Pengusaha Rumput Laut Beberkan Dampak Pembatasan Ekspor
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha rumput laut yang tergabung dalam Asosiasi Rumput Laut Indonesia (ARLI) menerangkan pembatasan ekspor yang menjadi rencana pemerintah dinilai akan berakibat besar untuk Indonesia. Salah satunya yakni para pembeli rumput laut hasil produksi Indonesia bisa beralih ke negara lain.
Seperti diketahui pemerintah saat ini punya rencana untuk mengenakan bea keluar hingga larangan ekspor bertahap bagi komoditas rumput laut dalam rangka memperkuat program hilirisasi. Kebijakan ini bertujuan agar pengusaha berinovasi mengolah rumput laut sehingga tidak menjual dalam bentuk mentah, tapi langkah ini mendapatkan penolakan karena dinilai akan menimbulkan imbas besar.
Padahal, Indonesia masih mampu meningkatkan volume ekspornya dari 200.706 ton di tahun 2014 menjadi 206.305 ton di tahun 2015, dan diperkirakan akan meningkat pada tahun ini.
"Pembeli bisa beralih ke negara lain untuk mendapatkan rumput laut. Ini sudah terbukti berhasil, mereka tanam rumput laut di Brazil, India, Vietnam," ujar Ketua Umum ARLI, Safari Azis di Menara Kadin, Rabu, (17/2/2016).
(Baca Juga: Pengusaha Dukung Hilirisasi Rumput Laut Asal Sejalan Ekspor)
Lanjut dia, dengan pembatasan ekspor dikhawatirkan para pembudidaya rumput laut lokal mendapatkan tawaran dari negara tetangga seperti yang dialaminya. "Saya saja diminta ke Papua Nugini untuk mengembangkan rumput laut. Jadi yang di Indonesia mau kita tinggalin kalau begini caranya," sambungnya.
Pemerintah sendiri memang meminta ARLI untuk membatasai kran ekspor rumput laut eralasan ingin mengembangkan industri hilir di Indonesia. Namun menurutnya langkah tersebut akan sia-sia saja. "Percuma. Karena pasar kita di Indonesia itu tidak ada. Pasar terbesar rumput laut itu di luar negeri karena mereka doyan rumput laut kita," pungkasnya.
Seperti diketahui pemerintah saat ini punya rencana untuk mengenakan bea keluar hingga larangan ekspor bertahap bagi komoditas rumput laut dalam rangka memperkuat program hilirisasi. Kebijakan ini bertujuan agar pengusaha berinovasi mengolah rumput laut sehingga tidak menjual dalam bentuk mentah, tapi langkah ini mendapatkan penolakan karena dinilai akan menimbulkan imbas besar.
Padahal, Indonesia masih mampu meningkatkan volume ekspornya dari 200.706 ton di tahun 2014 menjadi 206.305 ton di tahun 2015, dan diperkirakan akan meningkat pada tahun ini.
"Pembeli bisa beralih ke negara lain untuk mendapatkan rumput laut. Ini sudah terbukti berhasil, mereka tanam rumput laut di Brazil, India, Vietnam," ujar Ketua Umum ARLI, Safari Azis di Menara Kadin, Rabu, (17/2/2016).
(Baca Juga: Pengusaha Dukung Hilirisasi Rumput Laut Asal Sejalan Ekspor)
Lanjut dia, dengan pembatasan ekspor dikhawatirkan para pembudidaya rumput laut lokal mendapatkan tawaran dari negara tetangga seperti yang dialaminya. "Saya saja diminta ke Papua Nugini untuk mengembangkan rumput laut. Jadi yang di Indonesia mau kita tinggalin kalau begini caranya," sambungnya.
Pemerintah sendiri memang meminta ARLI untuk membatasai kran ekspor rumput laut eralasan ingin mengembangkan industri hilir di Indonesia. Namun menurutnya langkah tersebut akan sia-sia saja. "Percuma. Karena pasar kita di Indonesia itu tidak ada. Pasar terbesar rumput laut itu di luar negeri karena mereka doyan rumput laut kita," pungkasnya.
(akr)