Menkeu Tantang Ken Dwijugeasteadi Tingkatkan Pajak Pribadi
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan (Menkeu) menantang Direktur Jenderal (Dirjen) Pajak Ken Dwijugeasteadi yang baru dilantik hari ini untuk memperbaiki dan meningkatkan penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi (WPOP). Wajib pajak pribadi diharapkan menjadi simbol terobosan penerimaan dari Ditjen Pajak Kemenkeu tahun ini.
Bambang mengatakan, dituntutnya Dirjen Pajak untuk memperbaiki penerimaan dari WPOP lantaran saat ini masih minim. Sementara, penerimaan dari wajib pajak badan sudah menunjukkan angka signifikan.
"Kalau wajib pajak badan, meskipun belum optimal 100%, tapi paling tidak angkanya sudah signifikan, demikian juga PPN. PPN pun masih ada ruang untuk diperbaiki, tetapi WPOP ini yang masih jauh ketinggalan," katanya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Menurut dia, kecilnya penerimaan wajib pajak orang pribadi menunjukkan sistem pajak di Indonesia belum modern. Sebab, di negara maju yang diandalkan untuk penerimaan justru wajib pajak pribadi, bukan dari badan.
Apalagi, potensi penerimaan dari wajib pajak badan bersifat fluktuatif. Sebab, perusahaan tidak melulu mendapatkan profit seumur hidup. Sehingga siklus penerimaannya naik turun.
"Siklus booming, crisis, bullish, dan sebagainya. Sehingga pajaknya pun bisa naik turun. Kalau kita hanya bergantung pada badan. Nah kalau orang, maka ini akan lebih stabil. Pendapatan orang mungkin fluktuatif, tapi fluktuasinya lebih kecil daripada fluktuasi yang dihasilkan pajak yang bergantung pada badan," jelasnya.
Untuk itu, mantan Wakil Menteri Keuangan ini meminta agar Ken juga dapat mengarahkan baik eselon II maupun eselon III untuk meneliti penerimaan wajib pajak orang pribadi. Sebab, jika terus bergantung pada wajib pajak badan maka akan sulit menaikkan tax ratio Indonesia. (Baca: Jabat Dirjen Pajak, Ken Dituntut Perbaiki Tax Ratio Indonesia).
Saat ini, penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi baru sekitar Rp9 triliun. Hal ini seperti mencerminkan bahwa individu Indonesia masih belum mapan.
"Padahal kita tua banyak sekali, relatif individu Indonesia yang masuk golongan super kaya, kaya, dan etengah kaya. Ini yang harus diperbaiki tingkat kepatuhannya, dan ujungnya pada penerimaan," tandas Bambang.
Bca Juga:
Resmi Jabat Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi Diminta Tancap Gas
Menkeu Sebut Pajak Risiko Fiskal Terbesar Ekonomi RI
Bambang mengatakan, dituntutnya Dirjen Pajak untuk memperbaiki penerimaan dari WPOP lantaran saat ini masih minim. Sementara, penerimaan dari wajib pajak badan sudah menunjukkan angka signifikan.
"Kalau wajib pajak badan, meskipun belum optimal 100%, tapi paling tidak angkanya sudah signifikan, demikian juga PPN. PPN pun masih ada ruang untuk diperbaiki, tetapi WPOP ini yang masih jauh ketinggalan," katanya di Kantor Kemenkeu, Jakarta, Selasa (1/3/2016).
Menurut dia, kecilnya penerimaan wajib pajak orang pribadi menunjukkan sistem pajak di Indonesia belum modern. Sebab, di negara maju yang diandalkan untuk penerimaan justru wajib pajak pribadi, bukan dari badan.
Apalagi, potensi penerimaan dari wajib pajak badan bersifat fluktuatif. Sebab, perusahaan tidak melulu mendapatkan profit seumur hidup. Sehingga siklus penerimaannya naik turun.
"Siklus booming, crisis, bullish, dan sebagainya. Sehingga pajaknya pun bisa naik turun. Kalau kita hanya bergantung pada badan. Nah kalau orang, maka ini akan lebih stabil. Pendapatan orang mungkin fluktuatif, tapi fluktuasinya lebih kecil daripada fluktuasi yang dihasilkan pajak yang bergantung pada badan," jelasnya.
Untuk itu, mantan Wakil Menteri Keuangan ini meminta agar Ken juga dapat mengarahkan baik eselon II maupun eselon III untuk meneliti penerimaan wajib pajak orang pribadi. Sebab, jika terus bergantung pada wajib pajak badan maka akan sulit menaikkan tax ratio Indonesia. (Baca: Jabat Dirjen Pajak, Ken Dituntut Perbaiki Tax Ratio Indonesia).
Saat ini, penerimaan pajak dari wajib pajak orang pribadi baru sekitar Rp9 triliun. Hal ini seperti mencerminkan bahwa individu Indonesia masih belum mapan.
"Padahal kita tua banyak sekali, relatif individu Indonesia yang masuk golongan super kaya, kaya, dan etengah kaya. Ini yang harus diperbaiki tingkat kepatuhannya, dan ujungnya pada penerimaan," tandas Bambang.
Bca Juga:
Resmi Jabat Dirjen Pajak, Ken Dwijugiasteadi Diminta Tancap Gas
Menkeu Sebut Pajak Risiko Fiskal Terbesar Ekonomi RI
(izz)