Menakar Kelayakan Induk Holding BUMN Energi
A
A
A
JAKARTA - Kementerian Badan Usaha Milik Negara (BUMN) didesak untuk segera menyatakan siapa yang layak menjadi induk usaha dari holding BUMN energi yang akan digagas oleh pemerintah. Direktur Eksekutif 98 Institute Sayed Junaidi Rizaldi menerangkan pernyataan dari Kementerian BUMN sangat diperlukan agar kondisi sektor energi di Tanah Air kondusif.
"Jangan membuat stakeholder energi saat ini menjadi gamang dengan adanya pernyataan bahwa PT PLN (Persero) yang akan menjadi induk usaha dari holding BUMN energi," terang dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (30/10/2016).
Menurutnya PLN masih butuh waktu untuk membenahi beberapa permasalahan yang ada di perusahaan pelat merah tersebut. Dia mencontohkan inefisiensi pada tubuh PLN dinilai juga lumayan besar yang menurutnya akan membebani BUMN yang lain, jika ditunjuk menjadi holding.
Lebih lanjut dia memberi contoh lain, misalnya terkait tarif yang menurutnya tidak mencerminkan biaya, kebutuhan investasi yang tidak terpenuhi, dan tidak adanya economic returns yang memadai.“Persoalan ini saja sudah menjadi kendala PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional," paparnya.
Dia menambahkan dengan mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2016 yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada permasalahan di PLN yang belum terselesaikan. “Ketua BPK Harry Azhar Azis pernah mengungkapkan bahwa berdasar hasil pemeriksaan atas pengelolaan subsidi atau Kewajiban Pelayanan Publik (KPP), BPK menemukan permasalahan yang perlu mendapat perhatian,” sambung dia.
Persoalan yang juga menjadi perhatian Sayed dengan mengutip hasil pemeriksaan BPK, adanya kelebihan pembayaran subsidi tahun 2012-2014 senilai Rp6,26 triliun. “Kinerja PLN telah menyebabkan BPK memberikan predikat wajar dengan pengecualian (WDP) berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015,” tutupnya.
Sebagai informasi 98 Institute adalah sebuah lembaga kajian lintas disiplin ilmu yang dibentuk oleh para mantan aktivis 98 yang sangat konsen akan segala kondisi permasalahan di Tanah Air, mulai dari sektor energi, ekonomi, kemanusiaan, hukum, hingga politik.
"Jangan membuat stakeholder energi saat ini menjadi gamang dengan adanya pernyataan bahwa PT PLN (Persero) yang akan menjadi induk usaha dari holding BUMN energi," terang dia dalam keterangan tertulis di Jakarta, Minggu (30/10/2016).
Menurutnya PLN masih butuh waktu untuk membenahi beberapa permasalahan yang ada di perusahaan pelat merah tersebut. Dia mencontohkan inefisiensi pada tubuh PLN dinilai juga lumayan besar yang menurutnya akan membebani BUMN yang lain, jika ditunjuk menjadi holding.
Lebih lanjut dia memberi contoh lain, misalnya terkait tarif yang menurutnya tidak mencerminkan biaya, kebutuhan investasi yang tidak terpenuhi, dan tidak adanya economic returns yang memadai.“Persoalan ini saja sudah menjadi kendala PLN untuk memenuhi kebutuhan listrik nasional," paparnya.
Dia menambahkan dengan mengutip Ikhtisar Hasil Pemeriksaan Semester (IHPS) I-2016 yang dikeluarkan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), ada permasalahan di PLN yang belum terselesaikan. “Ketua BPK Harry Azhar Azis pernah mengungkapkan bahwa berdasar hasil pemeriksaan atas pengelolaan subsidi atau Kewajiban Pelayanan Publik (KPP), BPK menemukan permasalahan yang perlu mendapat perhatian,” sambung dia.
Persoalan yang juga menjadi perhatian Sayed dengan mengutip hasil pemeriksaan BPK, adanya kelebihan pembayaran subsidi tahun 2012-2014 senilai Rp6,26 triliun. “Kinerja PLN telah menyebabkan BPK memberikan predikat wajar dengan pengecualian (WDP) berdasarkan Laporan Keuangan Pemerintah Pusat (LKPP) tahun 2015,” tutupnya.
Sebagai informasi 98 Institute adalah sebuah lembaga kajian lintas disiplin ilmu yang dibentuk oleh para mantan aktivis 98 yang sangat konsen akan segala kondisi permasalahan di Tanah Air, mulai dari sektor energi, ekonomi, kemanusiaan, hukum, hingga politik.
(akr)