Sofyan Djalil Targetkan Tiga Program Strategis hingga 2019
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Kepala Badan Pertanahan Nasional sudah menyusun tiga target kerja strategis dibidang pertanahan sepanjang 2016-2019. Salah satunya percepatan legalisasi aset secara sistematis hingga 23,21 juta bidang.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Sofyan Djalil menuturkan, penyelenggaraan pertanahan di Indonesia memasuki babak baru sejak meleburnya tata ruang dan pertanahan dalam Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dengan meleburnya tata ruang dan pertanahan maka ditetapkan ada tiga target atau program kerja strategis sudah dicanangkan sepanjang 2016-2019.
Tiga program strategis tersebut: Pertama,percepatan legalisasi aset secara sistematis hingga 23,21 juta bidang. Kedua, percepatan pengadaan tanah untuk mendukung program strategis pembangunan, antara lain pembangkit listrik 35.000 MW; jalan tol sepanjang 7.338 kilometer; 24 bandar udara,; jalur kereta api sepanjang 3.258 kilometer; 24 pelabuhan laut; 5 juta unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Lalu 12 kawasan ekonomi khusus; 15 kawasan industri; 78 unit stasiun bahan bakar gas; dan 2 kilang minyak.
Ketiga, pelaksanaan Reforma Agraria dengan total 9 juta hektare (ha) yang terdiri dari 0,6 juta ha lahan transmigrasi yang belum bersertifikat, 3,9 juta ha tanah legalisasi aset masyarakat, 0,4 juta ha tanah terlantar, dan 4,1 juta ha tanah pelepasan kawasan hutan.
Sofyan memastikan program strategis tersebut mendesak untuk diselesaikan. Mengingat baru sekitar 45% bidang tanah di Indonesia yang sudah terdaftar dan bersertifikat. Selain itu berdasarkan konsep Gini Rasio, penguasaan tanah di Indonesia mendekati angka 0,59 yang artinya hanya sekitar 1% penduduk yang menguasai 59% sumber daya agraria, tanah dan ruang.
“Hal ini perlu perhatian serius karena terdapat ketimpangan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (24/09/2016).
Tiga program ini, kata pria asal Aceh tersebut, berkaitan dengan peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) 24 September dan akan ditutup pada 8 November bertepatan dengan Hari Tata Ruang.
Sofyan melanjutkan, selama ini ketiadaan sertifikat bukan hanya membuat masyarakat tidak mendapatkan akses ke perbankan formal juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan memicu sengketa serta konflik. Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, terus melakukan deregulasi dan debirokratisasi kebijakan, khususnya dalam pelayanan pertanahan dan kegiatan penataan ruang.
Sejak menjabat kurang lebih dua bulan sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, berbagai upaya, kata Sofyan, telah dilakukan. Antara lain bekerja sama dengan pemerintah daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota melakukan percepatan sertifikasi seluruh bidang tanah di wilayah mereka. Untuk tahap pertama, percepatan sertifikasi dilakukan di tiga wilayah yakni DKI Jakarta, Surabaya dan Batam.
Kementerian ATR/BPN juga terus bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan untuk menata kembali kawasan hutan menyusul semakin sempitnya ruang hidup manusia. “Kita perlu menginisiasi peraturan perundangan yang dapat mengakhiri tumpang tindih dan konflik pengaturan dan tata ruang serta kehutanan,” kata Sofyan.
Sofyan berharap Hantaru 2016 menjadi momentum menyebarkan informasi, meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat. Serta upaya melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pertanahan dan tata ruang di Indonesia.
“Kami terus menjalankan filosofi ‘Senang Memudahkan’ tetapi tidak dengan menggampangkan menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," ujarnya.
