Pemerintah Kembali Kaji Penurunan Investasi di Blok Masela
A
A
A
JAKARTA - Pemerintah sedang mengkaji penurunan investasi pengembangan Blok Masela di darat. Pasalnya pemerintah yakin pengembangan ladang gas di Maluku tersebut masih bisa lebih efisien.
“Biayanya sedang dihitung lagi oleh SKK Migas. Sedangkan angka-angka itu sudah ada perubahan (sebelumnya) tapi bukan dari Pak Candra,” ujar Pelakasana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Kamis (18/6/2016).
Sebelumnya Luhut mengapresiasi langkah Arcandra Tahar dalam melakukan perhitungan rencana pengembangan wilayah di Blok Masela di darat. Menurut Luhut ongkos investasi pengembangan Blok Masela di darat bisa dipangkas lebih rendah dari perkiraan awal. Investasi yang semula USD22 miliar bisa di pangkas menjadi USD15 miliar atau setara Rp195 triliun atau tidak jauh beda dengan biaya pengembangan gas di laut.
Berdasarkan hasil kajian konsultan independen beberapa waktu lalu, investasi pengembangan gas di laut lebih murah daripada di darat. Adapun investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan gas di darat sekitar USD19,3 miliar sedangkan jika dikembangkan di laut membutuhkan dana USD14,8 miliar.
Menurut Luhut, penurunan ongkos pengembangan Blok Masela menjadi sebesar USD15 miliar dari sebelumnya USD19,3 miliar secara terencana dan komprehensif telah dihitung oleh Arcandra Tahar. Hasil hitungan dari Arcandra itu, kata Luhut, telah diketahui dan diserahkan oleh Inpex Corporation selaku investor Blok Masela.
“Inpex mengeluarkan struktur biayanya lalu di koreksi oleh Pak Candra, hasilnya ketemu USD15 miliar dan itu telah disetujui oleh Inpex. Bahkan bisa lebih kurang dari itu,” tandasnya.
Tak hanya itu, ongkos penurunan investasi juga dapat diperoleh dari pengembangan proyek laut dalam (Indonesian Deep Water Development/IDD) di Selat Makassar. Penurunan investasi dari USD12 miliar turun menjadi USD7 miliar.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Zikrullah mengatakan pihaknya akan mengkaji ulang penurunan investasi pengembangan Blok Masela. Penurunan ongkos biaya lebih murah tersebut telah di hitung Arcandra kemudian dilanjutkan oleh Luhut. “Pak Luhut sudah menyampaikan, SKK Migas akan mengkaji bersama-sama beliau,” katanya.
Sementara itu, Senior Manager Communication & Relations Department Inpex Corporation tidak bersedia menjawab jika terjadi kemungkinan penurunan investasi pengembangan Blok Masela di darat. Namun pihaknya akan berusaha segera melaksanakan pengembangan Blok Masela.
“Kami saat ini sedang berbicara intensif dengan pemerintah dan SKK Migas agar pengembangan gas Blok Masela segera terlaksana,” ujarnya.
Pakar energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto berpendapat jika keputusan terkait ongkos pengembangan Blok Masela lebih murah dinilai terlalu cepat. Menurut dia, kajian secara komprehensif harus dilakukan terlebih dahulu. Pasalnya hingga kini belum ada hasil kajian secara komprhensif terkait pengembangan Blok Masela di darat.
“Pertimbangan terhadap rencana penyusunan dan pelaksanaan diperlukan waktu bertahun-tahun sehingga bisa saja realisasi investasi lebih mahal karena pengaruh situasi ekonomi dan inflasi. Hal semacam ini bisa saja terjadi,” terang Pri Agung.
Sebagai informasi, Inpex memiliki 65% saham, sedangkan Shell memiliki 35%. Adapun kontrak ke dua investor tersebut di Blok Masela akan berakhir pada 2028.
“Biayanya sedang dihitung lagi oleh SKK Migas. Sedangkan angka-angka itu sudah ada perubahan (sebelumnya) tapi bukan dari Pak Candra,” ujar Pelakasana Tugas Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral Luhut Binsar Pandjaitan, di Jakarta, Kamis (18/6/2016).
Sebelumnya Luhut mengapresiasi langkah Arcandra Tahar dalam melakukan perhitungan rencana pengembangan wilayah di Blok Masela di darat. Menurut Luhut ongkos investasi pengembangan Blok Masela di darat bisa dipangkas lebih rendah dari perkiraan awal. Investasi yang semula USD22 miliar bisa di pangkas menjadi USD15 miliar atau setara Rp195 triliun atau tidak jauh beda dengan biaya pengembangan gas di laut.
Berdasarkan hasil kajian konsultan independen beberapa waktu lalu, investasi pengembangan gas di laut lebih murah daripada di darat. Adapun investasi yang dibutuhkan untuk mengembangkan gas di darat sekitar USD19,3 miliar sedangkan jika dikembangkan di laut membutuhkan dana USD14,8 miliar.
Menurut Luhut, penurunan ongkos pengembangan Blok Masela menjadi sebesar USD15 miliar dari sebelumnya USD19,3 miliar secara terencana dan komprehensif telah dihitung oleh Arcandra Tahar. Hasil hitungan dari Arcandra itu, kata Luhut, telah diketahui dan diserahkan oleh Inpex Corporation selaku investor Blok Masela.
“Inpex mengeluarkan struktur biayanya lalu di koreksi oleh Pak Candra, hasilnya ketemu USD15 miliar dan itu telah disetujui oleh Inpex. Bahkan bisa lebih kurang dari itu,” tandasnya.
Tak hanya itu, ongkos penurunan investasi juga dapat diperoleh dari pengembangan proyek laut dalam (Indonesian Deep Water Development/IDD) di Selat Makassar. Penurunan investasi dari USD12 miliar turun menjadi USD7 miliar.
Wakil Kepala Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Minyak dan Gas Bumi Zikrullah mengatakan pihaknya akan mengkaji ulang penurunan investasi pengembangan Blok Masela. Penurunan ongkos biaya lebih murah tersebut telah di hitung Arcandra kemudian dilanjutkan oleh Luhut. “Pak Luhut sudah menyampaikan, SKK Migas akan mengkaji bersama-sama beliau,” katanya.
Sementara itu, Senior Manager Communication & Relations Department Inpex Corporation tidak bersedia menjawab jika terjadi kemungkinan penurunan investasi pengembangan Blok Masela di darat. Namun pihaknya akan berusaha segera melaksanakan pengembangan Blok Masela.
“Kami saat ini sedang berbicara intensif dengan pemerintah dan SKK Migas agar pengembangan gas Blok Masela segera terlaksana,” ujarnya.
Pakar energi dari Universitas Trisakti Pri Agung Rakhmanto berpendapat jika keputusan terkait ongkos pengembangan Blok Masela lebih murah dinilai terlalu cepat. Menurut dia, kajian secara komprehensif harus dilakukan terlebih dahulu. Pasalnya hingga kini belum ada hasil kajian secara komprhensif terkait pengembangan Blok Masela di darat.
“Pertimbangan terhadap rencana penyusunan dan pelaksanaan diperlukan waktu bertahun-tahun sehingga bisa saja realisasi investasi lebih mahal karena pengaruh situasi ekonomi dan inflasi. Hal semacam ini bisa saja terjadi,” terang Pri Agung.
Sebagai informasi, Inpex memiliki 65% saham, sedangkan Shell memiliki 35%. Adapun kontrak ke dua investor tersebut di Blok Masela akan berakhir pada 2028.
(ven)