BRI dan Branding Satelit
A
A
A
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
SAYA sebut ”branding satelit”, maksudnya memperkokoh brand equity melalui satelit. Ya, itulah yang dilakukan BRI habis-habisan selama dua tahun terakhir. Di mana pun dan kapan pun BRI mengampanyekannya, apalagi beberapa minggu terakhir ini menjelang peluncuran BRIsat 8 Juni 2016 nanti.
Pertanyaannya, seberapa penting branding satelit bagi BRI? Esensi branding adalah diferensiasi, yaitu unique value yang sulit ditiru pesaing. Semakin Anda memiliki unique value, semakin kuat pula brand Anda. Dan, semakin sulit unique value tersebut ditiru pesaing, maka semakin sustainable pula sukses brand Anda. So, bagaimana satelit menciptakan unique value bagi BRI?
Techy
Satelit menjadikan BRI memiliki unbeatable differentiation di antara pesaing-pesaingnya. Ya, karena memiliki dan mengoperasikan satelit sendiri bagi sebuah bank tidaklah gampang. Pertama, biayanya super mahal. Kedua, teknologinya super canggih. Dan ketiga , satelit fit dengan model bisnis BRI yang memosisikan diri sebagai ”bank rakyat” yang melayani seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air.
Saya pernah membantu BRI merumuskan corporate plan di awal tahun 2000-an. Kalau itu image kuat yang melekat pada bank ini adalah ”bank ndeso ” dengan produk legendaris untuk nasabah pedesaan (seperti Simpedes dan Kupedes) dan jaringan kantor cabang menyebar luas ke desa-desa. Tak sedikit pun image teknologi melekat pada BRI.
Kemudian sejak awal 2000- an itu BRI mulai mengimplementasi aplikasi BRINETS yang menjadi batu loncatan baginya memasuki era ”tech banking”. Memang setelah itu produk dan layanan berbasis teknologi seperti ATM, internet banking, atau mobile banking mengalir deras, namun saya kira masih sulit mengubah image BRI dari ”bank ndeso ” menjadi ”bank techy ”. Nah, satelit menjadi alat branding yang ampuh untuk mengubah image bank pelat merah ini menjadi salah satu bank dengan kemampuan IT terbaik di negeri ini.
Nasionalisme
Satelit juga memperkokoh peran dan image BRI sebagai agen pembangunan (agent of development) khususnya bagi masyarakat di pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air. Melalui kekuatan jaringan layanannya (baik fisik maupun elektronik) BRI memiliki kemampuan luar biasa dalam menjangkau masyarakat pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air untuk mewujudkan financial inclusion dan mengembangkan kewirausahaan desa.
Satelit akan menjadikan BRI lebih powerful untuk menjadi agen distribusi kemakmuran dan pemerataan. Kenapa? Karena masyarakat pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air yang selama ini tak tersentuh layanan perbankan (unbank) kini bisa menikmatinya dengan tingkat layanan yang sama dengan masyarakat perkotaan.
Singkatnya, dengan satelit, kini BRI bisa menjangkau yang tak terjangkau, dan melayani yang tak terlayani. Agent of development ini adalah point of differentiation lain bagi BRI yang sulit ditiru oleh pesaing. Ya, karena menjangkau nasabah di negara dengan lebih dari 13.000 pulau seperti Indonesia tidaklah mudah.
Tingkat kesulitan yang luar biasa ini membuat BRI praktis menjadi blue ocean player, alias minim pesaing. Jadi, satelit justru mengarahkan BRI untuk kembali ke khitah menjadi ”bank rakyat” yang melayani seluruh lapisan masyarakat mulai dari petani, nelayan, hingga pedagang kecil di daerah yang selama ini belum tersentuh perbankan.
Inovasi
Unique value terbesar bagi BRI dengan keberadaan satelit tentu saja adalah manfaat riil yang dinikmati nasabahnya, terutama nasabah pedesaan. Dengan konsep integrated payment system misalnya, BRI bisa lebih baik melayani pelaku UMKM di pedesaan dengan menggunakan berbagai bentuk channel layanan seperti EDC wifi, POS wifi, web BRIlink.
BRI juga bisa melakukan edukasi kewirausahaan UMKM dengan menggunakan BRI Vision (televisi siaran terbatas). Saya meramalkan keberadaan teknologi satelit untuk menjangkau masyarakat pelosok pedesaan akan memicu munculnya inovasi-inovasi baik di level produk, layanan, channel, bahkan model bisnis. Inilah yang oleh Prof Prahalad disebut ”innovation at the bottom of the pyramid”.
Berbagai keterbatasan yang dimiliki masyarakat unbank akan men-trigger beragam inovasi untuk menyolusikan masalah dan kebutuhan mereka yang sangat spesifik. Seperti halnya di Grameen Bank, proses learning relationship yang intens antara bank dan nasabah mikro telah menghasilkan inovasi-inovasi luar biasa yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Be the First
Saya surprise mendengar informasi bahwa ternyata BRI merupakan bank pertama di dunia yang memiliki dan mengoperasikan satelit. Ini tentu merupakan ”harta karun” yang tak ternilai harganya bagi BRI dalam membangun brand reputation, tak hanya di scope nasional tapi juga global. Ingat, di dalam branding, menjadi yang pertama di benak konsumen adalah krusial. ”Be the first in the mind of consumer” adalah pengunci kemenangan bersaing.
Anda pasti ingat siapa orang pertama yang mendarat di bulan. Seratus! Neil Armstrong dan Edwin Aldrin. Tapi, pasti Anda tidak tahu siapa orang kelima yang mendarat di bulan.
