Surat Utang Negara Dikuasai Asing, RI Rentan Gejolak Global

Kamis, 06 Oktober 2016 - 11:10 WIB
Surat Utang Negara Dikuasai Asing, RI Rentan Gejolak Global
Surat Utang Negara Dikuasai Asing, RI Rentan Gejolak Global
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) mengungkapkan, Indonesia saat ini masih rentan dengan gejolak perekonomian global. Hal ini lantaran surat utang negara (SUN) yang dikeluarkan pemerintah dikuasai asing, sementara defisit APBN salah satunya dibiayai oleh SUN.

(Baca: Ini Bukti Ekonomi Indonesia Masih Tergantung Kondisi Global)

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara mengatakan, Indonesia tidak bisa membangun negeri ini hanya mengandalkan dana dari dalam negeri. Sebab, kredit dalam negeri hanya 30% dari Produk Domesetik Bruto (PDB), sedangkan ukuran dari dana pensiun, asuransi dan reksa dana meski tumbuh namun masih kecil dibanding sektor perbankan.

"Sehingga, yang financing kita dana dari luar negeri. Yang membiayai defisit APBN 40% itu SUN yang sebagian besar dipegang asing," katanya di Gedung BI, Jakarta, Kamis (6/10/2016).

Selain itu, sambung dia, Indonesia juga rentan dengan kenaikan tingkat suku bunga Amerika Serikat (Fed Fund Rate). Sebab, perdagangan dunia saat ini masih dilakukan dengan mata uang USD.

"Investasi di dunia yang PMA (penanaman modal asing) juga masih dalam mata uang USD. Kalau bicara portfolio inflow itu USD, kredit utang luar negeri juga sebagian US," imbuh dia.

Namun, mantan Kepala Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) ini bersyukur karena kebijakan moneter Negeri Paman Sam sejak Desember 2015 sudah mulai dapat diprediksi. Selama ini, kebijakan moneter AS sulit untuk diprediksi, sehingga menyebabkan terjadi gejolak kurs.

Saat pola kebijakan moneter AS lebih stabil, tambah Mirza, kurs rupiah pun lebih stabil. Di saat bersamaan inflasi serta defisit ekspor impor lebih terkendali.

"2013 defisit sekitar USD31 miliar, di 2015 sekitar USD18 miliar atau 2%-2,5% dari PDB, tahun ini sekitar USD21 miliar. Jadi, kondisi moneter di AS mulai diprediksi, harga komoditas mulai naik," terangnya.

Menurut Mirza, terprediksinya kebijakan moneter AS juga memberikan kesempatan BI untuk melakukan pelonggaran kebijakan moneter. Sejak 2013, BI sulit melakukan pelonggaran lantaran akan membuat situasi ekonomi semakin goyah.

"Di akhir 2015 kami bisa lakukan pelonggaran yaitu Giro Wajib Minimum (GWM), suku bunga, dan BI sudah reformulasi dari suku bunga kebijakan dari BI Rate jadi BI 7 Days Repo Rate bunganya 5%. Suku bunga deposit sudah turun 100 bps, sedangkan kredit baru 52 bps," pungkas dia.
(izz)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.5980 seconds (0.1#10.140)