OJK Kerja sama Bilateral dengan Bank Negara Malaysia
A
A
A
JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menjalin kerja sama bilateral dengan Bank Negara Malaysia sebagai bagian penerapan Asean Banking Integration Framework (ABIF).
Bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam akses pasar dan kegiatan perbankan kedua negara melalui kehadiran bank-bank yang memenuhi persyaratan tertentu (Qualified ASEAN Bank/QAB) di yurisdiksi masing-masing, berdasarkan prinsip timbal balik yang seimbang.
Dewan Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, Mulya Siregar mengatakan, tujuan penerapan ABIF ini untuk meningkatkan kehadiran bank-bank ASEAN agar bisa beroperasi di negara lainnya. Selain itu, kerja sama ini juga dilakukan agar Malaysia tidak bisa secara bebas membuka subsidiary bank (bank anak perusahaan) tanpa memperbolehkan bank di Indonesia melakukan hal yang sama.
"ABIF itu meningkatkan kehadiran bank-bank ASEAN untuk beroperasi di negara lainnya. Ini penting, karena perdagangan jasa dan keuangan di ASEAN jauh lebih rendah dibanding di Eropa," ujar dia saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/8/2016).
Mulya melanjutkan, adanya perjanjian ini juga akan mencegah bank asing asal Malaysia terus berekspansi di Indonesia. Menurut dia, apabila Malaysia ingin menambah satu bank lagi di Indonesia, negara tersebut harus menunggu setelah Indonesia telah membuka banknya di sana. Pasalnya, saat ini di Indonesia, Malaysia telah membuka dua subsidiary bank yaitu Bank CIMB dan Maybank.
Sehingga, jika Malaysia ingin membuka satu lagi di Indonesia, maka harus menunggu sampai Indonesia buka tiga bank disana. "Misal mereka mau buka satu bank lagi, jadi kan total ada tiga bank. Nah kalau begitu, ya mereka harus tunggu kita buka tiga bank dulu di sana, baru dia boleh tambah satu lagi. Ini reciprocal," tegasnya.
Saat ini bank asal Indonesia yang telah membuka subsidiary bank di Malaysia adalah Bank Muamalat. Namun, bank tersebut bukan merupakan bank asli Indonesia karena kepemilikannya lebih besar dari negara Timur Tengah.
"Kita di ASEAN ini yang menjadi pasar besar, jadi mereka yang antusiasme masuk ke Indonesia. Makanya kita harus meng-counter. Misal bank-bank di Indonesia tidak ada yang mau masuk ke Malaysia, ya sudah mereka tidak bisa menambah di sini. Makanya lewat ABIF kita bisa bertahan," tambah Advisor pada Grup Dukungan Strategis Dewan Komisioner Bidang Hubungan Kerjasama Internasional dan Hubungan Kelembagaan Triyono.
Adapun perjanjian bilateral ini dilakukan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad dengan Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Datuk Muhammad bin Ibrahim tersebut, disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Muliaman mengungkapkan, cakupan akses pasar dan kegiatan perbankan yang diatur dalam perjanjian ini adalah terkait dengan proses perizinan QAB, antara lain Malaysia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan Indonesia di Malaysia.
Kemudian, Indonesia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan Malaysia di Indonesia, termasuk di dalamnya kelompok institusi perbankan Malaysia yang telah ada di Indonesia.
"Serta perjanjian meliputi ketentuan pendirian kantor cabang dan ATM, akses QAB kepada sistem pembayaran elektronik, jenis kegiatan usaha bank, permodalan dan penjaminan dana nasabah," terangnya.
Dia berharap, melalui penandatanganan perjanjian bilateral ini pelaku industri jasa keuangan khususnya perbankan dapat memanfaatkan peluang kesempatan ini dengan mengembangkan ekspansi usahanya di Malaysia.
Selain itu, penandatanganan perjanjian bilateral ini merupakan kesepakatan strategis, terutama untuk meningkatkan peran perbankan lokal di ASEAN sebagaimana spirit yang diusung pada ABIF. "OJK terus mendorong perkembangan sektor jasa keuangan agar tumbuh sehat, berkesinambungan, serta dapat berkontribusi lebih besar dalam meningkatkan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat," ungkap Muliaman.
