Cadangan Devisa Akhir Februari 2016 Meningkat Menjadi USD104,5 M

Senin, 07 Maret 2016 - 21:12 WIB
Cadangan Devisa Akhir Februari 2016 Meningkat Menjadi USD104,5 M
Cadangan Devisa Akhir Februari 2016 Meningkat Menjadi USD104,5 M
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mencatatkan posisi cadangan devisa Indonesia sampai akhir Februari 2016 sebesar USD104,5 miliar atau lebih tinggi dibandingkan dengan posisi akhir Januari 2016 sebesar USD102,1 miliar. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara menerangkan peningkatan tersebut dipengaruhi penerimaan cadangan devisa.

"Peningkatan ini didukung antara lain berasal dari penerimaan devisa migas dan penarikan pinjaman pemerintah serta hasil lelang Surat Berharga Bank Indonesia (SBBI) valas, yang jauh melampaui kebutuhan devisa untuk pembayaran utang luar negeri pemerintah," jelasnya dalam keterangan tertulis di Jakarta, Senin (7/3/2016).

(Baca Juga: BI Catat Cadangan Devisa RI di Awal Tahun 2016 Menurun)

Dia menambahkan cadangan devisa per akhir Februari 2016 tersebut berarti kemampuan negara yang cukup untuk membiayai 7,6 bulan impor atau 7,3 bulan impor dan pembayaran utang luar negeri pemerintah. Hal ini serta berada di atas standar kecukupan internasional sekitar 3 bulan impor.

“Bank Indonesia menilai cadangan devisa tersebut mampu mendukung ketahanan sektor eksternal dan menjaga kesinambungan pertumbuhan ekonomi Indonesia ke depan,” ujarnya.

Sementara Pengamat ekonomi Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listianto mengatakan kondisi cadev sangat dipengaruhi faktor eksternal. Posisi cadev tersebut wajar karena di bulan Februari terjadi penguatan nilai tukar karena dorongan eksternal yang membuat aliran hot money masuk ke pasar uang tanah air.

“Kebijakan suku bunga negatif di Eropa dan Jepang membuat investor lari ke Indonesia. Menguatkan nilai tukar rupiah. Sehingga BI tidak perlu banyak boros melakukan intervensi di pasar uang untuk memperkuat kurs rupiah,” ujar Eko saat dihubungi.

Lanjut dia komponen sisi ekspor turut menunjukkan dalam beberapa bulan terakhir terjadi surplus kecil. Surplus ini juga ikut membantu penguatan likuiditas valas di dalam negeri. Namun tren hot money harus diwaspadai oleh otoritas karena orientasinya hanya 3 hingga 6 bulan sebelum berpindah.

“Tren rupiah menguat sehingga BI tidak perlu gelontorkan intervensi ke pasar. Kurs sudah cukup stabil. Namun hot money sangat sensitif dengan isu kecil. Intervensi moneter sangat kecil dapat membantu,” ujarnya.

Menurutnya sampai semester satu nanti tren suku bunga akan menguat dan terus berlanjut. Posisi bank sentral negara maju tidak akan berubah drastis ke suku bunga positif baik Eropa ataupun Jepang.yang sejak bulan lalu memasang posisi bunga negatif. Namun The Fed di AS masih belum jelas karena tidak bisa menjamin negara lain akan ikut menaikkan suku bunga.

“AS masih bertahan karena bisa jadi bumerang apabila menaikkan suku bunga sendirian. Kalau Mei atau Juni ada kenaikan The Fed maka hot money akan berubah,” tandasnya.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 1.3117 seconds (0.1#10.140)