Sejumlah Masalah yang Bikin Pengusaha Sawit dan Masyarakat Tidak Akur
loading...
A
A
A
JAKARTA - Ketua Umum Serikat Petani Kelapa Sawit (SPKS), Sabarudin buka-bukaan terkait maraknya konflik antara pengusaha perkebunan sawit dengan masyarakat sekitar. Menurutnya, kemunculan masalah tersebut disebabkan oleh sejumlah faktor.
Sabarudin mengungkapkan, meskipun telah ada kebijakan yang mewajibkan pengusaha perkebunan sawit untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat, namun rupanya belum cukup efektif untuk menangani konflik.
Kewajiban perusahaan untuk memberikan fasilitas pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total area kebun yang diusahakan oleh perusahaan pada kenyataannya justru kerap melahirkan persoalan baru dalam pelaksanaannya.
Sabarudin menyebut ini terjadi akibat kurangnya transparansi serta kurangnya keseriusan upaya dalam pengelolaan sawit yang mana pada akhirnya implementasi kebijakan tersebut tidak kunjung terealisasi, sehingga kemudian banyak masyarakat yang berada di sekitar perkebunan sawit milik perusahaan besar merasa dirugikan.
"Persoalan ini muncul tidak hanya pada tataran implementasi tapi juga tataran aturan atau regulasi yang cenderung tidak mengantisipasi munculnya sengketa maupun konflik di dalam kerjasama tersebut. Persoalan tidak sebatas itu saja, tetapi tataran kebijakan juga memunculkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat sekitar," kata Sabarudin Senin (12/8/2024).
"Hal ini terlihat dari perbedaan perspektif antara pelaku usaha dan juga perbedaan membentuk regulasi pemerintah yang menangani bidang perkebunan dan bidang pertanahan. Akibatnya tuntutan masyarakat terhadap realisasi pembangunan 20% tidak mencapai solusi yang jelas di tengah konflik yang terus merebak di berbagai daerah," lanjutnya.
Berangkat dari situasi tersebut, Sabarudin menyebut perlu adanya solusi atas konflik kemitraan usaha pembangunan kebun masyarakat yang perlu diprioritaskan oleh semua pihak.
Ia menilai perlu adanya perumusan rekomendasi kebijakan berupa resolusi konflik kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit dan merumuskan panduan hukum dalam pelaksanaan pembangunan kebun masyarakat serta merumuskan inovasi hukum dalam kemitraan antara petani dengan pelaku usaha baik di hulu maupun di hilir.
"Cara ini kita harapkan bisa memberikan kontribusi dalam pengembangan perkebunan sawit nasional kita, termasuk pengembangan sawit berkelanjutan yang menjadi fokus pemerintah saat ini," pungkasnya.
Sabarudin mengungkapkan, meskipun telah ada kebijakan yang mewajibkan pengusaha perkebunan sawit untuk memfasilitasi pembangunan kebun masyarakat, namun rupanya belum cukup efektif untuk menangani konflik.
Kewajiban perusahaan untuk memberikan fasilitas pembangunan kebun masyarakat minimal 20% dari total area kebun yang diusahakan oleh perusahaan pada kenyataannya justru kerap melahirkan persoalan baru dalam pelaksanaannya.
Sabarudin menyebut ini terjadi akibat kurangnya transparansi serta kurangnya keseriusan upaya dalam pengelolaan sawit yang mana pada akhirnya implementasi kebijakan tersebut tidak kunjung terealisasi, sehingga kemudian banyak masyarakat yang berada di sekitar perkebunan sawit milik perusahaan besar merasa dirugikan.
"Persoalan ini muncul tidak hanya pada tataran implementasi tapi juga tataran aturan atau regulasi yang cenderung tidak mengantisipasi munculnya sengketa maupun konflik di dalam kerjasama tersebut. Persoalan tidak sebatas itu saja, tetapi tataran kebijakan juga memunculkan ketidakpastian hukum dan ketidakadilan bagi masyarakat sekitar," kata Sabarudin Senin (12/8/2024).
"Hal ini terlihat dari perbedaan perspektif antara pelaku usaha dan juga perbedaan membentuk regulasi pemerintah yang menangani bidang perkebunan dan bidang pertanahan. Akibatnya tuntutan masyarakat terhadap realisasi pembangunan 20% tidak mencapai solusi yang jelas di tengah konflik yang terus merebak di berbagai daerah," lanjutnya.
Berangkat dari situasi tersebut, Sabarudin menyebut perlu adanya solusi atas konflik kemitraan usaha pembangunan kebun masyarakat yang perlu diprioritaskan oleh semua pihak.
Ia menilai perlu adanya perumusan rekomendasi kebijakan berupa resolusi konflik kemitraan usaha perkebunan kelapa sawit dan merumuskan panduan hukum dalam pelaksanaan pembangunan kebun masyarakat serta merumuskan inovasi hukum dalam kemitraan antara petani dengan pelaku usaha baik di hulu maupun di hilir.
"Cara ini kita harapkan bisa memberikan kontribusi dalam pengembangan perkebunan sawit nasional kita, termasuk pengembangan sawit berkelanjutan yang menjadi fokus pemerintah saat ini," pungkasnya.
(fch)