Sindir Bank BUMN Soal Pembiayaan, Hipmi Ingin Bank Industri
A
A
A
JAKARTA - Pengusaha yang tergabung dalam Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) menyindir perbankan pelat merah yang dinilai tebang pilih soal pembiayaan bagi dunia usaha. Pasalnya, empat bank BUMN yakni Bank Mandiri, BRI, BNI dan BTN dinilai hanya mau membiayai usaha yang sudah besar dan berkembang.
Ketua Umum Hipmi, Bahlil Lahadalia mengatakan perbankan nasional seharusnya juga didorong untuk membiayai industri baru yang berkembang. Selama ini, persentase pembiayaan dari perbankan tersebut masih lemah hanya sekitar 15%.
"Bank itu pelat merah, tapi mereka tidak didorong membiayai industri baru yang berkembang. Yang dibiayai yang sudah besar saja. Kurang mendukung ushaa kecil, baru 15%," katanya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (2/4/2016).
Lanjut dia menurutnya regulasi yang ada belum cukup memberikan iklim positif bagi pengembangan industri nasional, khususnya terkait pembiayaan dari perbankan. Karena itu, beberapa waktu lalu pihaknya sempat mengusulkan untuk dibentuknya bank industri yang fokus memberikan pembiayaan terhadap industri nasional.
"Jujur saja, regulasi belum memberikan nuansa positif bagi pengembangan industri dalam sektor pembiayaan. Karena pembiayaan perbankan di kita itu susah sekali. Makanya Hipmi dalam waktu 2 tahun kemarin mengusulkan adanya bank industri, ada yang khusus membiayai ke sana," imbuh dia.
Karena menurutnya, sehebat apapun konsep yang ditawarkan pemerintah dalam membuat peta jalan (roadmap) industri, namun jika pembiayaan susah maka akan percuma. Apalagi, roadmap yang disusun pemerintah saat ini justru masih belum jelas arahnya.
"Sehebat apapun itu konsep dari pemerintah dalam membuat roadmap tapi kalau tidak ada pembiayaannya akan susah. Roadmap yang ada agak goyang, belum pasti arahnya kemana. Tapi dari kami, yang harus kita lakukan adalah kebutuhan nasional dulu. Karena jangan sampai market kita menjadi market bagi industri dari negara lain," tandasnya.
Ketua Umum Hipmi, Bahlil Lahadalia mengatakan perbankan nasional seharusnya juga didorong untuk membiayai industri baru yang berkembang. Selama ini, persentase pembiayaan dari perbankan tersebut masih lemah hanya sekitar 15%.
"Bank itu pelat merah, tapi mereka tidak didorong membiayai industri baru yang berkembang. Yang dibiayai yang sudah besar saja. Kurang mendukung ushaa kecil, baru 15%," katanya di Warung Daun, Jakarta, Sabtu (2/4/2016).
Lanjut dia menurutnya regulasi yang ada belum cukup memberikan iklim positif bagi pengembangan industri nasional, khususnya terkait pembiayaan dari perbankan. Karena itu, beberapa waktu lalu pihaknya sempat mengusulkan untuk dibentuknya bank industri yang fokus memberikan pembiayaan terhadap industri nasional.
"Jujur saja, regulasi belum memberikan nuansa positif bagi pengembangan industri dalam sektor pembiayaan. Karena pembiayaan perbankan di kita itu susah sekali. Makanya Hipmi dalam waktu 2 tahun kemarin mengusulkan adanya bank industri, ada yang khusus membiayai ke sana," imbuh dia.
Karena menurutnya, sehebat apapun konsep yang ditawarkan pemerintah dalam membuat peta jalan (roadmap) industri, namun jika pembiayaan susah maka akan percuma. Apalagi, roadmap yang disusun pemerintah saat ini justru masih belum jelas arahnya.
"Sehebat apapun itu konsep dari pemerintah dalam membuat roadmap tapi kalau tidak ada pembiayaannya akan susah. Roadmap yang ada agak goyang, belum pasti arahnya kemana. Tapi dari kami, yang harus kita lakukan adalah kebutuhan nasional dulu. Karena jangan sampai market kita menjadi market bagi industri dari negara lain," tandasnya.
(akr)