K/L Diminta Hemat Anggaran, Ini Penjelasan Kemenkeu
A
A
A
JAKARTA - Direktur Jenderal Anggaran Kementerian Keuangan (Kemenkeu) Askolani mengatakan, penghematan kementerian dan lembaga (K/L) tidak berkaitan dengan defisit anggaran. Melainkan, untuk penghematan, efisiensi dan efektivitas.
"Intinya arahnya ke sana (penghematan, efisiensi dan efektivitas), jadi ini enggak ada kaitannya sama defisit kita. Agar lebih hemat saja sebetulnya dan supaya belanja lebih efisien dan optimal. Kemudian belanja prioritas juga kita hemat supaya betul-betul lebih efisien, jadi etiap rupiah itu kita manfaatkan," kata dia di JCC, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Misalnya, lanjut Askolani, K/L jika ingin melakukan survei harus jelas, karena sudah ada data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data BPS yang valid dapat membantu K/L, sehingga tidak perlu lagi melakukan survei di lapangan.
Atas dasar itu, tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk survei. Data valid BPS bisa membantu penghematan K/L tidak mengeluarkan anggaran untuk survei.
"Dari data yang valid maka program-program pemerintah harapannya menggunakan itu. Misalnya untuk yang menerima subsidi, bantuan kesehatan sehingga satu data yang dipakai tidak lagi banyak data yang missleading," kata dia.
Menurutnya, pemerintah ingin program-program mereka lebih tepat sasaran, sehingga jika menggunakan satu data itu lebih mudah memanagenya. "Kita juga bakal lebih fokus untuk monitoring," imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No 4/2016 mengenai Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
Inpres tersebut untuk pengendalian dan pengamanan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Total penghematan yang dipangkas dari seluruh K/L mencapai Rp50 triliun.
"Intinya arahnya ke sana (penghematan, efisiensi dan efektivitas), jadi ini enggak ada kaitannya sama defisit kita. Agar lebih hemat saja sebetulnya dan supaya belanja lebih efisien dan optimal. Kemudian belanja prioritas juga kita hemat supaya betul-betul lebih efisien, jadi etiap rupiah itu kita manfaatkan," kata dia di JCC, Jakarta, Selasa (17/5/2016).
Misalnya, lanjut Askolani, K/L jika ingin melakukan survei harus jelas, karena sudah ada data dari Badan Pusat Statistik (BPS). Data BPS yang valid dapat membantu K/L, sehingga tidak perlu lagi melakukan survei di lapangan.
Atas dasar itu, tidak perlu mengeluarkan anggaran untuk survei. Data valid BPS bisa membantu penghematan K/L tidak mengeluarkan anggaran untuk survei.
"Dari data yang valid maka program-program pemerintah harapannya menggunakan itu. Misalnya untuk yang menerima subsidi, bantuan kesehatan sehingga satu data yang dipakai tidak lagi banyak data yang missleading," kata dia.
Menurutnya, pemerintah ingin program-program mereka lebih tepat sasaran, sehingga jika menggunakan satu data itu lebih mudah memanagenya. "Kita juga bakal lebih fokus untuk monitoring," imbuhnya.
Seperti diketahui, Presiden Joko Widodo (Jokowi) telah menandatangani Instruksi Presiden (Inpres) No 4/2016 mengenai Langkah-langkah Penghematan dan Pemotongan Belanja Kementerian/Lembaga (K/L) Dalam Rangka Pelaksanaan Anggaran dan Belanja Negara Tahun Anggaran 2016.
Inpres tersebut untuk pengendalian dan pengamanan pelaksanaan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2016. Total penghematan yang dipangkas dari seluruh K/L mencapai Rp50 triliun.
(izz)