Disrupt Yourself or Someone Else Will
A
A
A
JAKARTA - Saya baru menyelesaikan riset dan penulisan buku DISRUPT ! ”Gonjang Industri Komunikasi dan Strategi Memenangkannya ” (Gramedia, 2016). Buku yang ditulis bersama Maya Watono dan Adji Watono, pemilik Dwi Sapta, agensi komunikasi lokal terbesar di Tanah Air, itu membahas disrupsi yang terjadi di industri agensi komunikasi (periklanan) kita selama 10 tahun terakhir.
Seperti kita tahu, selama 10 tahun terakhir banyak agensi periklanan di Tanah Air terkena gelombang empat disrupsi: disrupsi model bisnis, disrupsi media, disrupsi digital, disrupsi konsumen. Biayanya sangat besar karena begitu banyak pemain yang kolaps bahkan mati berguguran terdisrupsi oleh pemain-pemain lama maupun baru yang lebih relevan dengan kondisi ”new normal ” pascadisrupsi.
Harap diketahui, berkat disrupsi tersebut industri periklanan kita saat ini telah didominasi oleh raksasa-raksasa asing seperti WPP, Havas, atau Dentsu. Dari kasus disrupsi yang tejadi di industri periklanan tersebut saya jadi berpikir pentingnya kita mendisrupsi perusahaan atau organisasi kita sebelum orang lain melakukannya.
”Disrupt yourself or someone else will .” Dari buku tersebut saya kepikiran, kita harus selalu paranoid dan gelisah untuk mendisrupsi diri sendiri. Itu lebih baik daripada orang lain yang melakukannya. So , bagaimana untuk melakukannya? Inilah beberapa pelajaran berharga yang saya dapat selama melakukan riset dan menulis buku tersebut.
#1. Dont Ignore the Signals
Ketika mendapati sinyal- sinyal disrupsi muncul, maka Anda tak boleh mengabaikannya. Anda harus super serius memikirkannya di mana pun dan kapan pun. Sinyal disrupsi adalah pucuk gunung es kecil di tengah laut luas, sementara sumber disrupsi adalah bongkahan es raksasa yang justru ada di laut dalam. Nah, ketika sinyal disrupsi datang, Anda harus menelusur jauh untuk mengurai dan mencari sumber musababnya.
Dengan mengurai sumber disrupsi, maka Anda akan lebih tajam mengenali bagaimana disrupsi terjadi, dan kemudian menemukan model bisnis baru untuk menjinakkannya. Sinyal - sinyal disrupsi di industri agensi komunikasi antara lain terlihat dari adanya perang harga antaragensi yang kemudian menggerus profit .
Sinyal disrupsi juga terlihat dari munculnya latent competitors seperti Google atau Facebook yang cerdik mencuri pasar. Begitu juga munculnya platform baru seperti programatic buying yang menggunakan robot (algoritma) dalam proses belanja media. Ingat, radar harus Anda pasang untuk menangkap sinyal-sinyal halus tersebut.
#2. Break with the Past
Anda harus pintar-pintar ”mengambil jarak” dengan segudang kesuksesan Anda di masa lalu. Kesuksesan di masa lalu membuat kita mabuk kepayang dan terlena. Kesuksesan masa lalu membuat kita merasa menjadi paling hebat dan paling benar. Kesuksesan masa lalu membuat kita gampang tersinggung ketika diingatkan dan dikritik.
Dan yang paling parah, kesuksesan masa lalu membuat kita susah mengadopsi paradigma baru. Kita begitu sulit meninggalkan paradigma lama atau model bisnis lama karena itulah yang membikin kita sukses di masa-masa sebelumnya. Begitu sinyal-sinyal disrupsi muncul, Anda harus berani ”memutus hubungan” dengan masa lalu Anda yang gilanggemilang.
#3. Yes We Can!!!
Disrupsi selalu menghasilkan paradigma dan model bisnis baru yang sama sekali lain dengan sebelumnya. Karena itu, jangan sampai Anda memblok pikiran Anda dengan mengatakan ”Kami tidak bisa karena itu di luar bidang kemampuan kami” atau ”Kami tak mungkin bisa karena itu tak ada hubungan dengan bisnis yang selama ini kami tekuni”.
