Menkeu Bambang: Keuangan Syariah Bisa Turunkan Ketimpangan
A
A
A
JAKARTA - Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengatakan industri keuangan syariah di Indonesia dan di dunia sudah berkembang pesat dengan penambahan aset per tahunnya. Ini dibuktikan dengan penambahan aset keuangan syariah secara global yakni USD2,1 triliun per 2014.
Dari 2009-2014, angka ini meningkat 17,3%. Bambang mengungkapkan dari keseluruhan aset di industri keuangan 80% dari perbankan dan 15% berasal dari sukuk (surat utang negara yang menggunakan prinsip syariah).
"Sukuk ini untuk menggalang dana untuk 30 negara infrastruktur maju dan berkembang. Pasar sukuk di dunia itu meningkatnya sesudah krisis keuangan. Pada saat itu, Indonesia, Inggris, Hong Kong, Luksemburg mengeluarkan sukuk," kata Bambang dalam sidang ke-41 Islamic Development Bank di Jakarta Convention Center, Jakarta Selasa (17/5/2016).
Permintaan sukuk secara global, lanjut dia, didorong dari pembiayaan dana infrastruktur dan takaful untuk berinvestasi. Sedangkan perbankan syariah untuk likuiditas dan modal. Indonesia sendiri, lanjut Bambang, negara ini sudah menjadi salah satu pelopor penerbit sukuk di di dunia.
"Perkembangannya cukup menggembirakan sejak 2008. Capaian di 2016 tanggal 10 Mei jumlahnya mencapai Rp503 triliun atau mencapai USD38 miliar (ekuivalen dari tahun 2008) dengan outstanding Rp380 triliun atau USD29 miliar," kata Bambang.
Angka ini, kata Bambang digunakan tak lain untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia yang sekarang dapat dinikmati masyarakat Indonesia, seperti pembiayaan konstruksi jalan tol, jembatan dan rel kereta api.
"Selain itu, sukuk dalam hal sukuk ritel juga dapat memperkuat keuangan inklusif di agenda banyak negara Islam, yakni untuk tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan. Dengan kata lain keuangan syariah ini bisa turunkan ketimpangan. Sukuk ritel juga bisa memungkinkan investor ritel stabil," tutupnya.
Dari 2009-2014, angka ini meningkat 17,3%. Bambang mengungkapkan dari keseluruhan aset di industri keuangan 80% dari perbankan dan 15% berasal dari sukuk (surat utang negara yang menggunakan prinsip syariah).
"Sukuk ini untuk menggalang dana untuk 30 negara infrastruktur maju dan berkembang. Pasar sukuk di dunia itu meningkatnya sesudah krisis keuangan. Pada saat itu, Indonesia, Inggris, Hong Kong, Luksemburg mengeluarkan sukuk," kata Bambang dalam sidang ke-41 Islamic Development Bank di Jakarta Convention Center, Jakarta Selasa (17/5/2016).
Permintaan sukuk secara global, lanjut dia, didorong dari pembiayaan dana infrastruktur dan takaful untuk berinvestasi. Sedangkan perbankan syariah untuk likuiditas dan modal. Indonesia sendiri, lanjut Bambang, negara ini sudah menjadi salah satu pelopor penerbit sukuk di di dunia.
"Perkembangannya cukup menggembirakan sejak 2008. Capaian di 2016 tanggal 10 Mei jumlahnya mencapai Rp503 triliun atau mencapai USD38 miliar (ekuivalen dari tahun 2008) dengan outstanding Rp380 triliun atau USD29 miliar," kata Bambang.
Angka ini, kata Bambang digunakan tak lain untuk pembangunan infrastruktur di Indonesia yang sekarang dapat dinikmati masyarakat Indonesia, seperti pembiayaan konstruksi jalan tol, jembatan dan rel kereta api.
"Selain itu, sukuk dalam hal sukuk ritel juga dapat memperkuat keuangan inklusif di agenda banyak negara Islam, yakni untuk tenaga kerja dan penanggulangan kemiskinan. Dengan kata lain keuangan syariah ini bisa turunkan ketimpangan. Sukuk ritel juga bisa memungkinkan investor ritel stabil," tutupnya.
(ven)