Holding Pertamina-PGN Bisa Jalan Tanpa Restu DPR
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) memastikan, pembentukan holding antara PT Pertamina (Persero) dan PT Perusahaan Gas Negara (Persero) Tbk (PGN) masih dapat berjalan meski tanpa persetujuan DPR. Saat ini, rencana penyatuan dua BUMN tersebut masih menunggu rancangan peraturan pemerintah (RPP) disahkan.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, saat ini draf RPP tersebut masih dalam pembahasan di Sekretaris Negara (Setneg). Menurutnya, pengalihan aset dari PGN ke Pertamina bisa dilakukan tanpa restu DPR.
"Saya ikut ahli di sana (Setneg), kalau itu secara UU pemerintah, itukan proses bukan hanya kedeputian saja tapi antar kementerian. Keputusannya dari ahli ini mengatakan ini bisa dilakukan tanpa ada proses persetujuan DPR," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Edwin menuturkan, dalam draf RPP tersebut memang tidak ada kalimat yang menyatakan Pertamina dan PGN akan dibentuk holding, hanya disebutkan aset PGN akan dialihkan ke Pertamina. Kendati demikian, dia menilai pengalihan aset tersebut sejatinya merupakan bentuk holding strategis (strategic holding) yang dilakukan dua perusahaan pelat merah tersebut.
(Baca: EWI Ingatkan Ada Konspirasi Gagalkan Holding BUMN)
"Kita pakai Pertamina, saham PGN kita taruh ke Pertamina. Pertamina berfungsi sebagai strategic holding-nya untuk sektor migas. Enggak usah kita sebut holding. Yang penting PP nanti itu penambahan saham negara di Pertamina melalui inbreng saham PGN," imbuh dia.
Menurutnya, pembentukan holding Pertamina-PGN ini tidak hanya akan memperbesar modal Pertamina selaku induk holding. Melainkan, lebih jauh akan memperkuat sektor energi nasional.
"Ya enggak nambah modal pertamina. Tapi memperkuat sektor migas. Tambah modal itu cuma akibat saja. Yang penting penguatan sektor migas. Semua yang ada itu satu line Pertamina-PGN. Sudah tidak ada lagi dualisme," tandasnya.
Deputi Bidang Usaha Energi, Logistik, Kawasan dan Pariwisata Kementerian BUMN, Edwin Hidayat Abdullah mengatakan, saat ini draf RPP tersebut masih dalam pembahasan di Sekretaris Negara (Setneg). Menurutnya, pengalihan aset dari PGN ke Pertamina bisa dilakukan tanpa restu DPR.
"Saya ikut ahli di sana (Setneg), kalau itu secara UU pemerintah, itukan proses bukan hanya kedeputian saja tapi antar kementerian. Keputusannya dari ahli ini mengatakan ini bisa dilakukan tanpa ada proses persetujuan DPR," katanya di Gedung DPR/MPR RI, Jakarta, Senin (20/6/2016).
Edwin menuturkan, dalam draf RPP tersebut memang tidak ada kalimat yang menyatakan Pertamina dan PGN akan dibentuk holding, hanya disebutkan aset PGN akan dialihkan ke Pertamina. Kendati demikian, dia menilai pengalihan aset tersebut sejatinya merupakan bentuk holding strategis (strategic holding) yang dilakukan dua perusahaan pelat merah tersebut.
(Baca: EWI Ingatkan Ada Konspirasi Gagalkan Holding BUMN)
"Kita pakai Pertamina, saham PGN kita taruh ke Pertamina. Pertamina berfungsi sebagai strategic holding-nya untuk sektor migas. Enggak usah kita sebut holding. Yang penting PP nanti itu penambahan saham negara di Pertamina melalui inbreng saham PGN," imbuh dia.
Menurutnya, pembentukan holding Pertamina-PGN ini tidak hanya akan memperbesar modal Pertamina selaku induk holding. Melainkan, lebih jauh akan memperkuat sektor energi nasional.
"Ya enggak nambah modal pertamina. Tapi memperkuat sektor migas. Tambah modal itu cuma akibat saja. Yang penting penguatan sektor migas. Semua yang ada itu satu line Pertamina-PGN. Sudah tidak ada lagi dualisme," tandasnya.
(ven)