Memahami Karakteristik Laporan Keuangan Bank Sentral
A
A
A
JAKARTA - Sebagai otoritas yang melaksanakan kebijakan moneter, bank sentral perlu memiliki kerangka laporan keuangan tersendiri, yang dapat mendeskripsikan hubungan antara kebijakan bank sentral, instrumen yang digunakan serta dampaknya pada postur posisi keuangan.
Demikian disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar dalam seminar "Issues, Challenges and Impact of Dynamic Global Changes on Central Bank Finance", hari ini di Bali. Seminar internasional tersebut diselenggarakan Bank Indonesia bekerja sama dengan South East Asian Central Banks (SEACEN).
Hendar menuturkan, kebijakan moneter yang ditempuh negara-negara maju seperti The Fed dan Bank of Japan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, telah mengakibatkan neraca bank sentral di negara-negara tersebut mengalami peningkatan.
Di sisi lain, di negara-negara berkembang (emerging market), kebijakan ekspansif yang dilakukan bank sentral negara-negara maju telah menyebabkan arus modal masuk.
"Hal ini akan meningkatkan aset dan sekaligus kewajiban karena penyerapan likuiditas valas bank sentral," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Kondisi tersebut menambah kompleksitas pada laporan keuangan bank sentral. Selain itu, dengan membesarnya valas yang dipegang bank sentral, muncul risiko kurs yang dapat berpengaruh terhadap surplus/defisit keuangan bank sentral.
Menyadari kompleksnya laporan keuangan bagi bank sentral, BI bersama SEACEN telah mengadakan penelitian bersama pada 2015 dengan topik "Central Bank Financial Reporting: A Preliminary Study". Penelitian dipimpin oleh BI dan dilakukan bersama Bank of Thailand, Reserve Bank of India, Banko Sentral Ng Philipinas, Central Bank of Srilanka, dan National Bank of Cambodia.
Hasil penelitian menunjukkan perlunya mengembangkan disain kerangka (framework) laporan keuangan bank sentral yang dapat mengakomodir keunikan transaksi bank sentral untuk menunjang transparansi atas dampak keuangan tersebut.
Selain mengangkat hasil penelitian di atas, seminar mendiskusikan pula berbagai isu dan tantangan serta dampak dinamika ekonomi global terhadap neraca keuangan bank sentral.
Isu yang dibahas juga mencakup pula kemungkinan kerugian yang dialami bank sentral dalam menjalankan kebijakannya termasuk dampaknya terhadap permodalan bank sentral.
Bertindak sebagai pembicara antara lain perwakilan dari International Monetary Fund, World Bank, Reserve Bank of New Zealand, European Central Bank, lembaga penyusun standar akuntansi internasional, dan pembicara ahli lainnya dari Indonesia.
"Melalui seminar, diharapkan akan diperoleh pemahaman berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga-lembaga terkait, akademisi termasuk bank sentral itu sendiri tentang dampak keuangan dari kebijakan yang ditempuh bank sentral," tandasnya.
Demikian disampaikan Deputi Gubernur Bank Indonesia Hendar dalam seminar "Issues, Challenges and Impact of Dynamic Global Changes on Central Bank Finance", hari ini di Bali. Seminar internasional tersebut diselenggarakan Bank Indonesia bekerja sama dengan South East Asian Central Banks (SEACEN).
Hendar menuturkan, kebijakan moneter yang ditempuh negara-negara maju seperti The Fed dan Bank of Japan untuk meningkatkan pertumbuhan ekonominya, telah mengakibatkan neraca bank sentral di negara-negara tersebut mengalami peningkatan.
Di sisi lain, di negara-negara berkembang (emerging market), kebijakan ekspansif yang dilakukan bank sentral negara-negara maju telah menyebabkan arus modal masuk.
"Hal ini akan meningkatkan aset dan sekaligus kewajiban karena penyerapan likuiditas valas bank sentral," kata dia dalam rilisnya di Jakarta, Senin (31/10/2016).
Kondisi tersebut menambah kompleksitas pada laporan keuangan bank sentral. Selain itu, dengan membesarnya valas yang dipegang bank sentral, muncul risiko kurs yang dapat berpengaruh terhadap surplus/defisit keuangan bank sentral.
Menyadari kompleksnya laporan keuangan bagi bank sentral, BI bersama SEACEN telah mengadakan penelitian bersama pada 2015 dengan topik "Central Bank Financial Reporting: A Preliminary Study". Penelitian dipimpin oleh BI dan dilakukan bersama Bank of Thailand, Reserve Bank of India, Banko Sentral Ng Philipinas, Central Bank of Srilanka, dan National Bank of Cambodia.
Hasil penelitian menunjukkan perlunya mengembangkan disain kerangka (framework) laporan keuangan bank sentral yang dapat mengakomodir keunikan transaksi bank sentral untuk menunjang transparansi atas dampak keuangan tersebut.
Selain mengangkat hasil penelitian di atas, seminar mendiskusikan pula berbagai isu dan tantangan serta dampak dinamika ekonomi global terhadap neraca keuangan bank sentral.
Isu yang dibahas juga mencakup pula kemungkinan kerugian yang dialami bank sentral dalam menjalankan kebijakannya termasuk dampaknya terhadap permodalan bank sentral.
Bertindak sebagai pembicara antara lain perwakilan dari International Monetary Fund, World Bank, Reserve Bank of New Zealand, European Central Bank, lembaga penyusun standar akuntansi internasional, dan pembicara ahli lainnya dari Indonesia.
"Melalui seminar, diharapkan akan diperoleh pemahaman berbagai pihak seperti pemerintah, lembaga-lembaga terkait, akademisi termasuk bank sentral itu sendiri tentang dampak keuangan dari kebijakan yang ditempuh bank sentral," tandasnya.
(izz)