Jokowi Didesak Tinjau Ulang Kebijakan Arcandra Soal Freeport
A
A
A
JAKARTA - Jaringan Advokasi Tambang (Jatam) mendesak Presiden Joko Widodo (Jokowi) untuk segera meninjau ulang Surat Keputusan Perpanjangan Izin Ekspor Konsentrat PT Freeport Indonesia yang dikeluarkan mantan Menteri ESDM Arcandra Tahar.
(Baca: Arcandra Tahar Setujui Izin Ekspor Freeport Sebelum Dicopot)
"Keputusan Presiden untuk mencopot Arcandra dari jabatannya sebagai Menteri ESDM karena dugaan pelanggaran status kewarganegaraan harus ditindaklanjuti dengan peninjauan ulang salah satu produk keputusan Arcandra mengenai perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport," kata Koordinator Jatam, Merah Johansyah dalam rilisnya, Kamis (18/8/2016).
Menurutnya, perpanjangan izin yang dimaksud dikeluarkan pada saat Arcandra terindikasi tidak memenuhi kualifikasi untuk menjabat sebagai menteri, karena diduga memiliki dua status kewarganegaraan, Indonesia dan Amerika Serikat.
Sikap konkret Jokowi, kata Merah, menjadi penting sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian dalam melakukan seleksi menteri-menterinya. Selain itu, sikap tegas ini diperlukan untuk mengakhiri rangkaian pengingkaran terhadap kehendak UU.
Dia menuturkan, jika pemerintah konsisten menegakkan hukum, maka sedari awal Freeport tidak diperbolehkan melakukan ekspor konsentrat sebelum membangun smelter sebagimana diamanatkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jatam mencatat, perpanjangan izin ekspor menjadi modus untuk meningkatkan produksi dan penjualan demi meningkatkan keuntungan Freeport. Pada perpanjangan izin ekspor ke-3, Freeport meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 775.000 ton dari hanya 580.000 ton sebelumnya.
Begitu juga saat pemerintah memberikan kembali izin ekspor yang ke-4, Freeport kembali memanfaatkan fasilitas perpanjangan izin ini untuk kembali meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 1,03 juta ton.
Dua pekan menjabat sebagai Menteri ESDM, Arcandra memberikan perpanjangan izin ekspor untuk yang ke-5 bagi Freeport, mulai 9 Agustus 2016 hingga 11 Januari 2016. Perpanjangan izin ekspor konsentrat kali ini dimanfaatkan Freeport untuk meningkatkan produksi hingga 1,4 juta ton.
Totalnya, melalui fasilitas perpanjangan izin ekspor yang diperoleh sejak 2014 hingga Januari 2017, Freeport mengekspor 4,55 juta ton konsentrat atas jasa kementerian ESDM yang secara bersama-sama melanggar UU No 4 Tahun 2009.
Dalam kurun 2014-2015, melalui perpanjangan izin ekspor konsentrat ini, Freeport telah memproduksi 1.016 juta pon tembaga dan 1.663.000 t oz (Troy Ons) emas. Total uang yang diperoleh Freeport dari dua tahun menikmati fasilitas perpanjangan izin ekspor mencapai USD256 miliar atau Rp3.328 triliun. Angka tersebut setara dua kali APBN Indonesia.
Lebih lanjut, Merah mengatakan, berbagai persoalan kontroversial melingkupi relasi pemerintah dengan PT Freeport, di antaranya kasus Papa Minta Saham. Belum lagi persoalan keselamatan masyarakat, pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan aktivitas penambangan PT Freeport di Papua.
Melihat keseluruhan hal itu, maka Merah memandang pemerintah harus mampu menjadikan momen ini untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas aktivitas PT Freeport Indonesia. Dimulai dengan melakukan moratorium operasi PT Freeport.
"Jika Presiden Jokowi tidak menindaklanjuti pencopotan Arcandra dengan langkah serius, meninjau ulang perpanjangan izin ekspor dan melakukan evaluasi menyeluruh, maka seluruh drama ini hanya menguntungkan Freeport Indonesia dan investasi Amerika," pungkas dia.
