Kuok Meng Ru, Miliarder Musik Digital
A
A
A
SEBAGAI putera raja kelapa sawit di dunia, Kuok Meng Ru, 28 tahun, sejatinya tinggal meneruskan bisnis sang ayah, Kuok Khoon Hong co-founder Wilmar International Ltd. Indeks Bloomberg Billionaire menyebut keluarga Kuok memiliki kekayaan USD13,2 miliar atau setara Rp175,3 triliun (estimasi kurs Rp13.286/USD), dari bisnis kelapa sawit, gula, pupuk, hotel, dan logistik. Namun bakat dan kecintaannya terhadap musik, terutama genre blues, membelokkan jalur bisnisnya.
Kesukaan anak ketiga ini terhadap musik blues, tatkala ia dikirim ke sekolah asrama di Inggris, 10 tahun lalu, guna menempuh gelar sarjana matematika dari Universitas Cambridge.
Melansir Bloomberg, Sabtu (27/8/2016), Kuok muda lalu terobsesi dengan mantan dedengkot The Cream, Eric Clapton dan gitaris B.B. King. “Saya selalu merasa memiliki hubungan pribadi dengan mereka,” katanya.
Hal ini membuatnya memilih pergi ke bisnis musik bukan bisnis keluarga. Bersama rekannya, Steve Skillings, Kuok Meng Ru membuat sebuah startup (perusahaan rintisan) bernama BandLab. Sebuah aplikasi yang menggabungkan fitur kolaborasi dan penyimpanan berbasis cloud. Jadi, bagi Anda yang gemar dan berkecimpung di industri musik, dapat membuat karya Anda dan berkolaborasi serta berbagi dengan orang lain.
BandLab dirancang untuk membuat rekaman dan mengembangkan ide-ide musik Anda lebih mudah dari sebelumnya. Mengutip MusicRadar, BandLab memungkinkan Anda untuk mengakses semua proyek Anda pada semua perangkat seperti web, Android, dan Apple iOS. Kemudian Anda dapat mengundang orang lain untuk mengembangkan proyek ini kapan saja dan di mana saja.
Meski masih didanai oleh ayahnya dan JamHub Corp, pembuat mixer audio, namun Kuok Meng Ru mengatakan tidak ingin selalu tergantung kepada keluarganya. “Startup ini didanai sampai 2019. Saat itu, BandLab mungkin akan memiliki sekitar 100 karyawan, setelah itu jalan terus,” ujarnya.
Pendekatan yang dibuat mirip dengan Instagram, dimana ada komunitas yang berkembang dari orang-orang yang berbagi foto. Dan pada debutnya setahun lalu, BandLab menghasilkan pendapatan hingga jutaan dolar, namun Kuok menolak untuk merincinya.
“Kami hanya ingin membawa kesederhanaan dan kemudahan kepada orang-orang yang membuat musik. Startup ini bertujuan menjadi jaringan sosial pilihan untuk para penggemar dan musisi,” ujarnya merendah di kantor BandLab, Jalan Kilang Barat 12, Singapura.
Berbeda dengan SoundCloud, di mana pengguna berbagi lagu setelah itu selesai, BandLab memungkinkan seniman mencari umpan balik atau kolaborasi secara umum. Menariknya, aplikasi ini dapat membantu menghindari masalah hak cipta. Satu kelompok di BandLab memiliki musisi dari 15 negara yang bekerja pada sebuah lagu bersama-sama.
Analis musik digital yang berbasis di London, Mark Mulligan mengatakan kepada MidiaResearch, bahwa tantangan utama BandLab saat ini adalah skala bisnis dan mengumpulkan pendengar. “Karena pada akhirnya dua hal yang paling penting bagi musisi adalah membuat musik dan memiliki orang-orang yang mendengarkan musik mereka”. Namun, kata Mark, sejatinya pasar bisnis musik ini masih besar karena jumlahnya masih terbilang kecil.
Untuk melengkapi bisnis musiknya, Kuok Meng Ru mengakuisisi Swee Leed, distributor gitar dan perlengkapan audio di Singapura yang sudah ada 70 tahun lalu, menjadi perusahaan modern. Ia menjual barang dagangan itu secara online dan sekarang menjadi distributor terbesar alat dan perlengkapan audio di Asia Tenggara, seperti di Malaysia, Myanmar, dan Vietnam. Alasan lain Kuok membeli Swee Lee agak sentimental. Karena Swee Lee adalah tempat dimana Kuok membeli gitar pertamanya.
Dan ketika ditanya soal jalur bisnisnya yang berbeda, Kuok muda mengatakan singkat, “saya tidak percaya pada hak”. Ia menolak mendapatkan ‘durian runtuh’ langsung dari ayahnya, namun harus mengambil risiko dari setiap usaha yang dijalani.
Seperti ayahnya, yang menggadaikan apartemennya pada usia 40 tahun untuk memulai bisnis Wilmar. Kuok muda menyaksikan langsung perjalanan bisnis sang ayah yang membangun bisnis dengan waktu. Karena itu, Kuok Meng Ru juga mengatakan BandLab membutuhkan waktu untuk menjadi yang teratas.
“Saya menyaksikan langsung ayah membangun sesuatu yang berarti membutuhkan waktu, itu sangat penting. Karena kesuksesan tidak dibangun dalam semalam,” ujarnya.
