Soal Surplus Neraca Perdagangan, INDEF: Pemerintah Jangan Terlalu Senang

Sabtu, 16 April 2016 - 19:10 WIB
Soal Surplus Neraca Perdagangan, INDEF: Pemerintah Jangan Terlalu Senang
Soal Surplus Neraca Perdagangan, INDEF: Pemerintah Jangan Terlalu Senang
A A A
JAKARTA - Ekonom INDEF, Dzulfian Syafrian mengatakan, ekspor dan impor Indonesia secara kumulatif selama Januari-Maret 2016 mengalami penurunan dibanding periode yang sama tahun lalu.

“Penyebab utama penurunan neraca perdagangan Indonesia karena rendahnya harga minyak dunia yang anjlok di kisaran USD40-45 per barel, bahkan sempat menyentuh level kurang dari USD30 per barel beberapa waktu lalu, terendah dalam dekade terakhir,” katanya, Sabtu (16/4/2016).

Penurunan harga minyak seperti saat ini memang peluang besar bagi Indonesia. Negara-negara net pengimpor minyak (net importer countries) seperti indonesia sangat lah diuntungkan dengan anjloknya harga minyak dunia.

Selain membuat neraca perdagangan kita menjadi surplus yang bisa membantu stabilisasi rupiah, penurunan harga minyak juga merupakan insentif bagi dunia usaha karena ongkos produksi mereka menjadi lebih rendah, bonus dari turunnya harga minyak dan enegi secara keseluruhan.

Tapi, Dzulfian mengingatkan pemerintah jangan terlampau gembira dengan kabar surplus neraca perdagangan. Karena surplus ini lebih disebabkan oleh faktor eksternal (jatuhnya harga minyak). Impor migas turun secara 'nilai' akibat anjloknya harga minyak dunia ini, hanya saja jika dilihat lebih dalam dan detil, 'volume' impor biasanya tidak berubah sesignifikan 'nilai' ekspor/impor.

Apalagi, kata dia, kondisi (surplus/defisit) neraca perdagangan Indonesia masih sangat bergantung pada impor migas serta konsumsi masyarakat terhadap migas masih tinggi dan terus tumbuh; sehingga ketika harga minyak nanti merangkak naik maka neraca perdagangan kita akan terancam defisit kembali.

Berdasarkan data INDEF, pada Maret 2016 volume impor migas mengalami kenaikan cukup tajam sebesar 36,25 % dibanding bulan sebelumnya, akibat mulai naiknya harga minyak dunia.

"Terlebih selama Maret 2016, harga minyak dunia naik cukup tajam. Jika tren kenaikan ini terus berlanjut, Indonesia lambat laun akan mengalami defisit kembali," paparnya.

Dan penurunan harga minyak juga membuat penerimaan negara (APBN) menjadi lebih sulit. Pos penerimaan dari migas pasti juga akan drop secara signifikan. Karena itu pemerintah harus mencari alternatif penerimaan, salah satu yang utama dengan terus menggenjot dan mengoptimalisasi penerimaan perpajakan karena tax ratio kita masih sangat rendah, apalagi jika kita bandingkan dengan negara-negara tetangga.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6729 seconds (0.1#10.140)