Pengusaha Kecewa Perizinan di Pusat dan Daerah Tak Sinkron
A
A
A
JAKARTA - Ketua Kelompok Kerja (Pokja) III Satuan Tugas Evaluasi Kebijakan, Raden Pardede mengungkapkan ketidakpuasan pengusaha terhadap paket kebijakan yang diluncurkan Presiden Joko Widodo (Jokowi) sejak tahun lalu. Di mana perizinan di pusat tidak sinkron dengan daerah.
Menurut Raden, hal ini berbanding terbalik dengan kepuasan yang terjadi di pemerintah daerah (Pemda). Pemda-pemda menyatakan mereka tercatat sudah puas terhadap paket kebijakan yang diturunkan. Namun untuk pengusaha mereka mengaku tingkat kepuasannya baru 50% soal implementasi dan pelaksanaan usaha di lapangan.
"Begini, dari sisi pemdanya sudah puas, tapi dunia usaha mereka mengaku masih ada yang di bawah 50%. Jadi itu perlu diperbaiki. Ya, misalnya perizinan oleh BKPM. Kelihatannya di pusat sudah oke. Tapi ketika kita selesai mengurus di pusat, ke daerah itu dari nol lagi, dari kecamatan terus kabupaten," ungkap Raden di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Menurutnya, ini merupakan contoh kasus yang melibatkan birokrasi yang tidak seimbang dan berbelit-belit. Mestinya, jika sudah selesai di pusat, sudah harus ada hubungannya di daerah.
"Ini kan tidak harus dari nol lagi. Itu contohnya yang kita lihat, sudah bagus di pusat, tapi sinkronisasi ke daerah belum ada. Mesti ngulang lagi di sana. Karena kan proyek-proyek kita di daerah," katanya.
Raden menambahkan, kelihatannya ada niatan positif dari pemerintah untuk memperbaiki kendala di lapangan ini. Maka, harus dilihat juga sisi positif dengan adanya satgas ini.
"Kami sebetulnya independen evaluator yang memberikan masukan bahwa yang kita dapat dari dunia usaha ini seperti ini. Pemerintah juga bilang oke. Kita lakukan revisi atau penyeseuaian di sana-sini," pungkasnya.
Menurut Raden, hal ini berbanding terbalik dengan kepuasan yang terjadi di pemerintah daerah (Pemda). Pemda-pemda menyatakan mereka tercatat sudah puas terhadap paket kebijakan yang diturunkan. Namun untuk pengusaha mereka mengaku tingkat kepuasannya baru 50% soal implementasi dan pelaksanaan usaha di lapangan.
"Begini, dari sisi pemdanya sudah puas, tapi dunia usaha mereka mengaku masih ada yang di bawah 50%. Jadi itu perlu diperbaiki. Ya, misalnya perizinan oleh BKPM. Kelihatannya di pusat sudah oke. Tapi ketika kita selesai mengurus di pusat, ke daerah itu dari nol lagi, dari kecamatan terus kabupaten," ungkap Raden di Kantor Kemenko Perekonomian, Jakarta, Selasa (2/8/2016).
Menurutnya, ini merupakan contoh kasus yang melibatkan birokrasi yang tidak seimbang dan berbelit-belit. Mestinya, jika sudah selesai di pusat, sudah harus ada hubungannya di daerah.
"Ini kan tidak harus dari nol lagi. Itu contohnya yang kita lihat, sudah bagus di pusat, tapi sinkronisasi ke daerah belum ada. Mesti ngulang lagi di sana. Karena kan proyek-proyek kita di daerah," katanya.
Raden menambahkan, kelihatannya ada niatan positif dari pemerintah untuk memperbaiki kendala di lapangan ini. Maka, harus dilihat juga sisi positif dengan adanya satgas ini.
"Kami sebetulnya independen evaluator yang memberikan masukan bahwa yang kita dapat dari dunia usaha ini seperti ini. Pemerintah juga bilang oke. Kita lakukan revisi atau penyeseuaian di sana-sini," pungkasnya.
(dmd)