Yogyakarta Perpanjang Moratorium Hotel
A
A
A
YOGYAKARTA - Pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) kembali memperpanjang pembatasan pendirian (moratorium) hotel di wilayahnya. Perpanjangan moratorium ini disambut baik berbagai kalangan. Karena mereka menilai menjamurnya bisnis hotel di DIY belum memberi dampak signifikan bagi ekonomi daerah.
Sekretaris Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo juga setuju dengan moratorium. Karena, kata dia, saat ini tingkat okupansi (hunian) hotel sudah turun drastis pada tingkat terendah.
"Rata-rata tingkat okupansi hanya 50% ketika peak season, tetapi saat low season hanya 30%," ujarnya, Kamis (7/4/2016).
Deddy menambahkan, PHRI bersama insan pariwisata lainnya, seperti Asita dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Yogyakarta, juga mendukung kebijakan pemprov mengenai moratorium. Apalagi hitungan mereka pasokan kamar hotel sudah dianggap berlebih. Sedangkan minat hotel di Yogyakarta tidak seimbang dengan jumlah kamar yang ada.
Insan pariwisata meminta moratorium diberlakukan sampai dengan bandara baru di Yogyakarta dioperasikan. Sebab, jika bandara baru belum dioperasikan, tingkat kunjungan wisatawan di DIY masih akan stagnan seperti sekarang.
Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DIY, Gonang Djuliastono mengatakan moratorium yang ia lihat baru terjadi di Kota Yogyakarta saja. Sementara di kabupaten lain, kebijakan tersebut belum dilakukan.
Gonang juga mendukung kebijakan pemerintah memperpanjang moratorium. Apalagi hotel baru yang tumbuh tidak memberi imbal balik kepada pengusaha lokal, pemprov, dan UMKM. Pasalnya, bahan baku pendirian hotel tidak diambil dari pengusaha lokal.
Adapun cinderamata yang ditawarkan di hotel sangat minim. Juga bentuk bangunan hotel baru yang tidak memunculkan ciri khas Yogyakarta. Berbeda denganBali, dimana bangunan hotel selalu memiliki ciri khas Bali.
Selain itu, kata Gonang, pendirian hotel baru tidak sejalan dengan tata ruang kota. Dan hingga kini pembahasan soal tata ruang tersebut belum rampung. Padahal tata ruang sangat penting untuk mengendalikan hotel baru.
Untuk itu, Gonang meminta agar pemprov lebih memerhatikan pengembangan desa-desa wisata, yang membawa dampak luas bagi perekonomian masyarakat.
Sekretaris Persatuan Hotel dan Restoran Indonesia (PHRI) DIY, Deddy Pranowo juga setuju dengan moratorium. Karena, kata dia, saat ini tingkat okupansi (hunian) hotel sudah turun drastis pada tingkat terendah.
"Rata-rata tingkat okupansi hanya 50% ketika peak season, tetapi saat low season hanya 30%," ujarnya, Kamis (7/4/2016).
Deddy menambahkan, PHRI bersama insan pariwisata lainnya, seperti Asita dan Himpunan Pramuwisata Indonesia (HPI) Yogyakarta, juga mendukung kebijakan pemprov mengenai moratorium. Apalagi hitungan mereka pasokan kamar hotel sudah dianggap berlebih. Sedangkan minat hotel di Yogyakarta tidak seimbang dengan jumlah kamar yang ada.
Insan pariwisata meminta moratorium diberlakukan sampai dengan bandara baru di Yogyakarta dioperasikan. Sebab, jika bandara baru belum dioperasikan, tingkat kunjungan wisatawan di DIY masih akan stagnan seperti sekarang.
Wakil Ketua Kamar Dagang Indonesia (Kadin) DIY, Gonang Djuliastono mengatakan moratorium yang ia lihat baru terjadi di Kota Yogyakarta saja. Sementara di kabupaten lain, kebijakan tersebut belum dilakukan.
Gonang juga mendukung kebijakan pemerintah memperpanjang moratorium. Apalagi hotel baru yang tumbuh tidak memberi imbal balik kepada pengusaha lokal, pemprov, dan UMKM. Pasalnya, bahan baku pendirian hotel tidak diambil dari pengusaha lokal.
Adapun cinderamata yang ditawarkan di hotel sangat minim. Juga bentuk bangunan hotel baru yang tidak memunculkan ciri khas Yogyakarta. Berbeda denganBali, dimana bangunan hotel selalu memiliki ciri khas Bali.
Selain itu, kata Gonang, pendirian hotel baru tidak sejalan dengan tata ruang kota. Dan hingga kini pembahasan soal tata ruang tersebut belum rampung. Padahal tata ruang sangat penting untuk mengendalikan hotel baru.
Untuk itu, Gonang meminta agar pemprov lebih memerhatikan pengembangan desa-desa wisata, yang membawa dampak luas bagi perekonomian masyarakat.
(ven)