Ini Beda Penerimaan Pajak Rezim SBY dan Jokowi
A
A
A
JAKARTA - Daya beli dan konsumsi masyarakat mendominasi penerimaan negara dari sektor pajak pada rezim pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY). Wakil ketua Komisi XI Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Ahmad Hafidz Tohir membandingkannya dengan era Presiden Joko Widodo (Jokowi) saat ini.
"Kalau zaman rezim SBY dulu 65% pendapatan pajak diperoleh dari konsumsi. Tapi hari ini rezim Jokowi merubah struktur tersebut dengan mengambil subsidi rakyat untuk dibangun infrastruktur," terang dia di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (16/83016).
Lebih lanjut menurutnya program percepatan pembangunan infrastruktur dinilai sebagai program jangka panjang, yang baru akan memunculkan efek terhadap ekonomi sekira 5tahun lagi. "Akan ada pencerahan 5 tahun lagi. Itu tidak salah, tapi jangan lupa yang industri kecil, konsumsi rakyat ini harus terus dibina, agar defisit APBN tidak besar," paparnya.
Sementara pergantian Menteri Perindustrian (Menperin) diharapkan dapat mendorong ekonomi Dalam Negeri menjadi lebih baik di tengah pelemahan ekonomi global. Di sisi lain dia curiga bahwa insentif di sektor industri bukan diperuntukkan bagi mereka pelaku industri untuk menopang penerimaan negera.
"Saya curiga bahwa insentif di industri yang kita bina bukan industri yang menopang pendapatan. Itu yang saya khawatirkan. Oleh karenanya kebijakan presiden mengganti manajemen di Menperin sudah tepat. Saya berharap dengan Menperin yang baru bisa lebih mencerahkan," tandasnya
"Kalau zaman rezim SBY dulu 65% pendapatan pajak diperoleh dari konsumsi. Tapi hari ini rezim Jokowi merubah struktur tersebut dengan mengambil subsidi rakyat untuk dibangun infrastruktur," terang dia di kompleks parlemen, Jakarta, Selasa (16/83016).
Lebih lanjut menurutnya program percepatan pembangunan infrastruktur dinilai sebagai program jangka panjang, yang baru akan memunculkan efek terhadap ekonomi sekira 5tahun lagi. "Akan ada pencerahan 5 tahun lagi. Itu tidak salah, tapi jangan lupa yang industri kecil, konsumsi rakyat ini harus terus dibina, agar defisit APBN tidak besar," paparnya.
Sementara pergantian Menteri Perindustrian (Menperin) diharapkan dapat mendorong ekonomi Dalam Negeri menjadi lebih baik di tengah pelemahan ekonomi global. Di sisi lain dia curiga bahwa insentif di sektor industri bukan diperuntukkan bagi mereka pelaku industri untuk menopang penerimaan negera.
"Saya curiga bahwa insentif di industri yang kita bina bukan industri yang menopang pendapatan. Itu yang saya khawatirkan. Oleh karenanya kebijakan presiden mengganti manajemen di Menperin sudah tepat. Saya berharap dengan Menperin yang baru bisa lebih mencerahkan," tandasnya
(akr)