Ambil contoh operator taksi yang didisrupsi perusahaan teknologi seperti Uber atau Grab. Tidak bisa mereka menyangkal dengan mengatakan, ”kami tidak bisa karena kompetensi kami adalah mengelola armada taksi, bukan membuat aplikasi”. Disrupsi tak bisa dijinakkan dengan jawaban ”kami tidak bisa”. Disrupsi hanya bisa dimenangkan dengan jawaban ”Kami harus bisa!!!”
#4. Destroy the Core
Ini yang paling menyakitkan. Ketika sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda harus berani menghancurkan core model bisnis Anda yang bakal tak relevan lagi, dan kemudian menggantikannya dengan yang sama sekali baru. Inilah pilihan tersulit karena di masa lampau model bisnis tersebut sangat berjasa membesarkan Anda, dan kini dengan begitu kejam harus Anda bunuh.
Berbicara membunuh model bisnis lama, pernyataan Sir Martin Sorrel (CEO WPP, agensi periklanan terbesar di dunia) beberapa waktu lalu menjadi sangat pas. Bulan Mei lalu Sorrell mengatakan: ”WeWere not in the advertising business anymore .” Pernyataan itu seperti sambaran petir karena diucapkan oleh CEO agensi periklanan terbesar di dunia saat ini.
Melalui pernyataannya yang kontroversial, Sorrel mengajak seluruh insan WPP untuk meninggalkan model bisnis lama yang telah usang dan masuk ke yang baru. Sorrel merusak model bisnis lama yang tak relevan lagi dan menciptakan model bisnis baru yang bakal menjadi pilar kesuksesan di masa depan.
#5. Reborn! Don#5. Reborn! Dont be Affraid to Reinvent Yourself
Terakhir, jangan pernah takut untuk terlahir kembali. Temukan bisnis Anda kembali di atas fondasi model bisnis yang baru, yang mungkin sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Jadilah seperti ular yang bisa terus mlungsungi untuk memperbarui diri. Disrupsi kini telah menjadi keseharian kita. Kita tak mungkin lagi lari menghindarinya. Maka, pilihannya cuma ada satu: ”Disrupt yourself or someone else will .”
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
Seperti kita tahu, selama 10 tahun terakhir banyak agensi periklanan di Tanah Air terkena gelombang empat disrupsi: disrupsi model bisnis, disrupsi media, disrupsi digital, disrupsi konsumen. Biayanya sangat besar karena begitu banyak pemain yang kolaps bahkan mati berguguran terdisrupsi oleh pemain-pemain lama maupun baru yang lebih relevan dengan kondisi ”new normal ” pascadisrupsi.
Harap diketahui, berkat disrupsi tersebut industri periklanan kita saat ini telah didominasi oleh raksasa-raksasa asing seperti WPP, Havas, atau Dentsu. Dari kasus disrupsi yang tejadi di industri periklanan tersebut saya jadi berpikir pentingnya kita mendisrupsi perusahaan atau organisasi kita sebelum orang lain melakukannya.
”Disrupt yourself or someone else will .” Dari buku tersebut saya kepikiran, kita harus selalu paranoid dan gelisah untuk mendisrupsi diri sendiri. Itu lebih baik daripada orang lain yang melakukannya. So , bagaimana untuk melakukannya? Inilah beberapa pelajaran berharga yang saya dapat selama melakukan riset dan menulis buku tersebut.
#1. Dont Ignore the Signals
Ketika mendapati sinyal- sinyal disrupsi muncul, maka Anda tak boleh mengabaikannya. Anda harus super serius memikirkannya di mana pun dan kapan pun. Sinyal disrupsi adalah pucuk gunung es kecil di tengah laut luas, sementara sumber disrupsi adalah bongkahan es raksasa yang justru ada di laut dalam. Nah, ketika sinyal disrupsi datang, Anda harus menelusur jauh untuk mengurai dan mencari sumber musababnya.
