Atasi Gelombang PHK, Pemerintah Disarankan Lakukan Ini
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah disarankan untuk segera memberikan insentif bagi industri padat karya berupa keringanan pajak penghasilan dan tax allowance ketika gelombang ribuan Pemutusan Hubungan Kerja (PHK) terjadi di Indonesia pada awal tahun ini. Pengamat Ekonomi dari Indosterling Capital William Henley menganggap kondisi yang terjadi sekarang sudah tergolong panggilan darurat yang harus segera dituntaskan dan dicarikan jalan keluarnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, kebijakan lain yang perlu segera direalisasikan, yakni dengan memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai yang bekerja pada industri padat karya. Kebijakan ini, menurutnya berupa rencana pemotongan tarif pajak penghasilan (PPh) hingga 50%.
"Setidaknya ada lima industri padat karya yang perlu diberikan insentif tersebut, yaitu mebel, garmen, tekstil, mainan, dan alas kaki. Karyawan yang berhak menikmati keringanan PPh adalah mereka yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 5 juta per bulan," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (16/2/2016).
(Baca Juga: Diguncang PHK, Menko Darmin Ingin Ulangi Kejayaan Sektor Industri)
Untuk keringanan pajak ini, dijelaskan dapat berlaku bagi industri padat karya yang memiliki jumlah karyawan minimal 5.000 orang. Selain itu, perusahaan tersebut harus berorientasi ekspor, dimana 50% dari total produksi ditujukan untuk ekspor.
Dijelaskan juga penerapan kebijakan ini diharapkan bisa memberikan dampak ganda, di satu sisi pengusaha bisa lebih menghemat dalam membayar pajak, di sisi lain para buruh terhindar dari pemecatan dan tetap memiliki daya beli. "Inilah yang harusnya segera dilakukan oleh pemerintah,'' lanjutnya.
Selain itu, dia menilai pemerintah belum sigap mengatasi gelombang PHK yang menurutnya bisa berdampak buruk terhadap upaya perbaikan ekonomi nasional dan sekaligus menurunkan popularitas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Lanjut dia, munculnya ribuan PHK ini telah membuat optimistis pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat pada tahun ini menjadi terkendala. Apalagi menurutnya, penurunan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) pada awal tahun ini sepertinya tidak akan berdampak signifikan ketika laju PHK tidak bisa diantisipasi dengan baik oleh pemerintah.
Dia menambahkan besarnya jumlah PHK menjadi persoalan yang tidak bisa dianggap biasa. "Meski pemberitaan seputar PHK mampu diredam oleh lahirnya sejumlah kasus besar di negeri ini namun sesungguhnya persoalan ini harus tetap menjadi perhatian serius dari pemerintah,'' tandasnya.
Lebih lanjut dia mengungkapkan, kebijakan lain yang perlu segera direalisasikan, yakni dengan memberikan keringanan Pajak Penghasilan (PPh) 21 yang dibayarkan oleh perusahaan kepada pegawai yang bekerja pada industri padat karya. Kebijakan ini, menurutnya berupa rencana pemotongan tarif pajak penghasilan (PPh) hingga 50%.
"Setidaknya ada lima industri padat karya yang perlu diberikan insentif tersebut, yaitu mebel, garmen, tekstil, mainan, dan alas kaki. Karyawan yang berhak menikmati keringanan PPh adalah mereka yang memiliki penghasilan kurang dari Rp 5 juta per bulan," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Selasa (16/2/2016).
(Baca Juga: Diguncang PHK, Menko Darmin Ingin Ulangi Kejayaan Sektor Industri)
Untuk keringanan pajak ini, dijelaskan dapat berlaku bagi industri padat karya yang memiliki jumlah karyawan minimal 5.000 orang. Selain itu, perusahaan tersebut harus berorientasi ekspor, dimana 50% dari total produksi ditujukan untuk ekspor.
Dijelaskan juga penerapan kebijakan ini diharapkan bisa memberikan dampak ganda, di satu sisi pengusaha bisa lebih menghemat dalam membayar pajak, di sisi lain para buruh terhindar dari pemecatan dan tetap memiliki daya beli. "Inilah yang harusnya segera dilakukan oleh pemerintah,'' lanjutnya.
Selain itu, dia menilai pemerintah belum sigap mengatasi gelombang PHK yang menurutnya bisa berdampak buruk terhadap upaya perbaikan ekonomi nasional dan sekaligus menurunkan popularitas pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla.
Lanjut dia, munculnya ribuan PHK ini telah membuat optimistis pemerintah untuk meningkatkan daya beli masyarakat pada tahun ini menjadi terkendala. Apalagi menurutnya, penurunan harga BBM (Bahan Bakar Minyak) pada awal tahun ini sepertinya tidak akan berdampak signifikan ketika laju PHK tidak bisa diantisipasi dengan baik oleh pemerintah.
Dia menambahkan besarnya jumlah PHK menjadi persoalan yang tidak bisa dianggap biasa. "Meski pemberitaan seputar PHK mampu diredam oleh lahirnya sejumlah kasus besar di negeri ini namun sesungguhnya persoalan ini harus tetap menjadi perhatian serius dari pemerintah,'' tandasnya.
(akr)