Menteri Agraria dan Tata Ruang/Kepala BPN, Sofyan Djalil menuturkan, penyelenggaraan pertanahan di Indonesia memasuki babak baru sejak meleburnya tata ruang dan pertanahan dalam Kementerian Agraria dan Tata Ruang/Badan Pertanahan Nasional (ATR/BPN). Dengan meleburnya tata ruang dan pertanahan maka ditetapkan ada tiga target atau program kerja strategis sudah dicanangkan sepanjang 2016-2019.
Tiga program strategis tersebut: Pertama,percepatan legalisasi aset secara sistematis hingga 23,21 juta bidang. Kedua, percepatan pengadaan tanah untuk mendukung program strategis pembangunan, antara lain pembangkit listrik 35.000 MW; jalan tol sepanjang 7.338 kilometer; 24 bandar udara,; jalur kereta api sepanjang 3.258 kilometer; 24 pelabuhan laut; 5 juta unit rumah masyarakat berpenghasilan rendah (MBR). Lalu 12 kawasan ekonomi khusus; 15 kawasan industri; 78 unit stasiun bahan bakar gas; dan 2 kilang minyak.
Ketiga, pelaksanaan Reforma Agraria dengan total 9 juta hektare (ha) yang terdiri dari 0,6 juta ha lahan transmigrasi yang belum bersertifikat, 3,9 juta ha tanah legalisasi aset masyarakat, 0,4 juta ha tanah terlantar, dan 4,1 juta ha tanah pelepasan kawasan hutan.
Sofyan memastikan program strategis tersebut mendesak untuk diselesaikan. Mengingat baru sekitar 45% bidang tanah di Indonesia yang sudah terdaftar dan bersertifikat. Selain itu berdasarkan konsep Gini Rasio, penguasaan tanah di Indonesia mendekati angka 0,59 yang artinya hanya sekitar 1% penduduk yang menguasai 59% sumber daya agraria, tanah dan ruang.
“Hal ini perlu perhatian serius karena terdapat ketimpangan dalam penguasaan dan kepemilikan tanah,” ujarnya di Jakarta, Sabtu (24/09/2016).
Tiga program ini, kata pria asal Aceh tersebut, berkaitan dengan peringatan Hari Agraria dan Tata Ruang Nasional (Hantaru) 24 September dan akan ditutup pada 8 November bertepatan dengan Hari Tata Ruang.
Sofyan melanjutkan, selama ini ketiadaan sertifikat bukan hanya membuat masyarakat tidak mendapatkan akses ke perbankan formal juga menimbulkan ketidakpastian hukum dan memicu sengketa serta konflik. Kementerian ATR/BPN, lanjutnya, terus melakukan deregulasi dan debirokratisasi kebijakan, khususnya dalam pelayanan pertanahan dan kegiatan penataan ruang.
Sejak menjabat kurang lebih dua bulan sebagai Menteri ATR/Kepala BPN, berbagai upaya, kata Sofyan, telah dilakukan. Antara lain bekerja sama dengan pemerintah daerah tingkat provinsi atau kabupaten/kota melakukan percepatan sertifikasi seluruh bidang tanah di wilayah mereka. Untuk tahap pertama, percepatan sertifikasi dilakukan di tiga wilayah yakni DKI Jakarta, Surabaya dan Batam.
Kementerian ATR/BPN juga terus bekerjasama dengan Kementerian Lingkungan hidup dan Kehutanan untuk menata kembali kawasan hutan menyusul semakin sempitnya ruang hidup manusia. “Kita perlu menginisiasi peraturan perundangan yang dapat mengakhiri tumpang tindih dan konflik pengaturan dan tata ruang serta kehutanan,” kata Sofyan.
Sofyan berharap Hantaru 2016 menjadi momentum menyebarkan informasi, meningkatkan kesadaran dan kepedulian masyarakat. Serta upaya melibatkan masyarakat dalam meningkatkan kualitas pertanahan dan tata ruang di Indonesia.
“Kami terus menjalankan filosofi ‘Senang Memudahkan’ tetapi tidak dengan menggampangkan menjadi pedoman dalam memberikan pelayanan kepada masyarakat," ujarnya.
(ven)