Penggunaan Gas Kini Sudah Menjadi Gaya Hidup

Senin, 31 Oktober 2016 - 19:48 WIB
Penggunaan Gas Kini...
Penggunaan Gas Kini Sudah Menjadi Gaya Hidup
A A A
PENGGUNAAN gas untuk kehidupan sehari-hari kini semakin populer. Jika dulu hanya digunakan untuk menggerakkan turbin pembangkit listrik, kini gas sudah digunakan untuk keperluan transportasi, rumah tangga, restoran, hingga rumah sakit.

Di sektor transportasi, harga gas yang berupa CNG dibanderol separuh dari harga bahan bakar minyak (BBM). Dengan demikian, biaya operasional angkutan umum bisa lebih murah sehingga mampu menekan ongkos transportasi masyarakat.

Di sektor rumah tangga, gas kini digunakan sebagai subtitusi elpiji. Selain lebih murah, juga lebih aman karena pasokan gas disalurkan melalui instalasi pipa. Untuk gas rumah tangga harga jual hanya Rp4.000-an per m3. Sedangkan harga elpiji tabung 3 kilogram setara dengan Rp6.000 an per m3. Gas yang disalurkan melalui pipa ini juga jauh lebih andal. Karena terdapat jaminan pasokan, sehingga konsumen tidak khawatir kehabisan gas saat diperlukan.

PT Perusahaan Gas Negara (Persero), Tbk. merupakan salah satu Badan Usaha Milik Negara (BUMN) yang fokus mengembangan jaringan gas untuk rumah tangga. Saat ini saja, lebih dari 116.600 pelanggan rumah tangga menggunakan gas. Selain itu, 1.900 usaha kecil, mal, hotel, rumah sakit, restoran, hingga rumah makan. Hingga 2019 mendatang, PGN akan menambah jaringan gas bumi rumah tangga sebanyak 110.000 sambungan. Saat ini gas bumi yang disalurkan PGN dinikmati masyarakat dari pulau Sumatera hingga Papua.

"Gas memang lebih murah, dan penggunaan gas di rumah tangga sudah menjadi gaya hidup,’’ujar Anggota Komisi VII DPR Dito Ganinduto kepada SINDOnews. Selain murah, penggunaan gas bumi juga lebih ramah lingkungan, aman dan bersih. Selain itu, mampu memberikan peace of mind bagi masyarakat, karena instalasi gas ke rumah tangga di kontrol secara berkala. Diharapkan, penggunaan gas bumi di Indonesia akan mencapai 1 juta rumah tangga.

Agar dapat memperluas jangkauan gas rumah tangga, PGN terus melakukan pembangunan infrastruktur dan sinergi dengan para stakeholder. Di Jakarta misalnya, PGN menggandeng Pemprov DKI Jakarta dan Kementerian ESDM untuk membangun jaringan gas ke rusun Marunda. Sementara di Jawa Timur, masyarakat Pasuruan dan Surabaya kini sudah dapat menikmati gas untuk keperluan rumah tangga. PGN mulai membangun jaringan gas untuk 24.000 sambungan rumah tangga di Surabaya. Pembangunan infrastruktur gas ini sejalan dengan program Surabaya sebagai Green City. Penyaluran gas bumi untuk rumah tangga di Jawa Timur ini juga menjadi bagian dari upaya PGN untuk mendukung program pemerintah dalam rangka konversi energi dari BBM ke gas bumi.

Di Jawa Timur, PGN menyalurkan gas bumi ke lebih dari 20.200 pelanggan, baik itu rumah tangga, UKM, komersial dan industri lewat infrastruktur pipa gas sepanjang lebih dari 1.000 km. "Komitmen PGN membangun infrastruktur gas terlihat dari terus bertambahnya jaringan pipa gas di berbagai daerah," kata Sekretaris Perusahaan PGN Heri Yusup dalam keterangan tertulis.

Sejumlah proyek infrastruktur gas selesai dibangun, antara lain di Batam sepanjang 18,3 kilometer, kemudian di Jawa Timur di ruas Kejayan-Purwosari Jawa Timur dengan panjang 15 kilometer, Jetis-Ploso 27 kilometer, dan Kalisogo-Waru 30 kilometer.

Sementara di sektor automotif, teknologi mobil berbahan bakar gas terus berkembang. Pabrikan mobil di dalam negeri kini menyiapkan diri untuk memproduksi mobil ramah lingkungan tersebut. Perkembangan teknologi automotif semakin pesat. Kini untuk mengkonversi CNG sebagai bahan bakar dapat dilakukan di dalam negeri.

