Orang Kaya Asia Beralih ke Bank Swasta Setelah Brexit
A
A
A
SINGAPURA - Kendati Brexit telah berlalu hampir sebulan, namun ketidakpastian ekonomi Amerika Serikat dan China, serta volatilitas mata uang mendorong banyak investor mencari nasihat profesional. Hal ini pula yang membuat orang-orang kaya di Asia meminta bank-bank swasta untuk mengelola kekayaan mereka di tengah meningkatnya volatilitas di pasar keuangan.
Melansir Bloomberg, Jumat (15/7/2016), kondisi di atas merupakan hasil survei terbaru yang membuat perusahaan-perusahaan seperti UBS Group AG dan Credit Suisse Group AG memperluas bisnis mereka di wilayah Asia.
Dalam rilis yang dikeluarkan East & Partners Asia Pte di Singapura, pekan ini, menyebutkan hampir
seperempat dari investor kelas atas (net-woth) di Asia adalah klien dari bank swasta. Angka ini naik 10% dari tiga tahun lalu. Dan proporsi mereka untuk mengelola kekayaan sendiri turun ke 52% dari 70% pada periode yang sama.
Analis East & Partners, Jonathan Chng mengatakan bahwa tren ini akan terus berlanjut. Ia memproyeksikan 30% orang kata Asia memilih menjadi klien bank swasta, sedangkan yang mengelola aset mereka sendiri akan jatuh hingga 47%.
“Ini karena perubahan konstan dalam ekonomi global dan ketidakpastian pasar tinggi, HNWI jelas memahami bahwa nasihat profesional diperlukan untuk akumulasi kekayaan dan perlindungan," kata Chng, menggunakan istilah HNWI mengacu dari high-net-worth individuals.
UBS dan Credit Suisse semakin memfokuskan diri untuk memperkuat bisnis manajemen kekayaan mereka di Asia. UBS berusaha untuk menggandakan stafnya di Cina selama lima tahun juga menambah 600 orang penasihat untuk mengelola kekayaan para HNWI.
Sementara itu, Credit Suisse menaikkan jumlah penasihat bagi klien-klien mereka di Asia Pasifik, dari 615 orang pada awal tahun ini menjadi 800 personel.
Kekayaan pribadi di wilayah Asia Pasifik melampau kekayaan pengusaha dari Amerika Utara, yang merupakan kali pertama berkat ekonomi yang kuat dan pasar real estat. “Meski ada perlambatan ekonomi global, outlook kekayaan Asia tetap lebih positif dari hampir semua bagian lain di dunia,” ujar Head Global Wealth-Management Deutsche Bank AG, Fabrizio Campelli di Singapura.
Survei East & Partners menambahkan bahwa real estat tetap menjadi investasi favorit orang kaya di Asia, dimana sekitar 32% dari alokasi mereka untuk investasi real estat, diikuti ekuiitas. Sementara proporsi untuk properti telah menurun menjadi 40% karena mencari keuntungan dari saham internasional.
Perusahaan ini mensurvei lebih dari 900 orang kaya di China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand dua kali setahun pada tren investasi mereka.
Melansir Bloomberg, Jumat (15/7/2016), kondisi di atas merupakan hasil survei terbaru yang membuat perusahaan-perusahaan seperti UBS Group AG dan Credit Suisse Group AG memperluas bisnis mereka di wilayah Asia.
Dalam rilis yang dikeluarkan East & Partners Asia Pte di Singapura, pekan ini, menyebutkan hampir
seperempat dari investor kelas atas (net-woth) di Asia adalah klien dari bank swasta. Angka ini naik 10% dari tiga tahun lalu. Dan proporsi mereka untuk mengelola kekayaan sendiri turun ke 52% dari 70% pada periode yang sama.
Analis East & Partners, Jonathan Chng mengatakan bahwa tren ini akan terus berlanjut. Ia memproyeksikan 30% orang kata Asia memilih menjadi klien bank swasta, sedangkan yang mengelola aset mereka sendiri akan jatuh hingga 47%.
“Ini karena perubahan konstan dalam ekonomi global dan ketidakpastian pasar tinggi, HNWI jelas memahami bahwa nasihat profesional diperlukan untuk akumulasi kekayaan dan perlindungan," kata Chng, menggunakan istilah HNWI mengacu dari high-net-worth individuals.
UBS dan Credit Suisse semakin memfokuskan diri untuk memperkuat bisnis manajemen kekayaan mereka di Asia. UBS berusaha untuk menggandakan stafnya di Cina selama lima tahun juga menambah 600 orang penasihat untuk mengelola kekayaan para HNWI.
Sementara itu, Credit Suisse menaikkan jumlah penasihat bagi klien-klien mereka di Asia Pasifik, dari 615 orang pada awal tahun ini menjadi 800 personel.
Kekayaan pribadi di wilayah Asia Pasifik melampau kekayaan pengusaha dari Amerika Utara, yang merupakan kali pertama berkat ekonomi yang kuat dan pasar real estat. “Meski ada perlambatan ekonomi global, outlook kekayaan Asia tetap lebih positif dari hampir semua bagian lain di dunia,” ujar Head Global Wealth-Management Deutsche Bank AG, Fabrizio Campelli di Singapura.
Survei East & Partners menambahkan bahwa real estat tetap menjadi investasi favorit orang kaya di Asia, dimana sekitar 32% dari alokasi mereka untuk investasi real estat, diikuti ekuiitas. Sementara proporsi untuk properti telah menurun menjadi 40% karena mencari keuntungan dari saham internasional.
Perusahaan ini mensurvei lebih dari 900 orang kaya di China, Hong Kong, India, Indonesia, Malaysia, Filipina, Singapura, Korea Selatan, Taiwan dan Thailand dua kali setahun pada tren investasi mereka.
(ven)