Pasokan Gas Domestik Masih Terganjal Infrastruktur
A
A
A
JAKARTA - Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi (SKK Migas) tengah berupaya untuk meningkatkan pasokan gas untuk konsumsi domestik. Sayangnya, rencana tersebut masih terganjal minimnya infrastruktur gas di dalam negeri.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, saat ini tren pemanfaatan gas bumi untuk domestik meningkat dengan porsi 57% penyaluran gas untuk domestik. Pada 2015, penyaluran gas untuk domestik sekitar 3.882 BBUTD, sementara pada 2016 mencapai 4.016 BBUTD.
Sementara untuk ekspor, gas yang dipasok pada 2015 sekitar 3.090 BBUTD dan pada 2016 menurun menjadi 2.797 BBUTD. "Pasokan gas, untuk domestik trennya naik, gas untuk ekspor trennya turun. Arah ke depan gas untuk ekspor memang akan turun, dan domestik naik," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Sayangnya, keinginan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri masih mengalami sejumlah kendala, khususnya untuk liquified natural gas (LNG). Infrastruktur LNG yang tersedia di dalam negeri belum cukup memadai, sehingga pendistribusian pun menjadi terhambat.
"LNG ekspor masih besar sekali, mestinya LNG ekspor ini bisa untuk domestik. Hanya sekarang masih kesulitan, karena infrastruktur untuk terima LNG belum siap," imbuh dia.
Amien mencontohkan, 40% gas yang diproduksi di kilang Tangguh Train III seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Sayangnya, fasilitas LNG storage dan regasification masih minim.
Saat ini saja, Indonesia hanya memiliki tiga infrastruktur LNG, yaitu FSRU milik PT Nusantara Regas di Jawa Barat, FSRU Lampung milik PT PGN (Persero) Tbk, dan regasification terminal Arun milik PT Pertamina (Persero) di Aceh. "Ya, jadi LNG sudah tersedia di Tangguh. Tapi belum bisa dikirim ke Papua atau Merauke karena infrastruktur belum siap," tandasnya.
Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi mengungkapkan, saat ini tren pemanfaatan gas bumi untuk domestik meningkat dengan porsi 57% penyaluran gas untuk domestik. Pada 2015, penyaluran gas untuk domestik sekitar 3.882 BBUTD, sementara pada 2016 mencapai 4.016 BBUTD.
Sementara untuk ekspor, gas yang dipasok pada 2015 sekitar 3.090 BBUTD dan pada 2016 menurun menjadi 2.797 BBUTD. "Pasokan gas, untuk domestik trennya naik, gas untuk ekspor trennya turun. Arah ke depan gas untuk ekspor memang akan turun, dan domestik naik," katanya di Gedung Kementerian ESDM, Jakarta, Jumat (22/7/2016).
Sayangnya, keinginan pemerintah untuk meningkatkan pemanfaatan gas bumi di dalam negeri masih mengalami sejumlah kendala, khususnya untuk liquified natural gas (LNG). Infrastruktur LNG yang tersedia di dalam negeri belum cukup memadai, sehingga pendistribusian pun menjadi terhambat.
"LNG ekspor masih besar sekali, mestinya LNG ekspor ini bisa untuk domestik. Hanya sekarang masih kesulitan, karena infrastruktur untuk terima LNG belum siap," imbuh dia.
Amien mencontohkan, 40% gas yang diproduksi di kilang Tangguh Train III seharusnya dialokasikan untuk kebutuhan domestik. Sayangnya, fasilitas LNG storage dan regasification masih minim.
Saat ini saja, Indonesia hanya memiliki tiga infrastruktur LNG, yaitu FSRU milik PT Nusantara Regas di Jawa Barat, FSRU Lampung milik PT PGN (Persero) Tbk, dan regasification terminal Arun milik PT Pertamina (Persero) di Aceh. "Ya, jadi LNG sudah tersedia di Tangguh. Tapi belum bisa dikirim ke Papua atau Merauke karena infrastruktur belum siap," tandasnya.
(izz)