Holding Panas Bumi Dinilai Hambat Investasi
A
A
A
JAKARTA - Asosiasi Panas Bumi Indonesia (API) merasa khawatir terhadap rencana pembentukan perusahaan induk atau holding panas bumi dengan cara mengambil alih 50% saham PT Pertamina Geothermal Energy oleh PT PLN (Persero). Rencana tersebut dinilai tidak tepat karena akan menghambat investasi panas bumi di Indonesia.
"Aksi korporasi ini tidak tepat karena PLN sebagai off-taker sekaligus mempunyai pembangkit. Ini yang dikhawatirkan asosiasi karena akan menghambat keputusan investasi," ujar Ketua API Abadi Purnomo di Jakarta, Minggu (21/8/2016).
Menurut dia, sebaiknya PLN tetap berada dijalurnya yaitu membeli listrik dari pengembang agar tidak mengganggu investasi. Jika PLN bermain juga sebagai pengembang tentu investor akan berpikir ulang untuk berinvestasi di sektor panas bumi yang risiko pengembangannya seperti minyak dan gas bumi.
Setiap tahunnya investasi yang harus dikeluarkan pengembang sekitar USD5 juta per megawatt. "PLN sebaiknya membangun pembangkit karena yang diperlukan masyarakat saat ini listrik bukan akuisisi. Panas bumi adalah prioritas terakhir," jelasnya.
Dia mengatakan, akuisisi 50% saham PGE oleh PLN tidak menjamin pembelian listrik dari panas bumi oleh PLN akan lebih murah karena investasi panas bumi sudah sangat mahal. Apabila itu yang diinginkan pemerintah, langkah akusisi tersebut tidak tepat, sebaiknya pemerintah secara efektif menetapkan harga patokan pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi bukan membentuk holding panas bumi.
"Rencana akuisisi itu tidak akan mengubah harga lebih murah karena investasi panas bumi padat modal. Selain itu, negosiasi harga juga tidak jalan, padahal PLN satu-satunya pembeli," terang Abadi.
Senada, Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro beranggapan bahwa sebaiknya PLN mengembangkan pembangkit listrik dan transmisi sesuai kompetensi PLN.
Menurut dia, PLN tidak mempunyai kapasitas mengerjakan di sektor hulu berbeda dengan PGE yang memang kapasitasnya melakukan eksplorasi dan eksploitasi di sektor hulu.
Komaidi mengingatkan, mengembangkan panas bumi butuh dana besar berbeda jauh dengan membangun pembangkit atau transmisi. Alangkah baiknya, kata Komaidi, PLN fokus meningkatkan rasio elektrifikasi daripada mengakuisisi PGE dengan mitigasi risiko bisnis berbeda.
"Masih banyak tugas yang harus dikerjakan PLN yaitu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional," pungkasnya.
"Aksi korporasi ini tidak tepat karena PLN sebagai off-taker sekaligus mempunyai pembangkit. Ini yang dikhawatirkan asosiasi karena akan menghambat keputusan investasi," ujar Ketua API Abadi Purnomo di Jakarta, Minggu (21/8/2016).
Menurut dia, sebaiknya PLN tetap berada dijalurnya yaitu membeli listrik dari pengembang agar tidak mengganggu investasi. Jika PLN bermain juga sebagai pengembang tentu investor akan berpikir ulang untuk berinvestasi di sektor panas bumi yang risiko pengembangannya seperti minyak dan gas bumi.
Setiap tahunnya investasi yang harus dikeluarkan pengembang sekitar USD5 juta per megawatt. "PLN sebaiknya membangun pembangkit karena yang diperlukan masyarakat saat ini listrik bukan akuisisi. Panas bumi adalah prioritas terakhir," jelasnya.
Dia mengatakan, akuisisi 50% saham PGE oleh PLN tidak menjamin pembelian listrik dari panas bumi oleh PLN akan lebih murah karena investasi panas bumi sudah sangat mahal. Apabila itu yang diinginkan pemerintah, langkah akusisi tersebut tidak tepat, sebaiknya pemerintah secara efektif menetapkan harga patokan pembelian tenaga listrik dari Pembangkit Listrik Tenaga Panas Bumi bukan membentuk holding panas bumi.
"Rencana akuisisi itu tidak akan mengubah harga lebih murah karena investasi panas bumi padat modal. Selain itu, negosiasi harga juga tidak jalan, padahal PLN satu-satunya pembeli," terang Abadi.
Senada, Direktur Eksekutif ReforMiners Institute Komaidi Notonegoro beranggapan bahwa sebaiknya PLN mengembangkan pembangkit listrik dan transmisi sesuai kompetensi PLN.
Menurut dia, PLN tidak mempunyai kapasitas mengerjakan di sektor hulu berbeda dengan PGE yang memang kapasitasnya melakukan eksplorasi dan eksploitasi di sektor hulu.
Komaidi mengingatkan, mengembangkan panas bumi butuh dana besar berbeda jauh dengan membangun pembangkit atau transmisi. Alangkah baiknya, kata Komaidi, PLN fokus meningkatkan rasio elektrifikasi daripada mengakuisisi PGE dengan mitigasi risiko bisnis berbeda.
"Masih banyak tugas yang harus dikerjakan PLN yaitu meningkatkan rasio elektrifikasi nasional," pungkasnya.
(izz)