Petani Udang Faname Raup Omzet Rp1 Miliar Per Tahun
A
A
A
KAJEN - Para petani di Desa Depok, Kecamatan Siwalan, Kabupaten Pekalongan, Jawa Tengah, memanfaatkan lahan pertanian mereka yang rusak untuk tambak udang faname. Berkat ketekunannya lahan yang tidak produktif berhasil ubah hingga menghasilkan omzet Rp1 miliar.
Salah satu petani udang setempat, Karyoso, 50, menuturkan, awalnya lahan tersebut merupakan areal pertanian. Namun rusak akibat terkena air rob. "Sehingga banyak yang beralih ke tambak. Kami ganti udang, sebab lebih menguntungkan," ujarnya, Jumat (19/2/2016).
Pada awalnya, dia menebar benih sekitar 150 ribu udang faname pada lahan seluas sekitar 6.000 meter persegi. Setelah tiga bulan, udang tersebut bisa dipanen.
"Modal dan biaya operasional dengan bibit hampir Rp100 juta, dan hasil panennya sekitar 2 ton, dengan omzet hampir Rp200juta," terangnya.
Pada masa tanam keempat, dia mencoba menyebar hingga 180ribu udang faname. Hasil panennya setelah tiga bulan pemeliharaan mencapai sekitar 3 ton.
"3 ton kalau dirupiahkan sekitar Rp270juta. Sehingga kalau setahun bisa panen hingga 4 kali dengan omzet hampir Rp1 miliar," bebernya.
Dia menjelaskan, harga udang faname saat bagus bisa mencapai Rp102 ribu per kilogram untuk size 40. Sedangkan saat jelek berkisar Rp98 ribu per kg untuk size 40.
"Sedangkan untuk size 50 harganya sekarang Rp85r ibu per kg. Ini harga sedang turun. Size ini maksudnya, misal size 40 berarti setiap kilogram ada sekitar 40 ekor. Sehingga ukurannya lebih besar dibanding size 50," jelasnya.
Saat ini, petambak masih terkendala dengan penerangan di lokasi sekitar. mereka terpaksa menggunakan disel untuk penerangan.
"Kadang kami kerepotan saat solar sulit. Sebab genset kan membutuhkan solar. Sehari semalam saya butuh 25 liter untuk genset," ungkapnya.
Selain itu, saat ini harga pakan juga sedang mengalami kenaikan. Harga pakan saat ini mencapai Rp370 ribu untuk ukuran 25 kilogram, dari sebelumnya Rp365 ribu.
"Hujan juga sangat berpengaruh dengan kondisi air tambak udang kami. Sebab PH air bisa berubah sewaktu-waktu dan air juga kadang menjadi keruh, itu sangat berpengaruh dengan pertumbuhan benih udang," paparnya.
Dia berharap ada perhatian dari pemerintah setempat sehingga para petani bisa lebih berkembang. "Pemkab kurang perhatian, Bupatinya Pak Antono kurang perhatian kepada kami. Tidak seperti Pak Basyir (mantan Walikota Pekalongan) itu, sangat antusias kepada petani tambak," harapnya.
Sementara itu, Kabid Perikanan Budidaya, Dinas Kelautan Peternakan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Pekalon, Tauhid Margono, mengatakan, budidaya udang faname tersebut merupakan binaan pemkab setempat. Udang faname tersebut merupakan salah satu solusi pengalihan dari sawah yang rusak terkena rob.
"Mereka terdiri dari sejumlah kelompok tani, ada yang bandeng, dan udang faname merupakan komoditas lain. Sebab udang windu tahun 2000an kolebs. Kami juga usahakan meminta bantuan peralatan dari kementrian untuk udang faname ini," ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, panen tersebut sudah yang keempat kalinya. Pengembangan udang faname tersebut tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Pekalongan.
"Untuk yang udang faname ini ada di Desa Depok dan Desa Blacanan, Kecamatan Siwalan, Desa Wonokerto, Desa Api-api dan Desa Tratebang, Kecamatan Siwalan," katanya.
Sementara itu, terkait keluhan petani udang tersebut, pihaknya mengaku masih berkoordinasi dengan PLN setempat. Namun, menurutnya PLN masih kekurangan daya untuk memenuhi kebutuhan listrik para petani udang tersebut.
