Industri Jamu Nasional Terkendala Bahan Baku dan Riset
A
A
A
SOLO - President Director PT Air Mancur, Hade Mboi mengatakan, ada sejumlah kendala di lapangan yang dihadapi industri obat tradisional. Pertama adalah suplai dari bahan baku, baik dari ketersediaan jumlah maupun mutunya. Sehingga, industri jamu mengharapkan pemerintah bisa mengkoordinir ketersediaan bahan baku.
“Karena saat ini ada bahan baku saja sudah bersyukur. Sehingga biaya untuk kualitas menjadi lebih mahal,” ungkap Hade Mboi di sela-sela menerima kunjungan kerja Komisi IX DPR RI, Jumat (3/6/2016).
Terkait suplai bahan baku, dibutuhkan dukungan semua pihak dari kalangan pertanian, perkebunan dan stakholder lainnya. Selama ini, bahan baku didapatkan dari petani lokal namun suplainya naik turun. Dengan demikian, sesama industri jamu saling berebut guna mendapatkan bahan baku.
“Untuk itu, perlu langkah strategis yang dikerjakan beramai ramai antara pemerintah, industri, dan tingkatan petani,” terangnya.
Problem lainnya yang dihadapi adalah mengenai riset. Pemerintah diharapkan mendukung karena selama ini telah memiliki badan riset. Dengan demikian, hal itu tinggal dioptimalkan dan hasilnya bisa dishare. Riset diakui membutuhkan biaya mahal dan dibutuhkan saling kerja sama.
Disinggung mengenai serbuan produk luar negeri, pihaknya mengaku tidak takut karena produk mancanegara mengambil market yang lebih tinggi dibanding perusahaan jamu domestik.
Market obat tradisional di pasar domestik dinilai sangat terbuka lebar meski pasar jamu seduh mengalami penurunan. Penyebabnya generasi muda kini tidak menyukai minum jamu seduh karena rasanya tidak enak. Namun begitu, kesadaran masyarakat untuk produk herbal semakin meningkat. “Orang Indonesia harus digalakkan untuk kembali minum jamu,” tegasnya.
Perusahan perusahaan jamu kini berupaya melakukan terobosan agar produknya diterima pasar. Seperti produk Air Mancur yang dulu botol kini mengarah ke kemasan sachet, dan kaplet. Terdapat 15-20 produk sachet dan kaplet yang siap dilempar ke pasaran, termasuk ke arah ekspor.
Sejauh ini, Jamu Air Mancur mengusai 10% pasar jamu di Indonesia. Untuk pengembangan bisnis, mulai tahun ini mulai mereka berekspansi ke dunia ekstraksi yang dinilai sebagai masa depan dunia herbal. Produk ekstraksi dijual busines to busines ke perusahaan obat.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Asman Abnur mengatakan, produk jamu diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu bersaing dengan produk suplemen dari luar negeri. “Kami di DPR RI akan mendukung. Masukan dari industri jamu soal kendala yang dihadapi dalam pengembangan bisnis sangat dibutuhkan,” terang Asman Abnur.
Persoalan persoalan yang dihadapi dapat dari sisi regulasi, perizinan, teknologi atau akses modal ke perbankan. Masukan yang didapatkan nantinya akan menjadi rekomendasi Komisi IX kepada pemerintah agar perhatian ke industri jamu lebih ditingkatkan.
“Karena saat ini ada bahan baku saja sudah bersyukur. Sehingga biaya untuk kualitas menjadi lebih mahal,” ungkap Hade Mboi di sela-sela menerima kunjungan kerja Komisi IX DPR RI, Jumat (3/6/2016).
Terkait suplai bahan baku, dibutuhkan dukungan semua pihak dari kalangan pertanian, perkebunan dan stakholder lainnya. Selama ini, bahan baku didapatkan dari petani lokal namun suplainya naik turun. Dengan demikian, sesama industri jamu saling berebut guna mendapatkan bahan baku.
“Untuk itu, perlu langkah strategis yang dikerjakan beramai ramai antara pemerintah, industri, dan tingkatan petani,” terangnya.
Problem lainnya yang dihadapi adalah mengenai riset. Pemerintah diharapkan mendukung karena selama ini telah memiliki badan riset. Dengan demikian, hal itu tinggal dioptimalkan dan hasilnya bisa dishare. Riset diakui membutuhkan biaya mahal dan dibutuhkan saling kerja sama.
Disinggung mengenai serbuan produk luar negeri, pihaknya mengaku tidak takut karena produk mancanegara mengambil market yang lebih tinggi dibanding perusahaan jamu domestik.
Market obat tradisional di pasar domestik dinilai sangat terbuka lebar meski pasar jamu seduh mengalami penurunan. Penyebabnya generasi muda kini tidak menyukai minum jamu seduh karena rasanya tidak enak. Namun begitu, kesadaran masyarakat untuk produk herbal semakin meningkat. “Orang Indonesia harus digalakkan untuk kembali minum jamu,” tegasnya.
Perusahan perusahaan jamu kini berupaya melakukan terobosan agar produknya diterima pasar. Seperti produk Air Mancur yang dulu botol kini mengarah ke kemasan sachet, dan kaplet. Terdapat 15-20 produk sachet dan kaplet yang siap dilempar ke pasaran, termasuk ke arah ekspor.
Sejauh ini, Jamu Air Mancur mengusai 10% pasar jamu di Indonesia. Untuk pengembangan bisnis, mulai tahun ini mulai mereka berekspansi ke dunia ekstraksi yang dinilai sebagai masa depan dunia herbal. Produk ekstraksi dijual busines to busines ke perusahaan obat.
Wakil Ketua Komisi IX DPR RI Asman Abnur mengatakan, produk jamu diharapkan bisa menjadi tuan rumah di negeri sendiri dan mampu bersaing dengan produk suplemen dari luar negeri. “Kami di DPR RI akan mendukung. Masukan dari industri jamu soal kendala yang dihadapi dalam pengembangan bisnis sangat dibutuhkan,” terang Asman Abnur.
Persoalan persoalan yang dihadapi dapat dari sisi regulasi, perizinan, teknologi atau akses modal ke perbankan. Masukan yang didapatkan nantinya akan menjadi rekomendasi Komisi IX kepada pemerintah agar perhatian ke industri jamu lebih ditingkatkan.
(ven)