Alasan Menteri Rini Minta PLN Akuisisi PGE
Rabu, 10 Agustus 2016 - 17:22 WIB

Alasan Menteri Rini Minta PLN Akuisisi PGE
A
A
A
JAKARTA - Menteri Badan Usaha Milik Negara (BUMN) Rini Soemarno meminta PT PLN (Persero) untuk dapat mengakuisisi anak usaha PT Pertamina (Persero) sektor energi, yaitu PT Pertamina Geothermal Energy. Permintaan tersebut pun telah disampaikan kepada keduabelah pihak.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, alasan Rini meminta PLN dapat mencaplok PGE semata untuk merealisasikan program pemerintah untuk mengembangkan energi panas bumi dalam bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan hingga 2025 penggunaan panas bumi bisa mencapai 7.000 megawatt (MW).
"Kan gini, diminta energi baru dan terbarukan (geothermal) kan 7.000 MW. Kalian lihat kan 70 tahun baru 16.000 MW. PLN berdiri 70 tahun baru 1.600 MW. 10 tahun ke depan diminta 7.000 MW. Jadi langkah apa yang paling mungkin agar kita bisa bergerak," katanya di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
(Baca Juga: Menteri Rini Instruksikan PLN Caplok Anak Usaha Pertamina)
Menurutnya, kekuatan perusahaan pelat merah sangat besar sekali, termasuk kekuatan PLN dan Pertamina. Jika dua perusahaan tersebut disatukan, maka kekuatannya akan lebih besar lagi untuk mengembangkan panas bumi.
"Kalau Pertamina dan PLN digabung memiliki PGE kan jauh lebih besar kemampuannya untuk eksplorasi. Kalau swasta kan berat, bor tidak ada jadi ada keterbatasan keuangan," imbuh dia.
Menurutnya, dengan proses akuisisi ini maka perhitungan harga panas bumi pun akan jauh lebih murah. Sebab, selama ini proses pengeboran dilakukan oleh Pertamina dan kemudian dijual ke PLN.
"Pasti lebih murah karena kami tidak dua tangan. Kan selama ini yang menggali, membor adalah Pertamina. Habis itu kami beli uapnya dari Pertamina. Kami enggak pernah bisa mencari uap sendiri. Berarti ada dua langkah kan Pertamina kan harus cari laba di situ, sudah laba baru dijual kan," tandasnya.
Direktur Utama PLN Sofyan Basir mengatakan, alasan Rini meminta PLN dapat mencaplok PGE semata untuk merealisasikan program pemerintah untuk mengembangkan energi panas bumi dalam bauran energi nasional. Pemerintah menargetkan hingga 2025 penggunaan panas bumi bisa mencapai 7.000 megawatt (MW).
"Kan gini, diminta energi baru dan terbarukan (geothermal) kan 7.000 MW. Kalian lihat kan 70 tahun baru 16.000 MW. PLN berdiri 70 tahun baru 1.600 MW. 10 tahun ke depan diminta 7.000 MW. Jadi langkah apa yang paling mungkin agar kita bisa bergerak," katanya di Jakarta Convention Center, Jakarta, Rabu (10/8/2016).
(Baca Juga: Menteri Rini Instruksikan PLN Caplok Anak Usaha Pertamina)
Menurutnya, kekuatan perusahaan pelat merah sangat besar sekali, termasuk kekuatan PLN dan Pertamina. Jika dua perusahaan tersebut disatukan, maka kekuatannya akan lebih besar lagi untuk mengembangkan panas bumi.
"Kalau Pertamina dan PLN digabung memiliki PGE kan jauh lebih besar kemampuannya untuk eksplorasi. Kalau swasta kan berat, bor tidak ada jadi ada keterbatasan keuangan," imbuh dia.
Menurutnya, dengan proses akuisisi ini maka perhitungan harga panas bumi pun akan jauh lebih murah. Sebab, selama ini proses pengeboran dilakukan oleh Pertamina dan kemudian dijual ke PLN.
"Pasti lebih murah karena kami tidak dua tangan. Kan selama ini yang menggali, membor adalah Pertamina. Habis itu kami beli uapnya dari Pertamina. Kami enggak pernah bisa mencari uap sendiri. Berarti ada dua langkah kan Pertamina kan harus cari laba di situ, sudah laba baru dijual kan," tandasnya.
(akr)