepang (6 bulan), dan AS (7 bulan) sudah lebih dulu melakukannya. Diterakannya juga bahwa UU Energi dan Kebijakan Energi Nasional memberi mandat agar pada tahun 2025 energi baru dan energi terbarukan (EBT) kita sudah mencapai 23 %. Tapi saat ini kondisi EBT Indonesia baru mencapai 7%.
"Hal hal di atas hanya bisa dicapai jika kita memilki sumber daya tambahan untuk memberi stimulus dan membiayai program-program rintisan, yang belum memungkinkan diserahkan kepada korporasi atau pelaku bisnis energi," pungkasnya.
(akr)