Menteri Susi Safari Bahari Dengar Keluhan Masyarakat Pesisir
A
A
A
JAKARTA - Menteri Kelautan dan Perikanan Susi Pudjiastuti telah melakukan, safari bahari di Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) sejak 9 Juni 2016 dengan berlayar di perairan Flores (laut Sawu) menggunakan KRI Untung Suropati 372 milik TNI AL. Dalam lawatannya tersebut, mantan Bos Susi Air ini menerima berbagai curhatan dari masyarakat pesisir, baik nelayan maupun masyarakat pembudidaya ikan dan rumput laut.
Dia menerangkan keluhan yang disampaikan mulai dari kualitas rumput laut yang menurun, pembatasan solar, kapal dan alat tangkap hingga tidak adanya pasar untuk menjual ikan. Masyarakat juga mengeluhkan kurangnya sarana untuk menjemur hasil panen rumput laut dan mengharapkan bantuan tempat jemur permanen.
(Baca Juga: Menteri Susi Kembali Ancam Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan)
"Itu bisa disiasati dengan para-para yang terbuat dari bambu," katanya seperti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (12/6/2016).
Tak hanya itu, warga juga mengeluhkan tidak adanya gudang untuk menampung rumput laut kering saat musim panen tiba, serta menghendaki pemerintah membuat pabrik agar bisa dipasarkan dengan harga yang lebih baik. Namun menteri nyentrik ini justru berpendapat bahwa belum perlu membangun pabrik.
Pasalnya produksi rumput laut yang dihasilkan terhitung masih sedikit, yakni hanya 270 ton per tahun. Sementara itu jika dibandingkan dengan Waingapu di Sumba Timur, rumput laut yang dihasilkan Babokerong relatif lebih rendah kualitasnya. "Saya lihat tadi rumput lautnya kurang bagus, tidak seperti di Waingapu," imbuh dia.
Meski begitu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menambahkan, pihaknya akan membangun laboratorium kultur jaringan (kuljar) untuk memperbaiki kualitas bibit dan menyalurkan bantuan 400 unit kebun bibit rumput laut senilai Rp900 juta.
"Nanti akan ada 4 kawasan yang menjadi lokasi sasaran, juga ada bantuan sarana dan prasarana budidaya senilai Rp 735 juta," tandasnya.
Selama 4 hari, Susi singgah di tiga wilayah NTT yakni Larantuka, Lembata dan berakhir di Kupang untuk meninjau situasi dan kondisi perairan Flores (laut Sawu) dan menggali permasalahan masyarakat nelayan di ketiga wilayah yang disinggahi.
Dia menerangkan keluhan yang disampaikan mulai dari kualitas rumput laut yang menurun, pembatasan solar, kapal dan alat tangkap hingga tidak adanya pasar untuk menjual ikan. Masyarakat juga mengeluhkan kurangnya sarana untuk menjemur hasil panen rumput laut dan mengharapkan bantuan tempat jemur permanen.
(Baca Juga: Menteri Susi Kembali Ancam Tenggelamkan Kapal Pencuri Ikan)
"Itu bisa disiasati dengan para-para yang terbuat dari bambu," katanya seperti dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (12/6/2016).
Tak hanya itu, warga juga mengeluhkan tidak adanya gudang untuk menampung rumput laut kering saat musim panen tiba, serta menghendaki pemerintah membuat pabrik agar bisa dipasarkan dengan harga yang lebih baik. Namun menteri nyentrik ini justru berpendapat bahwa belum perlu membangun pabrik.
Pasalnya produksi rumput laut yang dihasilkan terhitung masih sedikit, yakni hanya 270 ton per tahun. Sementara itu jika dibandingkan dengan Waingapu di Sumba Timur, rumput laut yang dihasilkan Babokerong relatif lebih rendah kualitasnya. "Saya lihat tadi rumput lautnya kurang bagus, tidak seperti di Waingapu," imbuh dia.
Meski begitu Direktur Jenderal Perikanan Budidaya KKP Slamet Soebjakto menambahkan, pihaknya akan membangun laboratorium kultur jaringan (kuljar) untuk memperbaiki kualitas bibit dan menyalurkan bantuan 400 unit kebun bibit rumput laut senilai Rp900 juta.
"Nanti akan ada 4 kawasan yang menjadi lokasi sasaran, juga ada bantuan sarana dan prasarana budidaya senilai Rp 735 juta," tandasnya.
Selama 4 hari, Susi singgah di tiga wilayah NTT yakni Larantuka, Lembata dan berakhir di Kupang untuk meninjau situasi dan kondisi perairan Flores (laut Sawu) dan menggali permasalahan masyarakat nelayan di ketiga wilayah yang disinggahi.
(akr)