Kebijakan Pajak Bikin Ekspor Mebel dan Kerajinan Stagnan
A
A
A
YOGYAKARTA - Himpunan Industri Mebel dan Kerajinan (Himki) mengeluhkan kebijakan pemerintah yang menghambat pertumbuhan ekspor di tanah air. Salah satu kebijakan yang sangat menghambat adalah masifnya pajak yang diterapkan saat ini.
Pajak yang masif ini menjadi kendala untuk mengembangkan perusahaan dan ekspor mereka. Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himki Timbula Raharja mengaku, kondisi ekspor mebel dan kerajinan di tanah air sedang stagnan.
Penyebabnya adalah pasar ekspor di luar negeri sedang mengalami perlambatan. Di sisi lain, pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak memihak terhadap perkembangan ekspor di tanah air. Kebijakan pajak yang banyak dan besar memberatkan para pelaku ekspor.
"Harusnya ada kebijakan yang mensitimulus teman-teman perajin dan pengusaha," ujarya saat launching International Furniter Expo (Ifex) 2017 sekaligus rapat kerja daerah (rakerda) DPD Himki DIY di Hotel Sahid Raya Yogyakarta, Kamis (25/8/2016).
Selain pajak, kebijakan yang menghambat lainnya adalah terkait perizinan. Saat ini, para pengusaha mebel dan kerajinan resah sebab lokasi produksi mereka tidak lagi masuk dalam kawasan perindustrian. Sehingga, ketika ingin memenuhi persyaratan sertifikasi kualifikasi ekspor menjadi kesulitan.
Salah satu syarat kualifikasi ekspor dimulai dari izin penggunaan lahan. Karena, izin mendirikan bangunan dalam penggunaan lahan sulit setelah perubahan peruntukan lahan, maka secara otomatis pengurusan sertifikasi ekspor seperti sertifikat verifikasi legal kayu (SVLK) juga terhambat.
Akibatnya, mereka akan mengalami hambatan dalam melakukan ekspor, sehingga wajar jika kinerja ekspor mebel dan kerajinan tahun ini stagnan.
Selain meminta pemerintah memberi keringanan terkait pajak, Himki juga tengah menggagas pembentukan Klaster khusus untuk mebel dan kerajinan. Klaster industri mebel dan kerajinan ini akan menyesuaikan rencana detil tata ruang kawasan (RDTRK) pemerintah DIY.
Dengan demikian, pengusaha tidak lagi akan kesulitan mengurus izin. "Klaster ini nanti juga akan mempermudah dalam mengkoordinir teman-teman (pengusaha)," tandasnya.
Pajak yang masif ini menjadi kendala untuk mengembangkan perusahaan dan ekspor mereka. Ketua Dewan Pengurus Daerah (DPD) Himki Timbula Raharja mengaku, kondisi ekspor mebel dan kerajinan di tanah air sedang stagnan.
Penyebabnya adalah pasar ekspor di luar negeri sedang mengalami perlambatan. Di sisi lain, pemerintah justru membuat kebijakan yang tidak memihak terhadap perkembangan ekspor di tanah air. Kebijakan pajak yang banyak dan besar memberatkan para pelaku ekspor.
"Harusnya ada kebijakan yang mensitimulus teman-teman perajin dan pengusaha," ujarya saat launching International Furniter Expo (Ifex) 2017 sekaligus rapat kerja daerah (rakerda) DPD Himki DIY di Hotel Sahid Raya Yogyakarta, Kamis (25/8/2016).
Selain pajak, kebijakan yang menghambat lainnya adalah terkait perizinan. Saat ini, para pengusaha mebel dan kerajinan resah sebab lokasi produksi mereka tidak lagi masuk dalam kawasan perindustrian. Sehingga, ketika ingin memenuhi persyaratan sertifikasi kualifikasi ekspor menjadi kesulitan.
Salah satu syarat kualifikasi ekspor dimulai dari izin penggunaan lahan. Karena, izin mendirikan bangunan dalam penggunaan lahan sulit setelah perubahan peruntukan lahan, maka secara otomatis pengurusan sertifikasi ekspor seperti sertifikat verifikasi legal kayu (SVLK) juga terhambat.
Akibatnya, mereka akan mengalami hambatan dalam melakukan ekspor, sehingga wajar jika kinerja ekspor mebel dan kerajinan tahun ini stagnan.
Selain meminta pemerintah memberi keringanan terkait pajak, Himki juga tengah menggagas pembentukan Klaster khusus untuk mebel dan kerajinan. Klaster industri mebel dan kerajinan ini akan menyesuaikan rencana detil tata ruang kawasan (RDTRK) pemerintah DIY.
Dengan demikian, pengusaha tidak lagi akan kesulitan mengurus izin. "Klaster ini nanti juga akan mempermudah dalam mengkoordinir teman-teman (pengusaha)," tandasnya.
(izz)