DPR Minta ESDM dan PLN Tak Berebut Proyek Listrik 35 Ribu MW
A
A
A
JAKARTA - Anggota Komisi VII DPR Adian Napitupulu meminta Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) dengan PT Perusahaan Listrik Negara (PLN) tidak saling berebut terkait proyek listrik 35.000 MW.
Hal itu terkait rencana Kementerian ESDM yang akan mengambil alih lelang proyek tersebut. Menurutnya, Kementerian ESDM dan PLN harus bekerja sama dan sama sama bekerja sesuai yang diharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga, targer 35.000 MW dapat selesai dalam tiga tahun ke depan.
Dia menuturkan, mengejar pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW selama lima tahun bukan hal mustahil secara teknis. Contohnya, China dalam kurun waktu satu tahun dari 2014 ke 2015 mampu meningkatkan jumlah pembangkit listriknya dari 1.365 giga watt menjadi 1.508 giga watt atau meningkat 143 giga watt.
"Dari contoh tersebut, secara teknis dan teknologi mengejar rata-rata 7.000 megawatt atau 7 giga watt (0,6%) dari yang dibangun China dalam satu tahun sesungguhnya sangat mudah," katanya di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Menurutnya, hal sangat mudah menjadi sangat sulit jika instansi terkait tidak bersinergi dan berbagi peran, melainkan saling berebut melupakan tupoksi masing-masing.
Namun, seluruh instansi terkait akan mampu bekerja sama sesuai arahan Jokowi baik dalam rapat kabinet maupun tertuang dalam Peraturan Presiden. Rencana Kementrian ESDM mengambil alih lelang proyek pembangkit listrik 35.000 MW dari PLN, bisa diibaratkan memaksa orang berjalan tidak dengan kaki, melainkan dengan kepala.
"Yang terjadi bukan mempercepat proyek pembangunan pembangkit listrik tapi malah bisa menggagalkan program. Ilustrasi berjalan dengan kepala, karena Kementrian ESDM berfungsi sebagai regulator. Bukan pelaksana teknis pembangunan pembangkit tenaga listrik," jelasnya.
Setidaknya, lanjut Adian, hal itu yang diharapkan Jokowi sebagaimana tertuang dalam Perpres No 4/2016 Bab 2 pasal 3 ayat 1 tentang Pemerintah Pusat Menugaskan PT PLN (persero) untuk Menyelenggarakan PIK (Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan).
Sementara, Perpres No 4/2016 secara tegas menyatakan bahwa Kementrian ESDM wajib memudahkan kerja PLN dengan melakukan pembinaan bukan mengambil alih penyelenggaraan dan pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam Bab 2 pasal 3 ayat 2 dan 3.
"Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut, maka keinginan Kementrian ESDM untuk mengambil alih proses PIK tersebut jelas melawan kehendak Presiden," tegasnya.
Hal itu terkait rencana Kementerian ESDM yang akan mengambil alih lelang proyek tersebut. Menurutnya, Kementerian ESDM dan PLN harus bekerja sama dan sama sama bekerja sesuai yang diharapkan Presiden Joko Widodo (Jokowi). Sehingga, targer 35.000 MW dapat selesai dalam tiga tahun ke depan.
Dia menuturkan, mengejar pembangunan pembangkit listrik 35.000 MW selama lima tahun bukan hal mustahil secara teknis. Contohnya, China dalam kurun waktu satu tahun dari 2014 ke 2015 mampu meningkatkan jumlah pembangkit listriknya dari 1.365 giga watt menjadi 1.508 giga watt atau meningkat 143 giga watt.
"Dari contoh tersebut, secara teknis dan teknologi mengejar rata-rata 7.000 megawatt atau 7 giga watt (0,6%) dari yang dibangun China dalam satu tahun sesungguhnya sangat mudah," katanya di Jakarta, Rabu (1/6/2016).
Menurutnya, hal sangat mudah menjadi sangat sulit jika instansi terkait tidak bersinergi dan berbagi peran, melainkan saling berebut melupakan tupoksi masing-masing.
Namun, seluruh instansi terkait akan mampu bekerja sama sesuai arahan Jokowi baik dalam rapat kabinet maupun tertuang dalam Peraturan Presiden. Rencana Kementrian ESDM mengambil alih lelang proyek pembangkit listrik 35.000 MW dari PLN, bisa diibaratkan memaksa orang berjalan tidak dengan kaki, melainkan dengan kepala.
"Yang terjadi bukan mempercepat proyek pembangunan pembangkit listrik tapi malah bisa menggagalkan program. Ilustrasi berjalan dengan kepala, karena Kementrian ESDM berfungsi sebagai regulator. Bukan pelaksana teknis pembangunan pembangkit tenaga listrik," jelasnya.
Setidaknya, lanjut Adian, hal itu yang diharapkan Jokowi sebagaimana tertuang dalam Perpres No 4/2016 Bab 2 pasal 3 ayat 1 tentang Pemerintah Pusat Menugaskan PT PLN (persero) untuk Menyelenggarakan PIK (Pembangunan Infrastruktur Ketenagalistrikan).
Sementara, Perpres No 4/2016 secara tegas menyatakan bahwa Kementrian ESDM wajib memudahkan kerja PLN dengan melakukan pembinaan bukan mengambil alih penyelenggaraan dan pelaksanaan sebagaimana tertuang dalam Bab 2 pasal 3 ayat 2 dan 3.
"Berdasarkan Peraturan Presiden tersebut, maka keinginan Kementrian ESDM untuk mengambil alih proses PIK tersebut jelas melawan kehendak Presiden," tegasnya.
(izz)