Managing Partner, Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
SAYA sebut ”branding satelit”, maksudnya memperkokoh brand equity melalui satelit. Ya, itulah yang dilakukan BRI habis-habisan selama dua tahun terakhir. Di mana pun dan kapan pun BRI mengampanyekannya, apalagi beberapa minggu terakhir ini menjelang peluncuran BRIsat 8 Juni 2016 nanti.
Pertanyaannya, seberapa penting branding satelit bagi BRI? Esensi branding adalah diferensiasi, yaitu unique value yang sulit ditiru pesaing. Semakin Anda memiliki unique value, semakin kuat pula brand Anda. Dan, semakin sulit unique value tersebut ditiru pesaing, maka semakin sustainable pula sukses brand Anda. So, bagaimana satelit menciptakan unique value bagi BRI?
Techy
Satelit menjadikan BRI memiliki unbeatable differentiation di antara pesaing-pesaingnya. Ya, karena memiliki dan mengoperasikan satelit sendiri bagi sebuah bank tidaklah gampang. Pertama, biayanya super mahal. Kedua, teknologinya super canggih. Dan ketiga , satelit fit dengan model bisnis BRI yang memosisikan diri sebagai ”bank rakyat” yang melayani seluruh lapisan masyarakat di seluruh pelosok Tanah Air.
Saya pernah membantu BRI merumuskan corporate plan di awal tahun 2000-an. Kalau itu image kuat yang melekat pada bank ini adalah ”bank ndeso ” dengan produk legendaris untuk nasabah pedesaan (seperti Simpedes dan Kupedes) dan jaringan kantor cabang menyebar luas ke desa-desa. Tak sedikit pun image teknologi melekat pada BRI.
Kemudian sejak awal 2000- an itu BRI mulai mengimplementasi aplikasi BRINETS yang menjadi batu loncatan baginya memasuki era ”tech banking”. Memang setelah itu produk dan layanan berbasis teknologi seperti ATM, internet banking, atau mobile banking mengalir deras, namun saya kira masih sulit mengubah image BRI dari ”bank ndeso ” menjadi ”bank techy ”. Nah, satelit menjadi alat branding yang ampuh untuk mengubah image bank pelat merah ini menjadi salah satu bank dengan kemampuan IT terbaik di negeri ini.
Nasionalisme
Satelit juga memperkokoh peran dan image BRI sebagai agen pembangunan (agent of development) khususnya bagi masyarakat di pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air. Melalui kekuatan jaringan layanannya (baik fisik maupun elektronik) BRI memiliki kemampuan luar biasa dalam menjangkau masyarakat pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air untuk mewujudkan financial inclusion dan mengembangkan kewirausahaan desa.
Satelit akan menjadikan BRI lebih powerful untuk menjadi agen distribusi kemakmuran dan pemerataan. Kenapa? Karena masyarakat pedesaan di seluruh pelosok Tanah Air yang selama ini tak tersentuh layanan perbankan (unbank) kini bisa menikmatinya dengan tingkat layanan yang sama dengan masyarakat perkotaan.
Singkatnya, dengan satelit, kini BRI bisa menjangkau yang tak terjangkau, dan melayani yang tak terlayani. Agent of development ini adalah point of differentiation lain bagi BRI yang sulit ditiru oleh pesaing. Ya, karena menjangkau nasabah di negara dengan lebih dari 13.000 pulau seperti Indonesia tidaklah mudah.
Tingkat kesulitan yang luar biasa ini membuat BRI praktis menjadi blue ocean player, alias minim pesaing. Jadi, satelit justru mengarahkan BRI untuk kembali ke khitah menjadi ”bank rakyat” yang melayani seluruh lapisan masyarakat mulai dari petani, nelayan, hingga pedagang kecil di daerah yang selama ini belum tersentuh perbankan.
Inovasi
Unique value terbesar bagi BRI dengan keberadaan satelit tentu saja adalah manfaat riil yang dinikmati nasabahnya, terutama nasabah pedesaan. Dengan konsep integrated payment system misalnya, BRI bisa lebih baik melayani pelaku UMKM di pedesaan dengan menggunakan berbagai bentuk channel layanan seperti EDC wifi, POS wifi, web BRIlink.
BRI juga bisa melakukan edukasi kewirausahaan UMKM dengan menggunakan BRI Vision (televisi siaran terbatas). Saya meramalkan keberadaan teknologi satelit untuk menjangkau masyarakat pelosok pedesaan akan memicu munculnya inovasi-inovasi baik di level produk, layanan, channel, bahkan model bisnis. Inilah yang oleh Prof Prahalad disebut ”innovation at the bottom of the pyramid”.
Berbagai keterbatasan yang dimiliki masyarakat unbank akan men-trigger beragam inovasi untuk menyolusikan masalah dan kebutuhan mereka yang sangat spesifik. Seperti halnya di Grameen Bank, proses learning relationship yang intens antara bank dan nasabah mikro telah menghasilkan inovasi-inovasi luar biasa yang bermanfaat bagi kedua belah pihak.
Be the First
Saya surprise mendengar informasi bahwa ternyata BRI merupakan bank pertama di dunia yang memiliki dan mengoperasikan satelit. Ini tentu merupakan ”harta karun” yang tak ternilai harganya bagi BRI dalam membangun brand reputation, tak hanya di scope nasional tapi juga global. Ingat, di dalam branding, menjadi yang pertama di benak konsumen adalah krusial. ”Be the first in the mind of consumer” adalah pengunci kemenangan bersaing.
Anda pasti ingat siapa orang pertama yang mendarat di bulan. Seratus! Neil Armstrong dan Edwin Aldrin. Tapi, pasti Anda tidak tahu siapa orang kelima yang mendarat di bulan.
(dmd)