Makro Ekonomi Kuat, BI Beri Sinyal Pelonggaran Kebijakan Moneter
A
A
A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) memandang, saat ini berbagai indikator makro ekonomi sudah mendukung untuk dilakukannya kembali pelonggaran kebijakan moneter. Namun, BI masih menunggu waktu kapan perlu mendorong pertumbuhan ekonomi.
"Masalah waktu itu akan sangat ditentukan dua hal di antaranya kondisi pasar apakah Juni-Juli tepat dibanding November-Desember, dan keyakinan forcast kita kayak inflasi kan rendah tapi ada beberapa risiko,"papar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta.
(Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II 2016 Capai 5,18%)
Menurutnya potensi risiko itu masih dipengaruhi faktor eksternal seperti masih adanya ketidakpastian ekonomi global, dari kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (Fed rate), The Fed, dan dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Disamping itu, BI juga mencatat bahwa perbankan Indonesia masih cukup kuat dengan kecukupan modal sebesar 22% Meski kredit bermasalah masih mengalami peningkatan, dimana saat ini berada di angka 3,1%. "Tapi kami paham bahwa pertumbuhan kredit tercatat di bawah 10% dengan kenaikan NPL sampai 3,1%," ungkapnya.
Meski demikian, imbuh Perry, likuiditas masih akan tetap terjaga terjaga apabila Pemrintah sudah mengumumkan potongan belanja Rp133 triliun.
"Jadi kalau belanja negara diturunkan walaupun penerimaan pajak tidak tercapai seperti yang direncanakan, maka tidak perlu dikeluarkan surat utang untuk tutupi itu. Karena itu akan buat likuiditas di perbankan terjaga. Tapi BI akan terus dipasar untuk jaga likuiditas di Indonesia," ucap dia.
"Masalah waktu itu akan sangat ditentukan dua hal di antaranya kondisi pasar apakah Juni-Juli tepat dibanding November-Desember, dan keyakinan forcast kita kayak inflasi kan rendah tapi ada beberapa risiko,"papar Deputi Gubernur BI Perry Warjiyo di Jakarta.
(Baca Juga: Pertumbuhan Ekonomi Indonesia Triwulan II 2016 Capai 5,18%)
Menurutnya potensi risiko itu masih dipengaruhi faktor eksternal seperti masih adanya ketidakpastian ekonomi global, dari kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (Fed rate), The Fed, dan dampak keluarnya Inggris dari Uni Eropa (Brexit).
Disamping itu, BI juga mencatat bahwa perbankan Indonesia masih cukup kuat dengan kecukupan modal sebesar 22% Meski kredit bermasalah masih mengalami peningkatan, dimana saat ini berada di angka 3,1%. "Tapi kami paham bahwa pertumbuhan kredit tercatat di bawah 10% dengan kenaikan NPL sampai 3,1%," ungkapnya.
Meski demikian, imbuh Perry, likuiditas masih akan tetap terjaga terjaga apabila Pemrintah sudah mengumumkan potongan belanja Rp133 triliun.
"Jadi kalau belanja negara diturunkan walaupun penerimaan pajak tidak tercapai seperti yang direncanakan, maka tidak perlu dikeluarkan surat utang untuk tutupi itu. Karena itu akan buat likuiditas di perbankan terjaga. Tapi BI akan terus dipasar untuk jaga likuiditas di Indonesia," ucap dia.
(akr)