Pembentukan Holding BUMN Tak Perlu Ditakuti
A
A
A
JAKARTA - Guru Besar Hukum Internasional Universitas Indonesia Profesor Hikmahanto Juwana mengatakan, rencana pemerintah membentuk holding BUMN sebagai hal lumrah dan tak perlu ditakutkan.
Menurutnya, pembentukan holding semacam itu tidak berbeda dengan restrukturisasi perusahaan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
"Ini (pembentukan holding) seperti restrukturisasai perusahan biasa. Ini hal wajar, supaya BUMN bisa lebih tajam dan lincah dalam menjalankan bisnisnya," kata dia dalam rilisnya, Sabtu (25/6/2016).
Hikmahanto menilai, sangat berlebihan jika banyak pihak merasa khawatir dengan pembentukan holding. Termasuk, jika terdapat kalangan yang mengatakan bahwa pembentukan holding sama seperti layaknya pemerintah yang membunuh Indosat dahulu. "Itu sangat berlebihan, karena tidak bisa disamakan dengan Indosat," imbuhnya.
Pembentukan holding memang sudah lumrah, termasuk di berbagai negara. Contohnya di Singapura dan Malaysia, bahkan selain sub holding untuk tingkat BUMN, juga terdapat super holding yakni untuk tingkat kementerian.
Sementara di Indonesia, pembentukan holding sebenarnya sudah dilakukan, untuk bidang pupuk dan semen. "Hasilnya, pembentukan holding pupuk dan semen tersebut terbukti sangat positif dan menjadikan BUMN-BUMN menjadi lebih lincah dan tidak bersaing satu sama lain di bidang industri yang sama," kata dia.
Karena, pembentukan holding merupakan hal wajar, maka pembentukannya pun cukup melalui Peraturan Pemerintah (PP). Kecuali jika hendak membentuk super holding di tingkat kementerian, barulah diperlukan UU.
Di tengah carut-marutnya pengelolaan migas tanah air, pembentukan holding BUMN sektor migas sangat mendesak. "Selain bisa memperbaiki tata kelola migas, pembentukan holding juga meningkatkan efisiensi dan meningkatkan sumbangan negara dalam bentuk dividen," imbuhnya.
Untuk sektor migas, pembentukan holding BUMN sektor ini sangat positif. Hal itu juga bisa mengurangi, tingginya tingkat ketakutan para direksi atau CEO BUMN, seperti yang terrjadi saat ini. Saat ini, banyak direksi BUMN takut mengambil keputusan.
Pasalnya, jika keputusan bisnis yang diambil kemudian membuat BUMN rugi, maka hal itu dianggap sebagai kerugian negara.
"Dengan adanya sub holding (holding di tingkat BUMN), maka penyertaan pemerintah berada di sub holding dan tidak tidak berada di anak perusahaan. Dengan demikian perusahaan bisa menjalankan kegiatan-kegiatan selayaknya pelaku-pelaku bisnis lain, tanpa takut dianggap merugikan keuangan negara," pungkas Hikmahanto.
Menurutnya, pembentukan holding semacam itu tidak berbeda dengan restrukturisasi perusahaan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja perusahaan.
"Ini (pembentukan holding) seperti restrukturisasai perusahan biasa. Ini hal wajar, supaya BUMN bisa lebih tajam dan lincah dalam menjalankan bisnisnya," kata dia dalam rilisnya, Sabtu (25/6/2016).
Hikmahanto menilai, sangat berlebihan jika banyak pihak merasa khawatir dengan pembentukan holding. Termasuk, jika terdapat kalangan yang mengatakan bahwa pembentukan holding sama seperti layaknya pemerintah yang membunuh Indosat dahulu. "Itu sangat berlebihan, karena tidak bisa disamakan dengan Indosat," imbuhnya.
Pembentukan holding memang sudah lumrah, termasuk di berbagai negara. Contohnya di Singapura dan Malaysia, bahkan selain sub holding untuk tingkat BUMN, juga terdapat super holding yakni untuk tingkat kementerian.
Sementara di Indonesia, pembentukan holding sebenarnya sudah dilakukan, untuk bidang pupuk dan semen. "Hasilnya, pembentukan holding pupuk dan semen tersebut terbukti sangat positif dan menjadikan BUMN-BUMN menjadi lebih lincah dan tidak bersaing satu sama lain di bidang industri yang sama," kata dia.
Karena, pembentukan holding merupakan hal wajar, maka pembentukannya pun cukup melalui Peraturan Pemerintah (PP). Kecuali jika hendak membentuk super holding di tingkat kementerian, barulah diperlukan UU.
Di tengah carut-marutnya pengelolaan migas tanah air, pembentukan holding BUMN sektor migas sangat mendesak. "Selain bisa memperbaiki tata kelola migas, pembentukan holding juga meningkatkan efisiensi dan meningkatkan sumbangan negara dalam bentuk dividen," imbuhnya.
Untuk sektor migas, pembentukan holding BUMN sektor ini sangat positif. Hal itu juga bisa mengurangi, tingginya tingkat ketakutan para direksi atau CEO BUMN, seperti yang terrjadi saat ini. Saat ini, banyak direksi BUMN takut mengambil keputusan.
Pasalnya, jika keputusan bisnis yang diambil kemudian membuat BUMN rugi, maka hal itu dianggap sebagai kerugian negara.
"Dengan adanya sub holding (holding di tingkat BUMN), maka penyertaan pemerintah berada di sub holding dan tidak tidak berada di anak perusahaan. Dengan demikian perusahaan bisa menjalankan kegiatan-kegiatan selayaknya pelaku-pelaku bisnis lain, tanpa takut dianggap merugikan keuangan negara," pungkas Hikmahanto.
(izz)