(Baca: Arcandra Tahar Setujui Izin Ekspor Freeport Sebelum Dicopot)
"Keputusan Presiden untuk mencopot Arcandra dari jabatannya sebagai Menteri ESDM karena dugaan pelanggaran status kewarganegaraan harus ditindaklanjuti dengan peninjauan ulang salah satu produk keputusan Arcandra mengenai perpanjangan izin ekspor konsentrat PT Freeport," kata Koordinator Jatam, Merah Johansyah dalam rilisnya, Kamis (18/8/2016).
Menurutnya, perpanjangan izin yang dimaksud dikeluarkan pada saat Arcandra terindikasi tidak memenuhi kualifikasi untuk menjabat sebagai menteri, karena diduga memiliki dua status kewarganegaraan, Indonesia dan Amerika Serikat.
Sikap konkret Jokowi, kata Merah, menjadi penting sebagai bentuk tanggung jawab atas kelalaian dalam melakukan seleksi menteri-menterinya. Selain itu, sikap tegas ini diperlukan untuk mengakhiri rangkaian pengingkaran terhadap kehendak UU.
Dia menuturkan, jika pemerintah konsisten menegakkan hukum, maka sedari awal Freeport tidak diperbolehkan melakukan ekspor konsentrat sebelum membangun smelter sebagimana diamanatkan UU No 4 Tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara.
Jatam mencatat, perpanjangan izin ekspor menjadi modus untuk meningkatkan produksi dan penjualan demi meningkatkan keuntungan Freeport. Pada perpanjangan izin ekspor ke-3, Freeport meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 775.000 ton dari hanya 580.000 ton sebelumnya.
Begitu juga saat pemerintah memberikan kembali izin ekspor yang ke-4, Freeport kembali memanfaatkan fasilitas perpanjangan izin ini untuk kembali meningkatkan produksi dan penjualannya menjadi 1,03 juta ton.
Dua pekan menjabat sebagai Menteri ESDM, Arcandra memberikan perpanjangan izin ekspor untuk yang ke-5 bagi Freeport, mulai 9 Agustus 2016 hingga 11 Januari 2016. Perpanjangan izin ekspor konsentrat kali ini dimanfaatkan Freeport untuk meningkatkan produksi hingga 1,4 juta ton.
Totalnya, melalui fasilitas perpanjangan izin ekspor yang diperoleh sejak 2014 hingga Januari 2017, Freeport mengekspor 4,55 juta ton konsentrat atas jasa kementerian ESDM yang secara bersama-sama melanggar UU No 4 Tahun 2009.
Dalam kurun 2014-2015, melalui perpanjangan izin ekspor konsentrat ini, Freeport telah memproduksi 1.016 juta pon tembaga dan 1.663.000 t oz (Troy Ons) emas. Total uang yang diperoleh Freeport dari dua tahun menikmati fasilitas perpanjangan izin ekspor mencapai USD256 miliar atau Rp3.328 triliun. Angka tersebut setara dua kali APBN Indonesia.
Lebih lanjut, Merah mengatakan, berbagai persoalan kontroversial melingkupi relasi pemerintah dengan PT Freeport, di antaranya kasus Papa Minta Saham. Belum lagi persoalan keselamatan masyarakat, pelanggaran HAM dan perusakan lingkungan hidup dalam kaitannya dengan aktivitas penambangan PT Freeport di Papua.
Melihat keseluruhan hal itu, maka Merah memandang pemerintah harus mampu menjadikan momen ini untuk melakukan evaluasi menyeluruh atas aktivitas PT Freeport Indonesia. Dimulai dengan melakukan moratorium operasi PT Freeport.
"Jika Presiden Jokowi tidak menindaklanjuti pencopotan Arcandra dengan langkah serius, meninjau ulang perpanjangan izin ekspor dan melakukan evaluasi menyeluruh, maka seluruh drama ini hanya menguntungkan Freeport Indonesia dan investasi Amerika," pungkas dia.
(izz)