Neraca Pembayaran Indonesia Kuartal I Defisit USD287 Juta
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) merilis neraca pembayaran Indonesia pada kuartal I/2016 mengalami defisit sebesar USD287 juta atau menurun dibanding kuartal IV/2015 yang mengalami surplus sebesar USD5,1 miliar. Jika dibanding periode sama tahun sebelumnya, neraca pembayaran Indonesia juga turun karena pada periode tersebut surplus USD1,3 miliar.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistyowati mengatakan, defisit yang terjadi terhadap neraca pembayaran Indonesia pada periode ini disebabkan lantaran perusahaan lebih banyak membayar utang ketimbang menarik utang lagi dari luar negeri.
Akibatnya, defisit pendapatan primer pun mengalami pembengkakan dari sebelumnya USD6,7 miliar pada kuartal IV/2015 menjadi USD7,5 miliar pada kuartal 1/2016. "Kita lebih banyak bayar utang daripada narik utang. Ini yang menyebabkan kenapa kita defisit, yang biasa kita narik utang jadi kita bayar utang," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Selain itu, pada periode tersebut pendapatan sekunder dari remitansi TKI juga mengalami penurunan. Pada kuartal IV/2015, pendapatan sekunder mencapai USD1,4 miliar sementara pada kuartal I/2016 hanya USD1,2 miliar.
"Pndapatan sekunder kita tahu TKI kita banyak yang dipulangin dan sudah enggak banyak lagi. Jadi turun pendapatan sekundernya," imbuh dia.
Selain itu, investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) dan investasi portfolio juga sama-sama mengalami penurunan. Investasi langsung turun dari USD2,8 miliar menjadi USD2,2 miliar pada periode ini. Sementara investasi portfolio dari USD4,9 miliar menjadi USD4,4 miliar.
"Investasi lainnya juga kita defisit. Ini akibat perusahaan Indonesia banyak yang bayar utang. Ini bukan berarti jelek, karena melihat ekonomi belum membaik jadi mereka lebih baik kembaliin utangnya. Baru nanti utang lagi," tandasnya.
Direktur Eksekutif Departemen Statistik BI Hendy Sulistyowati mengatakan, defisit yang terjadi terhadap neraca pembayaran Indonesia pada periode ini disebabkan lantaran perusahaan lebih banyak membayar utang ketimbang menarik utang lagi dari luar negeri.
Akibatnya, defisit pendapatan primer pun mengalami pembengkakan dari sebelumnya USD6,7 miliar pada kuartal IV/2015 menjadi USD7,5 miliar pada kuartal 1/2016. "Kita lebih banyak bayar utang daripada narik utang. Ini yang menyebabkan kenapa kita defisit, yang biasa kita narik utang jadi kita bayar utang," katanya di Gedung BI, Jakarta, Jumat (13/5/2016).
Selain itu, pada periode tersebut pendapatan sekunder dari remitansi TKI juga mengalami penurunan. Pada kuartal IV/2015, pendapatan sekunder mencapai USD1,4 miliar sementara pada kuartal I/2016 hanya USD1,2 miliar.
"Pndapatan sekunder kita tahu TKI kita banyak yang dipulangin dan sudah enggak banyak lagi. Jadi turun pendapatan sekundernya," imbuh dia.
Selain itu, investasi asing langsung (foreign direct investment/FDI) dan investasi portfolio juga sama-sama mengalami penurunan. Investasi langsung turun dari USD2,8 miliar menjadi USD2,2 miliar pada periode ini. Sementara investasi portfolio dari USD4,9 miliar menjadi USD4,4 miliar.
"Investasi lainnya juga kita defisit. Ini akibat perusahaan Indonesia banyak yang bayar utang. Ini bukan berarti jelek, karena melihat ekonomi belum membaik jadi mereka lebih baik kembaliin utangnya. Baru nanti utang lagi," tandasnya.
(izz)