Kuok juga belajar tentang kerja keras dari panutan yang lain, B.B. King, dimana pada 2011, ia pergi pertama kali (dan terakhir) ke konsernya sang dewa gitaris blues. Kesuksesan B.B. King datang setelah kerja keras dan perjalanan panjang. “Itu sesuatu yang kami coba untuk membawanya di BandLab”.
Kesukaan anak ketiga ini terhadap musik blues, tatkala ia dikirim ke sekolah asrama di Inggris, 10 tahun lalu, guna menempuh gelar sarjana matematika dari Universitas Cambridge.
Melansir Bloomberg, Sabtu (27/8/2016), Kuok muda lalu terobsesi dengan mantan dedengkot The Cream, Eric Clapton dan gitaris B.B. King. “Saya selalu merasa memiliki hubungan pribadi dengan mereka,” katanya.
Hal ini membuatnya memilih pergi ke bisnis musik bukan bisnis keluarga. Bersama rekannya, Steve Skillings, Kuok Meng Ru membuat sebuah startup (perusahaan rintisan) bernama BandLab. Sebuah aplikasi yang menggabungkan fitur kolaborasi dan penyimpanan berbasis cloud. Jadi, bagi Anda yang gemar dan berkecimpung di industri musik, dapat membuat karya Anda dan berkolaborasi serta berbagi dengan orang lain.
BandLab dirancang untuk membuat rekaman dan mengembangkan ide-ide musik Anda lebih mudah dari sebelumnya. Mengutip MusicRadar, BandLab memungkinkan Anda untuk mengakses semua proyek Anda pada semua perangkat seperti web, Android, dan Apple iOS. Kemudian Anda dapat mengundang orang lain untuk mengembangkan proyek ini kapan saja dan di mana saja.
Meski masih didanai oleh ayahnya dan JamHub Corp, pembuat mixer audio, namun Kuok Meng Ru mengatakan tidak ingin selalu tergantung kepada keluarganya. “Startup ini didanai sampai 2019. Saat itu, BandLab mungkin akan memiliki sekitar 100 karyawan, setelah itu jalan terus,” ujarnya.
Pendekatan yang dibuat mirip dengan Instagram, dimana ada komunitas yang berkembang dari orang-orang yang berbagi foto. Dan pada debutnya setahun lalu, BandLab menghasilkan pendapatan hingga jutaan dolar, namun Kuok menolak untuk merincinya.
“Kami hanya ingin membawa kesederhanaan dan kemudahan kepada orang-orang yang membuat musik. Startup ini bertujuan menjadi jaringan sosial pilihan untuk para penggemar dan musisi,” ujarnya merendah di kantor BandLab, Jalan Kilang Barat 12, Singapura.
Berbeda dengan SoundCloud, di mana pengguna berbagi lagu setelah itu selesai, BandLab memungkinkan seniman mencari umpan balik atau kolaborasi secara umum. Menariknya, aplikasi ini dapat membantu menghindari masalah hak cipta. Satu kelompok di BandLab memiliki musisi dari 15 negara yang bekerja pada sebuah lagu bersama-sama.
Analis musik digital yang berbasis di London, Mark Mulligan mengatakan kepada MidiaResearch, bahwa tantangan utama BandLab saat ini adalah skala bisnis dan mengumpulkan pendengar. “Karena pada akhirnya dua hal yang paling penting bagi musisi adalah membuat musik dan memiliki orang-orang yang mendengarkan musik mereka”. Namun, kata Mark, sejatinya pasar bisnis musik ini masih besar karena jumlahnya masih terbilang kecil.
Untuk melengkapi bisnis musiknya, Kuok Meng Ru mengakuisisi Swee Leed, distributor gitar dan perlengkapan audio di Singapura yang sudah ada 70 tahun lalu, menjadi perusahaan modern. Ia menjual barang dagangan itu secara online dan sekarang menjadi distributor terbesar alat dan perlengkapan audio di Asia Tenggara, seperti di Malaysia, Myanmar, dan Vietnam. Alasan lain Kuok membeli Swee Lee agak sentimental. Karena Swee Lee adalah tempat dimana Kuok membeli gitar pertamanya.
Dan ketika ditanya soal jalur bisnisnya yang berbeda, Kuok muda mengatakan singkat, “saya tidak percaya pada hak”. Ia menolak mendapatkan ‘durian runtuh’ langsung dari ayahnya, namun harus mengambil risiko dari setiap usaha yang dijalani.
Seperti ayahnya, yang menggadaikan apartemennya pada usia 40 tahun untuk memulai bisnis Wilmar. Kuok muda menyaksikan langsung perjalanan bisnis sang ayah yang membangun bisnis dengan waktu. Karena itu, Kuok Meng Ru juga mengatakan BandLab membutuhkan waktu untuk menjadi yang teratas.
“Saya menyaksikan langsung ayah membangun sesuatu yang berarti membutuhkan waktu, itu sangat penting. Karena kesuksesan tidak dibangun dalam semalam,” ujarnya.
Kuok juga belajar tentang kerja keras dari panutan yang lain, B.B. King, dimana pada 2011, ia pergi pertama kali (dan terakhir) ke konsernya sang dewa gitaris blues. Kesuksesan B.B. King datang setelah kerja keras dan perjalanan panjang. “Itu sesuatu yang kami coba untuk membawanya di BandLab”.
(ven)