OJK Soroti Peran BPD Belum Maksimal

Minggu, 18 September 2016 - 12:51 WIB
OJK Soroti Peran BPD Belum Maksimal
OJK Soroti Peran BPD Belum Maksimal
A A A
YOGYAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyoroti masih banyaknya persoalan yang membelit berbagai Bank Pembangunan Daerah (BPD) di Indonesia. Permasalahan kapasitas dan kapabilitas intern membuat Bank BPD harus berkutat dengan pembenahan intern mereka.

Koordinator Pengawasan Lembaga Jasa Keuangan Wilayah Timur OJK, Ahmad Fauzi saat di Yogyakarta mengatakan, secara keseluruhan perkembangan Bank BPD mengalami penurunan di 2016. Hal tersebut tercermin dari perkembangan usaha Bank BPD per Juni 2016 dibanding Juni 2015 justru menurun. Tak hanya dari sisi aset, kredit terutama produktif mereka juga mengalami perkembangan negatif.

"Ini memang harus menjadi koreksi bersama," tuturnya.

Dia mengungkapkan total hingga bulan Juni 2016 aset Bank BPD mengalami penurunan sebesar 1,61 dibanding Juni 2015 lalu. OJK mencatat, total aset dari seluruh Bank BPD di Indonesia atau nilai aset 26 Bank BPD Indonesia mencapai Rp 539.706 miliar di bulan Juni 2016. Menurun sekitar 1,61% dari posisi bulan Juni 2016 yang sudah mencapai Rp 548.526 miliar.

Hal serupa juga terjadi pada Dana pihak ketiga (DPK) yang cukup besar mengalami penurunan, di mana hingga bulan Juni 2016 nilai DPK mencapai Rp 429.136 miliar. Nilai tersebut menurun sekitar 7,10% dibanding Juni 2015 yang mencapai Rp 461.944 miliar. Kondisi perekonomian yang melemah memang berpengaruh terhadap pencapaian DPK.

Sementara dari sisi kredit sebenarnya telah mengalami pertumbuhan sekitar 9,27%. Pada bulan Juni 2015 lalu total kredit mencapai Rp 315.633 miliar dan meningkat di bulan Juni 2016 menjadi 344.896 miliar. Meski meningkat, ternyata kontribusi terhadap perekonomian daerah masih terbatas. Hal tersebut tersebut tercermin dari kredit produkti yang masih relatif kecil.

"Kredit BPD masih difokuskan pada kredit konsumtif kepada PNS. Kredit produktifnya hanya 29,05%,"paparnya.

Menurutnya, tren kredit produktif BPD cenderung menurun antara lain karena penurunan ekspansi terkait peningkatan Net Performance Loan (NPL) produktif. NPL BPD berada di level 3,84% meningkat dari sebelumnya sebesar 3,82%. Hal tersebut juga tidak lepas dari kondisi iklim usaha di Indonesia yang sedang mengalami stagnansi akibat perlambatan ekonomi.

Selain itu, ketergantungan BPD kepada dana dari Pemerintah masih cukup besar. Hal tersebut tercermin dari porsi dana dari total DPK BPD yang mencapai 43,71%. Dan nilai DPK akan mengalami tren penurunan di akhir tahun karena penarikan dana Pemda dalam jumlah yang signifikan. Di satu sisi, kapasitas permodalan BPD secara nominal masih relatif rendah dalam mendukung ekspansi bisnis, peningkatan daya saing ataupun buffer resiko.

"Secara nasional, pangsa pasar 26 BPD baru sekitar 8,48%. Kalau bisa bersatu nanti akan menjadi bank terbesar nomor 4 di Indonesia," tandasnya.

Direktur Bank BPD DIY, Bambang Setiyawan mengatakan, tak seperti bank BPD lain di Indonesia, Bank BPD DIY mencatatkan kinerja relatif baik. Bahkan sejumlah capaian posisinya berada di atas rata-rata nasional. Bambang mengungkapkan, dengan dukungan berbagai pihak hingga Desember 2015 lalu modal inti mencapai Rp 1,1 triliun. Sementara modal disetor sampai agustus 2016 mencapai Rp 888,5 miliar sehingga total modal Rp 1,2 triliun.

"Komposisi kredit sudah kamki anggap bagus karena kredit konsumtif 49% dan kredit produktif 51% dari total kredit mencapai Rp 5,593 triliun,"paparnya.

Dia menerangkan pihaknya mampu memberikan kontribusi Pendapatan Asli Daerah (PAD) paling tinggi di antara Badan Usaha Milik Daerah (BUMD). Tahun 2015 lalu, Bank BPD DIY telah memberikan PAD sebesar Rp 131 miliar atau 72% dari laba bersih setelah pajak. Saat ini tingkat likuity mencapai 22%, angka tersebut di atas rata-rata nasional.
(akr)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.7120 seconds (0.1#10.140)