Didominasi Pencairan JHT, Angka PHK Daerah Ini Mengejutkan
A
A
A
YOGYAKARTA - Saat pemerintah gencar menepis angka pemutusan hubungan kerja (PHK), kabar tidak mengenakkan datang dari Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) Ketenagakerjaan Yogyakarta. Mereka melansir selama triwulan I 2016, pencairan klaim sebesar Rp56,39 miliar didominasi pencairan Jaminan Hari Tua (JHT), disusul Jaminan Kecelakaan Kerja (JKK) dan Jaminan Kematian (JKM).
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta, Mochamad Triyono menyatakan pencairan klaim JHT sangat besar untuk ukuran Kota Gudeg. Ia mengaku terkejut dengan pencairan JHT yang cukup besar, dimana rata-rata membayarkan klaim tersebut untuk 100-150 orang per hari.
“Karena rata-rata sehari mencapai 150 orang, jadi setidaknya dalam sebulan kami mencairkan JHT rata-rata untuk 3.000 orang,” tuturnya, Rabu (27/4/2016).
Dilihat dari pencairan JHT sebanyak 3.000 orang tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan jika angka rata-rata orang yang berhenti bekerja di Yogyakarta baik termasuk PHK mencapai 3.000 orang setiap bulannya.
Dari pengajuan JHT tersebut pihaknya telah mencairkan klaim sekitar Rp52,7 miliar untuk 4.088 pengajuan klaim. Pengajuan yang mencapai ribuan klaim menurutnya mengejutkan karena menunjukkan banyaknya pekerja yang berhenti aktif bekerja. Walaupun sebenarnya, klaim tersebut bukan murni dari Yogyakarta, karena sebagian besar dari mereka yang mengajukan klaim JHT adalah orang yang bekerja di luar daerah tapi berdomisili di Yogyakarta.
Sebab, dari jumlah 4.088 pengajuan klaim JHT tersebut, sekitar 70 % merupakan peserta dari luar daerah namun tercatat berdomisili di Yogyakarta. Antara lain dari Karawang, Indramayu, Jakarta, Cikarang, Riau, Kalimantan, dan sebagainya. Sisanya pengajuan JHT dari pekerja-pekerja lokal yang juga berdomisili di Yogyakarta.
“Itulah kemudahan yang kami berikan, meskipun selama ini bekerja di luar daerah tapi karena berdomisili di Yogyakarta maka bisa dicairkan di sini. Coba kalau dicairkan di daerah tempat mereka bekerja, pekerja justru harus mengeluarkan biaya lebih besar misalnya untuk transportasi,”paparnya.
Pengajuan kedua terbanyak JKK sebesar Rp1,939 miliar untuk 316 kasus dan JKM Rp1,740 miliar untuk 58 kasus. Meski jumlahnya cukup besar, tapi di sisi lain hal ini menjadi bukti bahwa keberadaan BPJS Ketenagakerjaan membawa manfaat positif bagi para pekerja.
Menurut Triyono, hal ini sesuai dengan visi yang ingin dicapai lembaganya yakni memberi proteksi bagi para tenaga kerja, baik selama mereka bekerja maupun di masa depan. Dengan iuran yang relatif kecil, mereka bisa memiliki manfaat proteksi yang cenderung besar. Manfaat yang sebenarnya ingin disampaikan BPJS Ketenagakerjaan memberi rasa aman dan tentram.
“Perusahaan cukup berkonsentrasi meningkatkan produktivitas, karena risiko sudah dialihkan ke kami," kata dia.
Kepala Disnakertrans Bantul, Susanto mengungkapkan, saat ini untuk pencairan BPJS Ketenagakerjaan memang harus mendapat rekomendasi dari Disnakertrans tempat tenaga kerja tersebut berasal atau berdomisili.
Dalam dua bulan terakhir, setidaknya ada sehari ada rata-rata sekitar 15 orang yang mengurus BPJS Keteenagakerjaan di tempatnya.
“Jadi sekitar 300 orang warga Bantul yang menjadi korban PHK,”tuturnya.
