Minyak Dunia Tak Kunjung Pulih, Shell Jual Aset di Laut Utara
A
A
A
LONDON - Kepala Eksekutif Royal Dutch Shell Ben van Beurden mengaku tengah mempertimbangkan menjual aset di Laut Utara ketika harga minyak mentah dunia masih berada dalam tren negatif. Dia menerangkan masih mengkaji opsi menjual kilang tua dan lainnya ditutup.
Meski begitu dia menegaskan untuk pembayaran dividen perusahaan dipastikan aman, di tengah kondisi sulit perusahaan-perusahaan minyak dunia. Dengan pembayaran dividen tahunan sebesar USD15 miliar, Shell tercatat sebagai pembayar dividen terbesar di antara perusahaan-perusahaan Inggris.
Beberapa pihak kini meragukan Shell dapat melakukan hal serupa yakni membayarkan dividen saat harga minyak dunia terpuruk dikisaran level USD49 per barel. Bahkan pada awal tahun, Januari lalu harga minyak mentah Brent Laut Utara ambruk di bawah USD 28 per barel untuk menjadi posisi terburuk sejak 2003.
Sejak saat itu harga minyak mentah dunia memang berangsur pulih untuk berada pada sekitar level USD50 per barel, tapi masih jauh di bandingkan periode Juni 2014 yang sempat menembus USD115 per barel. Merespons kejatuhan harga minyak dunia, Shell mengumumkan akan menjual aset senilai USD30 miliar dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawan.
Pilihan realistis, Van Beurden mengatakan kepada BBCnews, Senin (4/7/2016) bahwa Shell "harus mengambil langkah melihat kembali aset di Laut Utara. Beberapa dari mereka berada di decommissioning mode, seperti Brent. Ini menjadikannya semua lamban. Mungkin karena itu lebih baik tidak dimiliki perusahaan untuk menjadi lebih efisien," terangnya.
"Dan dalam kasus lain, kita mungkin akan untuk mempertimbangkan kembali reinvesting di dalamnya, atau mungkin memberi mereka sewa lain," tandasnya.
Meski begitu dia menegaskan untuk pembayaran dividen perusahaan dipastikan aman, di tengah kondisi sulit perusahaan-perusahaan minyak dunia. Dengan pembayaran dividen tahunan sebesar USD15 miliar, Shell tercatat sebagai pembayar dividen terbesar di antara perusahaan-perusahaan Inggris.
Beberapa pihak kini meragukan Shell dapat melakukan hal serupa yakni membayarkan dividen saat harga minyak dunia terpuruk dikisaran level USD49 per barel. Bahkan pada awal tahun, Januari lalu harga minyak mentah Brent Laut Utara ambruk di bawah USD 28 per barel untuk menjadi posisi terburuk sejak 2003.
Sejak saat itu harga minyak mentah dunia memang berangsur pulih untuk berada pada sekitar level USD50 per barel, tapi masih jauh di bandingkan periode Juni 2014 yang sempat menembus USD115 per barel. Merespons kejatuhan harga minyak dunia, Shell mengumumkan akan menjual aset senilai USD30 miliar dan melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK) ribuan karyawan.
Pilihan realistis, Van Beurden mengatakan kepada BBCnews, Senin (4/7/2016) bahwa Shell "harus mengambil langkah melihat kembali aset di Laut Utara. Beberapa dari mereka berada di decommissioning mode, seperti Brent. Ini menjadikannya semua lamban. Mungkin karena itu lebih baik tidak dimiliki perusahaan untuk menjadi lebih efisien," terangnya.
"Dan dalam kasus lain, kita mungkin akan untuk mempertimbangkan kembali reinvesting di dalamnya, atau mungkin memberi mereka sewa lain," tandasnya.
(akr)