"Kalau dihitung, kebutuhan listrik petani sangat besar, yakni sekitar 4500 watt, padahal ada 15 petani yang budidaya di sekitar sini. Sementara masyarakat lain juga ada yang belum teraliri listrik juga," tandasnya.
Salah satu petani udang setempat, Karyoso, 50, menuturkan, awalnya lahan tersebut merupakan areal pertanian. Namun rusak akibat terkena air rob. "Sehingga banyak yang beralih ke tambak. Kami ganti udang, sebab lebih menguntungkan," ujarnya, Jumat (19/2/2016).
Pada awalnya, dia menebar benih sekitar 150 ribu udang faname pada lahan seluas sekitar 6.000 meter persegi. Setelah tiga bulan, udang tersebut bisa dipanen.
"Modal dan biaya operasional dengan bibit hampir Rp100 juta, dan hasil panennya sekitar 2 ton, dengan omzet hampir Rp200juta," terangnya.
Pada masa tanam keempat, dia mencoba menyebar hingga 180ribu udang faname. Hasil panennya setelah tiga bulan pemeliharaan mencapai sekitar 3 ton.
"3 ton kalau dirupiahkan sekitar Rp270juta. Sehingga kalau setahun bisa panen hingga 4 kali dengan omzet hampir Rp1 miliar," bebernya.
Dia menjelaskan, harga udang faname saat bagus bisa mencapai Rp102 ribu per kilogram untuk size 40. Sedangkan saat jelek berkisar Rp98 ribu per kg untuk size 40.
"Sedangkan untuk size 50 harganya sekarang Rp85r ibu per kg. Ini harga sedang turun. Size ini maksudnya, misal size 40 berarti setiap kilogram ada sekitar 40 ekor. Sehingga ukurannya lebih besar dibanding size 50," jelasnya.
Saat ini, petambak masih terkendala dengan penerangan di lokasi sekitar. mereka terpaksa menggunakan disel untuk penerangan.
"Kadang kami kerepotan saat solar sulit. Sebab genset kan membutuhkan solar. Sehari semalam saya butuh 25 liter untuk genset," ungkapnya.
Selain itu, saat ini harga pakan juga sedang mengalami kenaikan. Harga pakan saat ini mencapai Rp370 ribu untuk ukuran 25 kilogram, dari sebelumnya Rp365 ribu.
"Hujan juga sangat berpengaruh dengan kondisi air tambak udang kami. Sebab PH air bisa berubah sewaktu-waktu dan air juga kadang menjadi keruh, itu sangat berpengaruh dengan pertumbuhan benih udang," paparnya.
Dia berharap ada perhatian dari pemerintah setempat sehingga para petani bisa lebih berkembang. "Pemkab kurang perhatian, Bupatinya Pak Antono kurang perhatian kepada kami. Tidak seperti Pak Basyir (mantan Walikota Pekalongan) itu, sangat antusias kepada petani tambak," harapnya.
Sementara itu, Kabid Perikanan Budidaya, Dinas Kelautan Peternakan dan Perikanan (DKPP) Kabupaten Pekalon, Tauhid Margono, mengatakan, budidaya udang faname tersebut merupakan binaan pemkab setempat. Udang faname tersebut merupakan salah satu solusi pengalihan dari sawah yang rusak terkena rob.
"Mereka terdiri dari sejumlah kelompok tani, ada yang bandeng, dan udang faname merupakan komoditas lain. Sebab udang windu tahun 2000an kolebs. Kami juga usahakan meminta bantuan peralatan dari kementrian untuk udang faname ini," ujarnya.
Saat ini, lanjut dia, panen tersebut sudah yang keempat kalinya. Pengembangan udang faname tersebut tersebar di sejumlah wilayah di Kabupaten Pekalongan.
"Untuk yang udang faname ini ada di Desa Depok dan Desa Blacanan, Kecamatan Siwalan, Desa Wonokerto, Desa Api-api dan Desa Tratebang, Kecamatan Siwalan," katanya.
Sementara itu, terkait keluhan petani udang tersebut, pihaknya mengaku masih berkoordinasi dengan PLN setempat. Namun, menurutnya PLN masih kekurangan daya untuk memenuhi kebutuhan listrik para petani udang tersebut.
"Kalau dihitung, kebutuhan listrik petani sangat besar, yakni sekitar 4500 watt, padahal ada 15 petani yang budidaya di sekitar sini. Sementara masyarakat lain juga ada yang belum teraliri listrik juga," tandasnya.
(dmd)