Kemenkeu Diminta Tak Boros Belanjakan Anggaran
A
A
A
JAKARTA - Direktur Center for Budget Analiysis (CBA) Uchok Sky Khadafi mengimbau agar pemerintah terutama Kementerian Keuangan (Kemenkeu) tidak boros dalam membelanjakan anggaran. Hal ini akan berdampak pada pembengkakan anggaran yang seharusnya bisa ditekan.
"Kita minta, mereka jangan boros. Kalau perlu harus dilakukan pemeriksaan secara intensif dan fokus," ucap Uchok dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Dia mengaku setelah mencermati hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal tidak wajar.
Misalnya, ditemukan pemborosan sebesar Rp13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp43,52 miliar. Kemudian kelebihan pembayaran sebesar Rp4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp35,15 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya pengadaan barang tidak sesuai spesifkasi kontrak sebesar 725,75 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp5,32 miliar.
Selanjutnya, juga ada potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp466,5 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak Rp8 miliar. "Sayangnya, banyak kesalahan dalam perencanaan dan realisasi anggarannya, sehingga timbul modus pemborosan dan dugaan manipulasi atas belanja barang tersebut," ujarnya.
Dia mencontohkan, ada pengadaan barang berupa anti virus McAffe sebanyak 24.000 lisensi. Dari 24.000 lisensi ini hanya sebanyak 10.056 lisensi yang digunakan sampai 29 september 2014.
"Berarti ada sebanyak 12.715 lisensi sekitar Rp1,97 miliar belum dimanfaatkan atau pemborosan anggaran yang susah dimaafkan. Kalau nilai satu lisensi pertahun sebesar Rp162.000," bebernya.
Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan lisensi microsoft office professional plus sebanyak 1.500 lisensi. Tapi yang baru dipakai sebanyak 10 lisensi, dan belum dimanfaatkan sebanyak 1.490 lisensi.
"Atau ada pemborosan sekitar Rp6,61 miliar yang tidak masuk akal. Kalau berdasarkan kontrak diketahui satu lisensi senilai Rp4,43 juta," kata Uchok.
Kemudian, dalam pengadaan mesin jilid kawat untuk Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tahun 2013 senilai Rp1,9 miliar yang dilaksanakan oleh CV PP, diketahui terdapat lima item barang optimal yang belum ada atau tersedia.
"Dengan demikian, terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp1,9 miliar bila belum diserahkan lima item optimal tersebut," tutupnya.
"Kita minta, mereka jangan boros. Kalau perlu harus dilakukan pemeriksaan secara intensif dan fokus," ucap Uchok dalam rilisnya di Jakarta, Rabu (8/6/2016).
Dia mengaku setelah mencermati hasil pemeriksaan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), pada belanja barang dan belanja modal di lingkungan Sekretaris Jenderal dan Ditjen Perbendaharaan Tahun Anggaran 2013-2014 ditemukan banyak hal tidak wajar.
Misalnya, ditemukan pemborosan sebesar Rp13,22 miliar untuk sembilan pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp43,52 miliar. Kemudian kelebihan pembayaran sebesar Rp4,88 miliar untuk enam pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp35,15 miliar.
Selain itu, BPK juga menemukan adanya pengadaan barang tidak sesuai spesifkasi kontrak sebesar 725,75 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak sebesar Rp5,32 miliar.
Selanjutnya, juga ada potensi kelebihan pembayaran sebesar Rp466,5 juta untuk satu pengadaan dengan nilai kontrak Rp8 miliar. "Sayangnya, banyak kesalahan dalam perencanaan dan realisasi anggarannya, sehingga timbul modus pemborosan dan dugaan manipulasi atas belanja barang tersebut," ujarnya.
Dia mencontohkan, ada pengadaan barang berupa anti virus McAffe sebanyak 24.000 lisensi. Dari 24.000 lisensi ini hanya sebanyak 10.056 lisensi yang digunakan sampai 29 september 2014.
"Berarti ada sebanyak 12.715 lisensi sekitar Rp1,97 miliar belum dimanfaatkan atau pemborosan anggaran yang susah dimaafkan. Kalau nilai satu lisensi pertahun sebesar Rp162.000," bebernya.
Hal yang sama juga terjadi dalam pengadaan lisensi microsoft office professional plus sebanyak 1.500 lisensi. Tapi yang baru dipakai sebanyak 10 lisensi, dan belum dimanfaatkan sebanyak 1.490 lisensi.
"Atau ada pemborosan sekitar Rp6,61 miliar yang tidak masuk akal. Kalau berdasarkan kontrak diketahui satu lisensi senilai Rp4,43 juta," kata Uchok.
Kemudian, dalam pengadaan mesin jilid kawat untuk Sekretariat Jenderal Kementerian Keuangan tahun 2013 senilai Rp1,9 miliar yang dilaksanakan oleh CV PP, diketahui terdapat lima item barang optimal yang belum ada atau tersedia.
"Dengan demikian, terdapat potensi kerugian negara sebesar Rp1,9 miliar bila belum diserahkan lima item optimal tersebut," tutupnya.
(izz)