Kenaikan Iuran BPJS Kesehatan Dibatalkan
A
A
A
JAKARTA - Presiden Joko Widodo (Jokowi) akhirnya membatalkan kenaikan iuran Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Kesehatan untuk pemegang kartu kelas 3 yang terdapat dalam Peraturan Presiden Nomor 19/2016. Dalam Perpres tersebut, iuran BPJS Kesehatan untuk kelas 3 akan dinaikkan dari Rp25.500 menjadi Rp30.000.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, BPJS Kesehatan kelas 3 diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah. Karena itu, Presiden memutuskan untuk membatalkan kenaikan tersebut, sehingga pemegang kartu tetap membayar iuran seperti biasa, yaitu Rp25.500.
"Berkaitan dengan BPJS Kesehatan di mana Perpres No 19/2016 yang pada waktu itu mengatur mengenai iuran bagi anggota dibagi tiga kelas, 1, 2 dan 3. Kelas 3 ini memang betul untuk masyarakat dan rakyat bawah, yang sebelumnya diusulkan untuk dinaikkan dalam Perpres No 19 menjadi Rp30.000 dari Rp25.500, presiden memutuskan untuk dikembalikan. Artinya, tetap diberlakukan untuk masyarakat itu Rp25.500," jelasnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Politisi PDI Perjuangan itu juga menyebutkan, Presiden Jokowi mengingatkan tidak boleh ada diskriminasi untuk pemegang kartu BPJS Kesehatan Kelas 3. Jika sebelumnya pemegang BPJS Kesehatan kelas 3 tidak diperbolehkan menggunakan perawatan kelas 1, maka saat ini diputuskan mereka boleh menggunakan fasilitas tersebut.
"Tidak boleh ada diskriminasi, yang seperti itu bersangkutan diperbolehkan di kelas 1. Jadi masuk sebagai anggota iuran kelas 3 tetapi dalam perjalanan ketika dia sakit perlu perawatan kelas 1, sekarang diperbolehkan," tegasnya.
Sebelumnya, DPR RI menyatakan tidak setuju dengan langkah pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Mereka memandang berapapun kenaikan iuran jaminan kesehatan diberlakukan bila persoalan hulu BPJS tidak dibereskan, buruknya pelayanan kesehatan akan terus terjadi.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan, dari persoalan ini komplain dari tenaga kesehatan (dokter) akan terus muncul. Akibatnya, layananan kesehatan terhadap peserta BPJS tidak maksimal.
"Persoalan hulu yang saya maksud, yakni tidak adanya transparansi manajemen rumah sakit dalam pembagian paket dari BPJS yang didistribusikan kepada tenaga kesehatan (dokter) maupun untuk obat. Semestinya, manajemen RS harus adil dalam distribusi paket dari BPJS," ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada Sindonews, Senin (14/3/2016).
Sebab itu, lanjut dia, DPR meminta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang baru dipilih segera melakukan pengecekan terkait hal tersebut untuk dilakukan perbaikan.
Persoalan hulu lainnya pemerintah semestinya juga memberikan insentif kepada RS swasta terkait dengan layanan BPJS Kesehatan. "Selama ini pemerintah memberi porsi insentif kepada RS pemerintah. Akibatnya, tidak banyak RS swasta yang tertarik mengikuti BPJS Kesehatan. Padahal kita mafhum, dari sisi layanan dan fasilitas, RS Swasta tidak sedikit lebih baik dari RS pemerintah," jelas legislator dari Fraksi PPP itu.
Masalah hulu lainnya, lanjut Okky, BPJS Kesehatan harus melakukan pemetaan daerah yang padat penduduk dan tidak padat penduduk, daerah yang sehat atau sedikit penyakit, serta yang tidak sehat atau banyak penyakit. Upaya tersebut untuk membedakan kapitasi (metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan) terhadap masing-masing wilayah sesuai kategori.
Sekretaris Kabinet Pramono Anung mengatakan, BPJS Kesehatan kelas 3 diperuntukkan bagi masyarakat kelas bawah. Karena itu, Presiden memutuskan untuk membatalkan kenaikan tersebut, sehingga pemegang kartu tetap membayar iuran seperti biasa, yaitu Rp25.500.
"Berkaitan dengan BPJS Kesehatan di mana Perpres No 19/2016 yang pada waktu itu mengatur mengenai iuran bagi anggota dibagi tiga kelas, 1, 2 dan 3. Kelas 3 ini memang betul untuk masyarakat dan rakyat bawah, yang sebelumnya diusulkan untuk dinaikkan dalam Perpres No 19 menjadi Rp30.000 dari Rp25.500, presiden memutuskan untuk dikembalikan. Artinya, tetap diberlakukan untuk masyarakat itu Rp25.500," jelasnya, di Kompleks Istana Kepresidenan, Jakarta, Kamis (31/3/2016).
Politisi PDI Perjuangan itu juga menyebutkan, Presiden Jokowi mengingatkan tidak boleh ada diskriminasi untuk pemegang kartu BPJS Kesehatan Kelas 3. Jika sebelumnya pemegang BPJS Kesehatan kelas 3 tidak diperbolehkan menggunakan perawatan kelas 1, maka saat ini diputuskan mereka boleh menggunakan fasilitas tersebut.
"Tidak boleh ada diskriminasi, yang seperti itu bersangkutan diperbolehkan di kelas 1. Jadi masuk sebagai anggota iuran kelas 3 tetapi dalam perjalanan ketika dia sakit perlu perawatan kelas 1, sekarang diperbolehkan," tegasnya.
Sebelumnya, DPR RI menyatakan tidak setuju dengan langkah pemerintah menaikkan iuran BPJS Kesehatan. Mereka memandang berapapun kenaikan iuran jaminan kesehatan diberlakukan bila persoalan hulu BPJS tidak dibereskan, buruknya pelayanan kesehatan akan terus terjadi.
Anggota Komisi IX DPR RI Okky Asokawati mengatakan, dari persoalan ini komplain dari tenaga kesehatan (dokter) akan terus muncul. Akibatnya, layananan kesehatan terhadap peserta BPJS tidak maksimal.
"Persoalan hulu yang saya maksud, yakni tidak adanya transparansi manajemen rumah sakit dalam pembagian paket dari BPJS yang didistribusikan kepada tenaga kesehatan (dokter) maupun untuk obat. Semestinya, manajemen RS harus adil dalam distribusi paket dari BPJS," ujarnya, dalam keterangan tertulis kepada Sindonews, Senin (14/3/2016).
Sebab itu, lanjut dia, DPR meminta Dewan Pengawas BPJS Kesehatan yang baru dipilih segera melakukan pengecekan terkait hal tersebut untuk dilakukan perbaikan.
Persoalan hulu lainnya pemerintah semestinya juga memberikan insentif kepada RS swasta terkait dengan layanan BPJS Kesehatan. "Selama ini pemerintah memberi porsi insentif kepada RS pemerintah. Akibatnya, tidak banyak RS swasta yang tertarik mengikuti BPJS Kesehatan. Padahal kita mafhum, dari sisi layanan dan fasilitas, RS Swasta tidak sedikit lebih baik dari RS pemerintah," jelas legislator dari Fraksi PPP itu.
Masalah hulu lainnya, lanjut Okky, BPJS Kesehatan harus melakukan pemetaan daerah yang padat penduduk dan tidak padat penduduk, daerah yang sehat atau sedikit penyakit, serta yang tidak sehat atau banyak penyakit. Upaya tersebut untuk membedakan kapitasi (metode pembayaran untuk pelayanan kesehatan) terhadap masing-masing wilayah sesuai kategori.
(dmd)