Bertujuan untuk mengurangi ketimpangan dalam akses pasar dan kegiatan perbankan kedua negara melalui kehadiran bank-bank yang memenuhi persyaratan tertentu (Qualified ASEAN Bank/QAB) di yurisdiksi masing-masing, berdasarkan prinsip timbal balik yang seimbang.
Dewan Komisioner Pengawasan Perbankan OJK, Mulya Siregar mengatakan, tujuan penerapan ABIF ini untuk meningkatkan kehadiran bank-bank ASEAN agar bisa beroperasi di negara lainnya. Selain itu, kerja sama ini juga dilakukan agar Malaysia tidak bisa secara bebas membuka subsidiary bank (bank anak perusahaan) tanpa memperbolehkan bank di Indonesia melakukan hal yang sama.
"ABIF itu meningkatkan kehadiran bank-bank ASEAN untuk beroperasi di negara lainnya. Ini penting, karena perdagangan jasa dan keuangan di ASEAN jauh lebih rendah dibanding di Eropa," ujar dia saat konferensi pers di Jakarta, Senin (1/8/2016).
Mulya melanjutkan, adanya perjanjian ini juga akan mencegah bank asing asal Malaysia terus berekspansi di Indonesia. Menurut dia, apabila Malaysia ingin menambah satu bank lagi di Indonesia, negara tersebut harus menunggu setelah Indonesia telah membuka banknya di sana. Pasalnya, saat ini di Indonesia, Malaysia telah membuka dua subsidiary bank yaitu Bank CIMB dan Maybank.
Sehingga, jika Malaysia ingin membuka satu lagi di Indonesia, maka harus menunggu sampai Indonesia buka tiga bank disana. "Misal mereka mau buka satu bank lagi, jadi kan total ada tiga bank. Nah kalau begitu, ya mereka harus tunggu kita buka tiga bank dulu di sana, baru dia boleh tambah satu lagi. Ini reciprocal," tegasnya.
Saat ini bank asal Indonesia yang telah membuka subsidiary bank di Malaysia adalah Bank Muamalat. Namun, bank tersebut bukan merupakan bank asli Indonesia karena kepemilikannya lebih besar dari negara Timur Tengah.
"Kita di ASEAN ini yang menjadi pasar besar, jadi mereka yang antusiasme masuk ke Indonesia. Makanya kita harus meng-counter. Misal bank-bank di Indonesia tidak ada yang mau masuk ke Malaysia, ya sudah mereka tidak bisa menambah di sini. Makanya lewat ABIF kita bisa bertahan," tambah Advisor pada Grup Dukungan Strategis Dewan Komisioner Bidang Hubungan Kerjasama Internasional dan Hubungan Kelembagaan Triyono.
Adapun perjanjian bilateral ini dilakukan Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman Hadad dengan Gubernur Bank Negara Malaysia (BNM) Datuk Muhammad bin Ibrahim tersebut, disaksikan oleh Presiden RI Joko Widodo dan Perdana Menteri Malaysia Najib Razak.
Muliaman mengungkapkan, cakupan akses pasar dan kegiatan perbankan yang diatur dalam perjanjian ini adalah terkait dengan proses perizinan QAB, antara lain Malaysia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan Indonesia di Malaysia.
Kemudian, Indonesia akan mengizinkan pembentukan tiga kelompok institusi perbankan Malaysia di Indonesia, termasuk di dalamnya kelompok institusi perbankan Malaysia yang telah ada di Indonesia.
"Serta perjanjian meliputi ketentuan pendirian kantor cabang dan ATM, akses QAB kepada sistem pembayaran elektronik, jenis kegiatan usaha bank, permodalan dan penjaminan dana nasabah," terangnya.
Dia berharap, melalui penandatanganan perjanjian bilateral ini pelaku industri jasa keuangan khususnya perbankan dapat memanfaatkan peluang kesempatan ini dengan mengembangkan ekspansi usahanya di Malaysia.
Selain itu, penandatanganan perjanjian bilateral ini merupakan kesepakatan strategis, terutama untuk meningkatkan peran perbankan lokal di ASEAN sebagaimana spirit yang diusung pada ABIF. "OJK terus mendorong perkembangan sektor jasa keuangan agar tumbuh sehat, berkesinambungan, serta dapat berkontribusi lebih besar dalam meningkatkan perekonomian nasional dan kesejahteraan rakyat," ungkap Muliaman.
(ven)