Gambut Terkelola, Mampu Pertahankan Fungsi Kawasan

Rabu, 17 Agustus 2016 - 00:53 WIB
Gambut Terkelola, Mampu Pertahankan Fungsi Kawasan
Gambut Terkelola, Mampu Pertahankan Fungsi Kawasan
A A A
KUCHING - Profesor Emeritus Universitas Kyoto Jepang, Hisao Furukawa mengatakan, gambut terkelola (manage peatland) mampu mempertahankan fungsi ekologis kawasan lebih berkelanjutan (sustainable) dan dapat dimanfaatkan untuk kegiatan produksi.

“Pada gambut terkelola, fungsi-fungsi gambut sebagai penyimpan air, penyimpan karbon, penyimpan biodiversitas flora dan fauna tetap terjaga. Begitu juga fungsinya sebagai media tanam dapat termanfaatkan, “ ujarnya dalam Press Conference 15 th IPC 2016, di Kuching, Sarawak, Selasa (16/8/2016).

Karena itu, kata Furukawa, gambut terkelola harus menjadi perhatian agar fungsi-fungsi gambut tidak rusak. Begitu juga fungsi produksinya termanfaatkan.

“Teknologi ekohidro dan pemadatan yang diterapkan industri kelapa sawit dan Hutan Tanaman Industri (HTI) di Indonesia juga merupakan bagian dari pengelolaan gambut berkelanjutan,” terangnya.

Pernyataan senada disampaikan Datuk Addul Hamed Sepawi dari Ta Ann Holdings Berhard, Malaysia.‎ Menurutnya, gambut terkelola yang di atasnya ada tanaman lebih memberi perlindungan karena sinar matahari tidak mengena, sehingga gambut tidak mudah kering.

"Pada gambut yang tidak terkelola, terutama gambut yang terdegradasi mudah rusak dan mudah terbakar karena tidak ada tanaman di atasnya," katanya.

Hamed mengungkapkan, pemerintah Malaysia sangat mendukung pemanfaatan gambut. Di Sarawak, Malaysia, gambut dikelola dengan baik sehingga tidak terbakar. Sarawak merupakan kawasan gambut terbesar dengan luasan 1,6 juta hektare atau sekitar 13% dari luas daratan Sarawak.

“Kami menerapkan praktik terbaik dalam pengelolaan tanah gambut. Teknologi pemadatan dan tata kelola air menjadi bagian penting dalam pengelolaan gambut. Sarawak tidak pernah mengalami kebakaran lahan seperti di Indonesia,” beber Hamed.‎

Dia menambahkan, pemadatan dalam tata kelola gambut di Malaysia membantu peningkatan produktivitas sawit. Jika sebelumnya, perkebunan sawit di Malaysia hanya menghasilkan 15 ton per ha, setelah melalui pemadatan meningkat menjadi 30-40 ton per ha. Pemadatan juga membantu untuk mengurangi subsidensi.

Hingga hari ini, lanjut Hamed, setelah lebih dari 3 generasi, Malaysia berhasil mengelola gambut secara berkelanjutan sehingga meningkatkan kesejahteraan masyarakat. "Pemanfataan gambut tidak hanya memberikan pendapatan yang baik bagi pemerintah, tetapi juga mensejahterakan masyarakat," katanya.‎

Pakar Gambut IPB Basuki Sumawinata mengatakan, kebakaran gambut di Indonesia banyak terjadi pada kawasan tidak bertuan (open acces). Biasanya kalau pun kebakaran terjadi di sekitar kawasan kebun, lokasinya berada di perbatasan (border) dengan wilayah tak bertuan atau kawasan yang tidak terkelola.

“Sangat jarang kebakaran terjadi di kawasan perkebunan atau HTI (hutan tanaman industri) karena pasti masyarakat atau perusahaan bekerja keras menjaga agar terbakar,” kata Basuki.

Menurut Basuki yang harus dilakukan perlunya penataan kawasan agar ada pihak yang bertanggung jawab. Ini yang harus dipelajari dari Malaysia, yakni keterlibatan pemerintah untuk mendorong pemanfaatan gambut secara bersama.

Hampir seluruh kawasan gambut di Malaysia dikelola oleh perusahaan besar, sedang dan kecil yang semuanya dalam kendali pemerintah atau otoritas. "Masyarakat di Malaysia tidak bisa seenaknya mengelola lahan tanpa izin," ujar Basuki.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6967 seconds (0.1#10.140)