PGN Tingkatkan Omzet Pengusaha Hingga 50%
A
A
A
CIREBON - Pasokan bahan bakar dari PT Perusahaan Gas Negara (PGN) Tbk mampu meningkatkan omzet pendapatan pengusaha rumah makan hingga sebesar 50 persen. "Setelah menggunakan gas dari PGN, pendapatan kami bisa meningkat 50 persen, karena pemakaian bahan bakar menjadi lebih hemat," kata Pemilik Rumah Makan Nasi Jamblang Nur Wahid di Cirebon, Selasa (18/10/2016).
Kalau memakai gas berjenis LPG, biaya pemakaian bahan bakar kami per bulan bisa mencapai Rp15 juta sampai Rp20 juta jika sedang ramai, sedangkan setelah beralih ke gas PGN, biaya pemakaian bahan bakar hanya Rp7 juta per bulan. Biaya bisa dikontrol melalui meteran yang terpasang, layaknya memantau meteran listrik.
Nur Wahid menjelaskan jumlah kompor yang harus teraliri gas atau harus menyala setiap hari sebanyak 15 unit atau berarti memiliki sebanyak 30 buah tungku yang harus beroperasi setiap harinya. Kemudian jam operasional tungku tersebut dimulai dari jam 04.00 wib hingga jam 17.00 wib. Nur Wahid menjelaskan untuk memperoleh aliran gas alam dari PGN, ia harus mengurus administrasi dan lama tunggu sekitar empat bulan.
"Administrasinya mudah hanya masalah waktu tunggu saja, selain itu, untuk instalasi harus disediakan sendiri oleh konsumen, namun tetap mendapat bantuan persediaan perlengkapan dari PGN," katanya.
Kendala yang ia rasakan hanyalah beberapa waktu pernah mengalami kekurangan pasokan hingga pernah tidak bisa menyalakan kompor, karena kompor yang dipakai juga berbeda dengan kompor biasa, jadi tidak bisa sewaktu-waktu. "Risikonya kalau aliran dari PGN mati, kami terpaksa harus libur, karena tergantung dengan aliran gas," jelasnya. Namun hal tersebut tidak sering terjadi, hanya beberapa kasus tertentu.
Nur juga merasakan bahwa kualitas api yang dihasilkan lebih bagus daripada LPG, karena tekanannya rendah namun panasnya besar, sehingga resiko bocor kemudian meledak lebih kecil. Ia juga mengapresiasi langkah dari PGN yang melakukan pengecekan secara rutin dan berkala untuk menjaga kualitas gas yang dihasilkan serta keamanan bagi konsumen yang teraliri gas alam.
Kalau memakai gas berjenis LPG, biaya pemakaian bahan bakar kami per bulan bisa mencapai Rp15 juta sampai Rp20 juta jika sedang ramai, sedangkan setelah beralih ke gas PGN, biaya pemakaian bahan bakar hanya Rp7 juta per bulan. Biaya bisa dikontrol melalui meteran yang terpasang, layaknya memantau meteran listrik.
Nur Wahid menjelaskan jumlah kompor yang harus teraliri gas atau harus menyala setiap hari sebanyak 15 unit atau berarti memiliki sebanyak 30 buah tungku yang harus beroperasi setiap harinya. Kemudian jam operasional tungku tersebut dimulai dari jam 04.00 wib hingga jam 17.00 wib. Nur Wahid menjelaskan untuk memperoleh aliran gas alam dari PGN, ia harus mengurus administrasi dan lama tunggu sekitar empat bulan.
"Administrasinya mudah hanya masalah waktu tunggu saja, selain itu, untuk instalasi harus disediakan sendiri oleh konsumen, namun tetap mendapat bantuan persediaan perlengkapan dari PGN," katanya.
Kendala yang ia rasakan hanyalah beberapa waktu pernah mengalami kekurangan pasokan hingga pernah tidak bisa menyalakan kompor, karena kompor yang dipakai juga berbeda dengan kompor biasa, jadi tidak bisa sewaktu-waktu. "Risikonya kalau aliran dari PGN mati, kami terpaksa harus libur, karena tergantung dengan aliran gas," jelasnya. Namun hal tersebut tidak sering terjadi, hanya beberapa kasus tertentu.
Nur juga merasakan bahwa kualitas api yang dihasilkan lebih bagus daripada LPG, karena tekanannya rendah namun panasnya besar, sehingga resiko bocor kemudian meledak lebih kecil. Ia juga mengapresiasi langkah dari PGN yang melakukan pengecekan secara rutin dan berkala untuk menjaga kualitas gas yang dihasilkan serta keamanan bagi konsumen yang teraliri gas alam.
(ven)