Komoditas Anjlok, Pemerintah Melunak Soal Kewajiban Bangun Smelter
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah dalam hal ini Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) terlihat semakin melunak terkait kewajiban membangun pabrik pengolahan dan pemurnian (smelter) kepada para perusahaan tambang. Menteri ESDM, Sudirman Said menerangkan bahwa perusahaan tambang bakal kewalahan bangun smelter saat harga komoditas khususnya mineral di pasar global anjlok.
Kewajiban pembangunan smelter sejatinya merupakan buntut panjang dari ketentuan Pasal 170 Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Minerba, yang mengatur bahwa setelah lima tahun diundangkan, seluruh pemegang kontrak karya (KK) wajib melakukan pemurnian di dalam negeri atas tambangnya. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 yang menekankan bahwa smelter harus selesai setelah tiga tahun PP dikeluarkan.
"Smelter diputuskan di 2014 bahwa harus selesai tiga tahun setelah PP. Nah kebetulan saja ketika UU dimunculkan, keadaan harga mineral jatuh," katanya di Gedung Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (16/2/2016).
Menurutnya, banyak sekali perusahaan pertambangan mengalami kesulitan keuangan. Mantan Bos Pindad ini pun ragu apakah waktu tiga tahun akan dapat terealisasi, mengingat kemampuan keuangan pengusaha tambang berat. "Karena itu, apakah 2017 realistis pembangunan smelter akan selesai sesuai yang diamanatkan PP, itu juga menjadi pertanyaan," imbuh dia.
Karena itu, pihaknya akan mengkaji ulang ketentuan pembangunan smelter harus selesai pada 2017. "Karena prinsip UU, aturan apapun pasal yang tidak bisa dijalankan akhirnya tidak ada value dan wibawanya kepada masyarakat, jadi aspek-aspek ini akan ditinjau. Karena itu dikaitkan dengan situasi pasar saat ini," tegas Sudirman.
(Baca Juga: Pemerintah Izinkan Freeport Tunda Bayar Jaminan Smelter)
Sementara itu, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot menyebutkan, dari 100 daftar perusahaan tambang yang melakukan pembangunan smelter hanya sekitar 6 hingga 7 perusahaan yang akan selesai pada tahun ini atau tahun depan.
"Itu kebanyakan nikel (smelter yang selesai). Kenyataan di lapangan banyak alami kendala. 25% dari 100 daftar yang kita punya itu, kurang lebih 25% nya atau sekitar 6 sampai 7 perusahaan yang (smelternya) 2016 dan 2017 akan selesai," tandasnya.
Kewajiban pembangunan smelter sejatinya merupakan buntut panjang dari ketentuan Pasal 170 Undang-undang (UU) Nomor 4 tahun 2009 Pertambangan Minerba, yang mengatur bahwa setelah lima tahun diundangkan, seluruh pemegang kontrak karya (KK) wajib melakukan pemurnian di dalam negeri atas tambangnya. Ketentuan tersebut dipertegas dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 1 tahun 2014 yang menekankan bahwa smelter harus selesai setelah tiga tahun PP dikeluarkan.
"Smelter diputuskan di 2014 bahwa harus selesai tiga tahun setelah PP. Nah kebetulan saja ketika UU dimunculkan, keadaan harga mineral jatuh," katanya di Gedung Ditjen Minerba Kementerian ESDM, Jakarta, Rabu (16/2/2016).
Menurutnya, banyak sekali perusahaan pertambangan mengalami kesulitan keuangan. Mantan Bos Pindad ini pun ragu apakah waktu tiga tahun akan dapat terealisasi, mengingat kemampuan keuangan pengusaha tambang berat. "Karena itu, apakah 2017 realistis pembangunan smelter akan selesai sesuai yang diamanatkan PP, itu juga menjadi pertanyaan," imbuh dia.
Karena itu, pihaknya akan mengkaji ulang ketentuan pembangunan smelter harus selesai pada 2017. "Karena prinsip UU, aturan apapun pasal yang tidak bisa dijalankan akhirnya tidak ada value dan wibawanya kepada masyarakat, jadi aspek-aspek ini akan ditinjau. Karena itu dikaitkan dengan situasi pasar saat ini," tegas Sudirman.
(Baca Juga: Pemerintah Izinkan Freeport Tunda Bayar Jaminan Smelter)
Sementara itu, Direktur Jenderal Minerba Kementerian ESDM Bambang Gatot menyebutkan, dari 100 daftar perusahaan tambang yang melakukan pembangunan smelter hanya sekitar 6 hingga 7 perusahaan yang akan selesai pada tahun ini atau tahun depan.
"Itu kebanyakan nikel (smelter yang selesai). Kenyataan di lapangan banyak alami kendala. 25% dari 100 daftar yang kita punya itu, kurang lebih 25% nya atau sekitar 6 sampai 7 perusahaan yang (smelternya) 2016 dan 2017 akan selesai," tandasnya.
(akr)