KSPI Apresiasi Perusahaan Migas PHK Karyawan Asing
A
A
A
JAKARTA - Konfederasi Serikat Pekerja Indonesia (KSPI) menilai, perusahaan sektor migas yang memilih lakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) terhadap karyawan asing bagus. Sebab, terpangkasnya pengeluaran berupa gaji besar kepada para ekspatriat bisa menekan biaya operasional.
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, perusahaan migas yang mengurangi jumlah tenaga kerja asingnya demi efisiensi merupakan langkah tepat. Di samping itu, mengurangi jam kerja karyawan juga merupakan hal wajar mengingat harga minyak sedang jatuh. (Baca: Ribuan PHK di Balik Anjloknya Harga Minyak)
"(PHK karyawan asing) Itu juga bagus secara bersamaan mengurangi jumlah ekspatriat. Itu langkah bagus dengan dipangkas, apa produksi minyak akan meningkat? Hanya pengeluaran di gaji ekspatriat yang berkurang," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Namun, kata dia, bukan berarti para karyawan asal Indonesia tidak dibayangi PHK. Justru jumlah mereka jauh lebih besar daripada ekspatriat dan mengambil peran lebih banyak karena bertindak langsung secara operasional.
"Ekspatriat dipecat katakan gajinya besar, tapi risiko pekerja lokal kena PHK tetap terjadi karena proses produksi yang diturunkan akibat harga minyak anjlok. Kalau yang itu PHK di tingkat operatornya bukan manajerial seperti posisi para ekspatriat," tutur dia.
Turunnya harga minyak membuat perusahaan migas berhenti melakukan produksi secara besar-besaran. Sehingga, lebih memilih menekan ongkos operasional. (Baca:Serikat Pekerja Nilai Pemerintah Tutupi Data PHK)
"Antara ongkos produksi lebih besar dari harga minyak saat ini, maka perusahaan enggak mau produksi besar-besaran, harga minyak anjlok. Harga minyak dunia murah, kalau produksi banyak enggak laku, rugi perusahaan," pungkasnya.
Baca Juga:
Dua Perusahaan Elektronik Jepang di RI PHK 2.500 Karyawan
Menko Darmin Tak Tahu Kabar PHK Dua Perusahaan Asal Jepang di RI
300 Ribu Buruh Migas di Indonesia Terancam PHK
Presiden KSPI Said Iqbal mengatakan, perusahaan migas yang mengurangi jumlah tenaga kerja asingnya demi efisiensi merupakan langkah tepat. Di samping itu, mengurangi jam kerja karyawan juga merupakan hal wajar mengingat harga minyak sedang jatuh. (Baca: Ribuan PHK di Balik Anjloknya Harga Minyak)
"(PHK karyawan asing) Itu juga bagus secara bersamaan mengurangi jumlah ekspatriat. Itu langkah bagus dengan dipangkas, apa produksi minyak akan meningkat? Hanya pengeluaran di gaji ekspatriat yang berkurang," ujarnya saat dihubungi Sindonews di Jakarta, Senin (8/2/2016).
Namun, kata dia, bukan berarti para karyawan asal Indonesia tidak dibayangi PHK. Justru jumlah mereka jauh lebih besar daripada ekspatriat dan mengambil peran lebih banyak karena bertindak langsung secara operasional.
"Ekspatriat dipecat katakan gajinya besar, tapi risiko pekerja lokal kena PHK tetap terjadi karena proses produksi yang diturunkan akibat harga minyak anjlok. Kalau yang itu PHK di tingkat operatornya bukan manajerial seperti posisi para ekspatriat," tutur dia.
Turunnya harga minyak membuat perusahaan migas berhenti melakukan produksi secara besar-besaran. Sehingga, lebih memilih menekan ongkos operasional. (Baca:Serikat Pekerja Nilai Pemerintah Tutupi Data PHK)
"Antara ongkos produksi lebih besar dari harga minyak saat ini, maka perusahaan enggak mau produksi besar-besaran, harga minyak anjlok. Harga minyak dunia murah, kalau produksi banyak enggak laku, rugi perusahaan," pungkasnya.
Baca Juga:
Dua Perusahaan Elektronik Jepang di RI PHK 2.500 Karyawan
Menko Darmin Tak Tahu Kabar PHK Dua Perusahaan Asal Jepang di RI
300 Ribu Buruh Migas di Indonesia Terancam PHK
(izz)