Peneliti Sebut Sektor Tembakau Harus Dilindungi

Sabtu, 27 Februari 2016 - 20:35 WIB
Peneliti Sebut Sektor Tembakau Harus Dilindungi
Peneliti Sebut Sektor Tembakau Harus Dilindungi
A A A
JAKARTA - Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) dan Pemerintah telah menyepakati Rancangan Undang-Undang Program Legislasi Nasional (RUU Prolegnas) tahun 2016. Dari 40 RUU yang masuk, salah satunya RUU Pertembakauan.

Menurut peneliti Mazhab Djaeng Indonesia (MDI), Riyanda Barmawi, sektor tembakau merupakan salah satu sektor yang berkontribusi besar terhadap negara. Mulai dari penerimaan negara APBN tiap tahun lewat cukai hasil tembakau, penerimaan pajak, serapan tenaga kerja, dan sektor lainnya.

"Langkah DPR dan Pemerintah memasukkan RUU Pertembakaun dalam Prolegnas 2016 sudah tepat. Dan, diharapkan RUU tersebut mampu melindungi keberadaan petani tembakau dan industri hasil tembakau (IHT)," kata Riyanda di Jakarta, Sabtu (27/02).

Adanya penolakan RUU Pertembakauan masuk Prolegnas oleh kelompok anti tembakau, Riyanda meminta agar jangan terlalu berburuk sangka dengan RUU itu. Pasalnya, niat DPR dan Pemerintah untuk melindungi petani tembakau harus dilihat secara utuh.

Riyanda mengemukakan, alasan yang kerap dilontarkan kelompok anti tembakau adalah alasan kesehatan an sich. Pada satu sisi, kata Riyanda, pertimbangan kesehatan yang seringkali dilontarkan oleh mereka yang anti terhadap rokok, tidak dapat disangkal.

Pada sisi lain, pertimbangan dari mereka yang memperjuangkan eksistensi rokok di Indonesia, juga tidak kalah rasionalnya.

Menurut Riyanda, selama ini rokok selalu dijadikan alasan menurunnya kualitas kesehatan masyarakat Indonesia. Pertanyaannya, lantas bagaimana dengan jenis makanan yang biasa dikomsumsi sehari-hari? Apakah obat-obatan yang kita konsumsi bebas dari bahan kimia? Apakah ada jaminan semua itu terbebas dari penyebab timbulnya suatu penyakit?

‎"Keberadaan rokok di Indonesia tak ubahnya buah simalakama. Dimakan mati ayah, tidak dimakan mati ibu. Rokok juga demikian, berbahaya bagi kesehatan, tapi bila sektor IHT gulung tikar akibat regulasi pemerintah yang mematikan IHT, maka, akan banyak manusia yang kehilangan pekerjaannya sehingga menambah angka pengangguran," terang dia.

Dikatakan Riyanda, selama ini IHT berkontribusi besar pada penerimaan negara. Prosentase hasil pajak yang diterima negara dari IHT sebesar 52,7% atau kisaran Rp 131 Triliun. Jauh di atas yang diterima negara dari industri lain dan BUMN yang hanya senilai 8,5% meski dari sisi nilai industri mencapai Rp1,890 triliun," beber dia.

Selain berkontribusi besar pada penerimaan negara, IHT juga berkontribusi besar pada penyerapan tenaga kerja. Mengutip data Kementerian Perindustrian, bahwa sampai pada akhir tahun 2015, IHT telah melibatkan tenaga kerja sebanyak 6,1 juta orang.

Jika melihat berbagai regulasi Pemerintah, petani tembakau dan IHT cenderung diperlakukan diskriminatif. Banyak regulasi yang tidak memihak mereka.

"Mulai UU sampai Peraturan Daerah, isinya banyak rugikan mereka. Pemerintah tidak boleh melihat petani tembakau dan IHT dari perspektif tertentu saja," ucap Riyanda.

Pada titik inilah, keberadaan RUU Pertembakauan yang saat ini masih proses pembahasan oleh DPR, mesti dikawal sehingga cita-cita mewujudkan perlindungan petani tembakau dan IHT terwujud.

"Tentunya, harapan petani tembakau ada di tangan DPR untuk membuat regulasi yang melindungi petani tembakau," pungkas dia.
(dol)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.3504 seconds (0.1#10.140)