Dengan mengurai sumber disrupsi, maka Anda akan lebih tajam mengenali bagaimana disrupsi terjadi, dan kemudian menemukan model bisnis baru untuk menjinakkannya. Sinyal - sinyal disrupsi di industri agensi komunikasi antara lain terlihat dari adanya perang harga antaragensi yang kemudian menggerus profit .
Sinyal disrupsi juga terlihat dari munculnya latent competitors seperti Google atau Facebook yang cerdik mencuri pasar. Begitu juga munculnya platform baru seperti programatic buying yang menggunakan robot (algoritma) dalam proses belanja media. Ingat, radar harus Anda pasang untuk menangkap sinyal-sinyal halus tersebut.
#2. Break with the Past
Anda harus pintar-pintar ”mengambil jarak” dengan segudang kesuksesan Anda di masa lalu. Kesuksesan di masa lalu membuat kita mabuk kepayang dan terlena. Kesuksesan masa lalu membuat kita merasa menjadi paling hebat dan paling benar. Kesuksesan masa lalu membuat kita gampang tersinggung ketika diingatkan dan dikritik.
Dan yang paling parah, kesuksesan masa lalu membuat kita susah mengadopsi paradigma baru. Kita begitu sulit meninggalkan paradigma lama atau model bisnis lama karena itulah yang membikin kita sukses di masa-masa sebelumnya. Begitu sinyal-sinyal disrupsi muncul, Anda harus berani ”memutus hubungan” dengan masa lalu Anda yang gilanggemilang.
#3. Yes We Can!!!
Disrupsi selalu menghasilkan paradigma dan model bisnis baru yang sama sekali lain dengan sebelumnya. Karena itu, jangan sampai Anda memblok pikiran Anda dengan mengatakan ”Kami tidak bisa karena itu di luar bidang kemampuan kami” atau ”Kami tak mungkin bisa karena itu tak ada hubungan dengan bisnis yang selama ini kami tekuni”.
Ambil contoh operator taksi yang didisrupsi perusahaan teknologi seperti Uber atau Grab. Tidak bisa mereka menyangkal dengan mengatakan, ”kami tidak bisa karena kompetensi kami adalah mengelola armada taksi, bukan membuat aplikasi”. Disrupsi tak bisa dijinakkan dengan jawaban ”kami tidak bisa”. Disrupsi hanya bisa dimenangkan dengan jawaban ”Kami harus bisa!!!”
#4. Destroy the Core
Ini yang paling menyakitkan. Ketika sinyal-sinyal disrupsi muncul, maka Anda harus berani menghancurkan core model bisnis Anda yang bakal tak relevan lagi, dan kemudian menggantikannya dengan yang sama sekali baru. Inilah pilihan tersulit karena di masa lampau model bisnis tersebut sangat berjasa membesarkan Anda, dan kini dengan begitu kejam harus Anda bunuh.
Berbicara membunuh model bisnis lama, pernyataan Sir Martin Sorrel (CEO WPP, agensi periklanan terbesar di dunia) beberapa waktu lalu menjadi sangat pas. Bulan Mei lalu Sorrell mengatakan: ”WeWere not in the advertising business anymore .” Pernyataan itu seperti sambaran petir karena diucapkan oleh CEO agensi periklanan terbesar di dunia saat ini.
Melalui pernyataannya yang kontroversial, Sorrel mengajak seluruh insan WPP untuk meninggalkan model bisnis lama yang telah usang dan masuk ke yang baru. Sorrel merusak model bisnis lama yang tak relevan lagi dan menciptakan model bisnis baru yang bakal menjadi pilar kesuksesan di masa depan.
#5. Reborn! Don#5. Reborn! Dont be Affraid to Reinvent Yourself
Terakhir, jangan pernah takut untuk terlahir kembali. Temukan bisnis Anda kembali di atas fondasi model bisnis yang baru, yang mungkin sama sekali berbeda dengan sebelumnya. Jadilah seperti ular yang bisa terus mlungsungi untuk memperbarui diri. Disrupsi kini telah menjadi keseharian kita. Kita tak mungkin lagi lari menghindarinya. Maka, pilihannya cuma ada satu: ”Disrupt yourself or someone else will .”
YUSWOHADY
Managing Partner, Inventure
www.yuswohady.com
@yuswohady
(akr)