BI Akan Terbitkan Peraturan Surat Berharga Komersial

Selasa, 25 Oktober 2016 - 05:38 WIB
BI Akan Terbitkan Peraturan Surat Berharga Komersial
BI Akan Terbitkan Peraturan Surat Berharga Komersial
A A A
JAKARTA - Bank Indonesia (BI) akan segera menerbitkan peraturan yang mendukung perdagangan commercial paper atau Surat Berharga Komersial (SBK) di pasar uang. Dengan adanya peraturan SBK, korporasi baik sektor keuangan maupun non keuangan bisa mendapat pendanaan jangka pendek di luar fasilitas kredit perbankan.

Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia, Mirza Adityaswara mengatakan, surat Berharga Komersial merupakan surat berharga jangka pendek yang mempunyai potensi untuk dikembangkan sebagai alternatif pendanaan oleh korporasi, selain pendanaan dari kredit perbankan dan alternatif investasi jangka pendek oleh investor.

SBK bisa menjadi alternatif perseroan untuk mendapatkan tambahan modal dengan menjual surat berharganya dalam tenor 360 hari atau satu tahun. Saat ini, BI tengah mengkaji Peraturan Bank Indonesia (PBI) terkait penerbitan Surat Berharga Komersial (SBK).

"Commercial paper adalah instrumen di mana korporasi atau lembaga keuangan biasanya non bank menerbitkan suatu surat utang. Namun bisa dibilang, instrumen pasar uang di Indonesia masih sangat dangkal. Sedangkan kebutuhan pendanaan korporasi dan lembaga keuangan non bank cukup besar," kata Mirza dalam Seminar Surat Berharga Komersial di Jakarta, Senin (24/10/2016).

Dia menambahkan, keberadaan Surat Berharga Komersial dapat melengkapi yield curve pasar uang di tenor tiga hingga enam bulan. Apabila Surat Berharga Komersial sudah cukup likuid ditransaksikan di pasar uang, hal tersebut dapat menjadi referensi harga yang cukup kredibel untuk indikasi harga surat berharga jangka pendek sektor korporasi bagi pelaku pasar keuangan lainnya.

Sebelumnya, Surat Berharga Komersial pernah muncul di era pra-krisis moneter, yaitu di periode 1990-1996. Namun munculnya krisis dan belum berkembangnya manajemen risiko saat itu menjadikan pasar Surat Berharga Komersial mati suri hingga saat ini.

Akibatnya, Surat Berharga Komersial kurang dikenal oleh pelaku pasar keuangan serta otoritas lainnya. "Ekonomi kita ini tidak bisa tanpa dana dari luar. Seperti korporasi dan perbankan, utang luar negerinya sekitar USD160 miliar, pemerintah sendiri sekitar USD140 miliar termasuk SBN Rupiah yang diberikan untuk asing," ungkap dia.

Sementara di dalam negeri ada sekitar Rp300-350 triliun yang masih kembali ke BI, yang mana seharusnya dana itu berputar di sistem. Namun karena instrumen jangka pendeknya tidak tersedia atau belum banyak, maka perbankan yang ingin menempatkan likuiditas mereka di pasar ditempatkan lagi di BI.

"Oleh karena itu, BI terbitkan instrumen jangka pendek untuk perkuat jangka pendek ini. Makanya nanti ada aturan penerbitan Non Core Deposit (NCD) atau deposito jangka pendek," jelas dia.

Lebih lanjut Mirza mengungkapkan, dengan membeli SBK, perbankan dapat menaruh kelebihan likuiditasnya dalam jangka waktu satu tahun sekaligus mendanai perseroan yang membutuhkan permodalan. Oleh sebab itu, diharapkan PBI mengenai SBK di Indonesia dapat segera terbit dan dapat menjadi pilihan baru untuk pendanaan perseroan jangka pendek.
(ven)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.6857 seconds (0.1#10.140)