Kendati 300 orang yang menjadi korban PHK tersebut semuanya berasal dari Bantul, tetapi Susanto membantah jika kondisi perusahaan di wilayah Bantul sekarang banyak yang kolaps. Sebab, tempat bekerja dari 300 orang tersebut tidak semuanya berada di Bantul. Hanya beberapa perusahaan di Bantul yang telah mem-PHK karyawan mereka.
Kepala Cabang BPJS Ketenagakerjaan Yogyakarta, Mochamad Triyono menyatakan pencairan klaim JHT sangat besar untuk ukuran Kota Gudeg. Ia mengaku terkejut dengan pencairan JHT yang cukup besar, dimana rata-rata membayarkan klaim tersebut untuk 100-150 orang per hari.
“Karena rata-rata sehari mencapai 150 orang, jadi setidaknya dalam sebulan kami mencairkan JHT rata-rata untuk 3.000 orang,” tuturnya, Rabu (27/4/2016).
Dilihat dari pencairan JHT sebanyak 3.000 orang tersebut, maka bisa ditarik kesimpulan jika angka rata-rata orang yang berhenti bekerja di Yogyakarta baik termasuk PHK mencapai 3.000 orang setiap bulannya.
Dari pengajuan JHT tersebut pihaknya telah mencairkan klaim sekitar Rp52,7 miliar untuk 4.088 pengajuan klaim. Pengajuan yang mencapai ribuan klaim menurutnya mengejutkan karena menunjukkan banyaknya pekerja yang berhenti aktif bekerja. Walaupun sebenarnya, klaim tersebut bukan murni dari Yogyakarta, karena sebagian besar dari mereka yang mengajukan klaim JHT adalah orang yang bekerja di luar daerah tapi berdomisili di Yogyakarta.
Sebab, dari jumlah 4.088 pengajuan klaim JHT tersebut, sekitar 70 % merupakan peserta dari luar daerah namun tercatat berdomisili di Yogyakarta. Antara lain dari Karawang, Indramayu, Jakarta, Cikarang, Riau, Kalimantan, dan sebagainya. Sisanya pengajuan JHT dari pekerja-pekerja lokal yang juga berdomisili di Yogyakarta.
“Itulah kemudahan yang kami berikan, meskipun selama ini bekerja di luar daerah tapi karena berdomisili di Yogyakarta maka bisa dicairkan di sini. Coba kalau dicairkan di daerah tempat mereka bekerja, pekerja justru harus mengeluarkan biaya lebih besar misalnya untuk transportasi,”paparnya.
Pengajuan kedua terbanyak JKK sebesar Rp1,939 miliar untuk 316 kasus dan JKM Rp1,740 miliar untuk 58 kasus. Meski jumlahnya cukup besar, tapi di sisi lain hal ini menjadi bukti bahwa keberadaan BPJS Ketenagakerjaan membawa manfaat positif bagi para pekerja.
Menurut Triyono, hal ini sesuai dengan visi yang ingin dicapai lembaganya yakni memberi proteksi bagi para tenaga kerja, baik selama mereka bekerja maupun di masa depan. Dengan iuran yang relatif kecil, mereka bisa memiliki manfaat proteksi yang cenderung besar. Manfaat yang sebenarnya ingin disampaikan BPJS Ketenagakerjaan memberi rasa aman dan tentram.
“Perusahaan cukup berkonsentrasi meningkatkan produktivitas, karena risiko sudah dialihkan ke kami," kata dia.
Kepala Disnakertrans Bantul, Susanto mengungkapkan, saat ini untuk pencairan BPJS Ketenagakerjaan memang harus mendapat rekomendasi dari Disnakertrans tempat tenaga kerja tersebut berasal atau berdomisili.
Dalam dua bulan terakhir, setidaknya ada sehari ada rata-rata sekitar 15 orang yang mengurus BPJS Keteenagakerjaan di tempatnya.
“Jadi sekitar 300 orang warga Bantul yang menjadi korban PHK,”tuturnya.
Kendati 300 orang yang menjadi korban PHK tersebut semuanya berasal dari Bantul, tetapi Susanto membantah jika kondisi perusahaan di wilayah Bantul sekarang banyak yang kolaps. Sebab, tempat bekerja dari 300 orang tersebut tidak semuanya berada di Bantul. Hanya beberapa perusahaan di Bantul yang telah mem-PHK karyawan mereka.
(ven)