Gubernur BI Sebut Rupiah Rentan Tergerus Gejolak Ekonomi Global
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengemukakan bahwa nilai tukar rupiah terhadap Amerika Serikat (USD) masih rentan tergerus oleh gejolak perekonomian global. Hal ini lantaran neraca transaksi berjalan Indonesia masih defisit (current account defisit/CAD).
(Baca Juga: Asumsi Nilai Tukar Rupiah Bakal Dikoreksi di APBNP 2016)
Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan masih defisitnya neraca transaksi berjalan Indonesia berarti kebutuhan dana di Tanah Air masih jauh lebih besar dari tersedianya dana valuta asing. Dengan demikian, apapun yang terjadi di dunia akan berdampak pada Indonesia.
"Kebutuhan dana kita lebih besar dari tersedianya dana valuta asing. Sehingga kalau di luar ada perubahan itu berdampak pada Indonesia," katanya di Gedung BI, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
(Baca Juga: Hati-hati! Rupiah Berpotensi Makin Melorot)
Dia mencontohkan ledakan yang terjadi di Brussels kemarin yang langsung menekan kondisi perekonomian di Eropa, kemudian membaiknya kondisi perekonomian di AS, serta harga minyak dunia yang kembali membaik lantaran Arab Saudi membatasi produksi minyaknya langsung membuat nilai tukar rupiah terkontraksi.
Kendati demikian, Agus menegaskan bahwa pihaknya akan terus berada di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap berada dalam posisi seimbang. Sebagai informasi nilai tukar mata uang Garuda masih berada di level Rp13.100/USD.
"Arab Saudi kelihatannya akan membatasi produksi minyaknya, membuat harga minyak di dunia tidak terlalu tertekan malah ada sedikit naik. Itu langsung juga membuat ekonomi dan membawa nilai tukar yang berubah. Jadi hal seperti ini kita perlu Waspadai. Tapi kami BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga agar stabilitas nilai tukar itu terjaga," tandasnya.
(Baca Juga: Asumsi Nilai Tukar Rupiah Bakal Dikoreksi di APBNP 2016)
Gubernur BI Agus Martowardojo menuturkan masih defisitnya neraca transaksi berjalan Indonesia berarti kebutuhan dana di Tanah Air masih jauh lebih besar dari tersedianya dana valuta asing. Dengan demikian, apapun yang terjadi di dunia akan berdampak pada Indonesia.
"Kebutuhan dana kita lebih besar dari tersedianya dana valuta asing. Sehingga kalau di luar ada perubahan itu berdampak pada Indonesia," katanya di Gedung BI, Jakarta, Rabu (23/3/2016).
(Baca Juga: Hati-hati! Rupiah Berpotensi Makin Melorot)
Dia mencontohkan ledakan yang terjadi di Brussels kemarin yang langsung menekan kondisi perekonomian di Eropa, kemudian membaiknya kondisi perekonomian di AS, serta harga minyak dunia yang kembali membaik lantaran Arab Saudi membatasi produksi minyaknya langsung membuat nilai tukar rupiah terkontraksi.
Kendati demikian, Agus menegaskan bahwa pihaknya akan terus berada di pasar untuk memastikan nilai tukar rupiah tetap berada dalam posisi seimbang. Sebagai informasi nilai tukar mata uang Garuda masih berada di level Rp13.100/USD.
"Arab Saudi kelihatannya akan membatasi produksi minyaknya, membuat harga minyak di dunia tidak terlalu tertekan malah ada sedikit naik. Itu langsung juga membuat ekonomi dan membawa nilai tukar yang berubah. Jadi hal seperti ini kita perlu Waspadai. Tapi kami BI akan selalu ada di pasar untuk menjaga agar stabilitas nilai tukar itu terjaga," tandasnya.
(akr)