“Toyota telah melakukan uji coba pemakaian CNG pada mobil Toyota Limo yang banyak digunakan sebagai taksi. Saat ini kami bekerja sama dengan Pemprov DKI Jakarta dan perusahaan taksi untuk menguji coba kendaraan CNG supaya mendapatkan lebih banyak masukan," ujar Wakil Presiden Direktur PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) Warih Andang Tjahjono.

Mobil berbahan bakar CNG merupakan salah satu teknologi yang realistis dan bisa diterapkan dalam waktu dekat di Indonesia karena sumber energi ini melimpah. Mengenai uji coba internal TMMIN, antara lain untuk mengetahui tingkat keamanan pada kendaraan berdasarkan struktur yang telah dikembangkan TMMIN.

Dalam hal ini, TMMIN mengembangkan converter kit bersama pemasok lokal yang disesuaikan dengan struktur kendaraan yang diproduksi. Standar converter kit yang digunakan TMMIN merupakan unit original equipment manufacturer (OEM) sehingga menjamin keamanan, keselamatan, kualitas serta jaminan ketersediaan suku cadang.

Converter kit untuk Toyota Limo merupakan hasil produksi PT. Aisan Nasmoco Indonesia di pabriknya di Cikarang. Bahkan semua converter kit di mobil CNG Toyota yang digunakan di Thailand juga berasal dari pabrik Cikarang. Ini memperlihatkan potensi besar Indonesia untuk membangun industri kendaraan berbahan-bakar CNG selain bahwa Indonesia merupakan salah satu negara penghasil gas alam terbesar.

TMMIN mendukung sepenuhnya uji coba ini. TMMIN menyambut baik ajakan untuk bersama-sama melakukan uji kelayakan kendaraan berbahan bakar gas. "Sebagai pabrikan, kami sangat mengapresiasi kerjasama lintas sektor untuk meningkatkan implementasi diversifikasi energi,” kata Direktur Korporasi dan Hubungan Eksternal TMMIN I Made Dana Tangkas.

Kebijakan diversifikasi energi perlu mendapat perhatian serius dari berbagai kalangan untuk mengurangi beban perekonomian nasional dari ketergantungan impor bahan bakar minyak (BBM) serta pencapaian ketahanan energi. Untuk itu, setidaknya perlu di bangun 640 stasiun pengisian bahan bakar gas (SPBG), 1.000 SPLU dan memproduksi 7,85 juta kiloliter (KL) biofuel transportasi hingga 2025. Harus diakui, upaya diversifikasi membutuhkan jalan yang panjang dan penuh tantangan.

Meski melalui Perpres No 64/2012 pemerintah telah mendorong penggunaan BBG, namun implementasinya belum seperti diharapkan. Masih banyak kendala yang belum bisa diatasi, seperti belum tersedianya SPBG secara memadai, bahkan masih sangat terbatas.
Pemerintah daerah (Pemda) juga berusaha untuk mendorong penggunaan BBG, terutama karena peran Pemda sebagai pembuat kebijakan di tingkat lokal sangat strategis. Karena itu, implementasi diversifikasi energi ini memang membutuhkan sinergi baik di tataran pemerintah pusat, pemda, industri automotif, PGN, pemilik lapangan gas, termasuk konsumen baik individual maupun korporasi.

Uji kelayakan yang dilakukan sejak tahun lalu ini dimaksudkan untuk mengetahui performa taksi yang menggunakan CNG dan pemetaan infrastruktur pendukung untuk mendukung distribusi CNG, termasuk kualitas CNG yang ada di SPBG. Sementara itu, untuk mempercepat implementasi kebijakan konversi bahan bakar transportasi publik ke CNG, pemerintah juga tengah menyiapkan revisi Perpres 64/2012 tentang penyediaan dan pendistribusian CNG. Revisi pertama ini merupakan bagian dari 31 deregulasi yang tengah digarap oleh berbagai kementerian di bawah koordinasi Menko Perekonomian.

Pemerintah perlu mendorong upaya diversifikasi energi termasuk di sektor transportasi sebagai salah satu sektor pengguna energi terbesar. Pemanfaatan Bahan Bakar Gas (BBG) pada sektor transportasi tidak hanya memerlukan ketersedian suplai namun yang tidak kalah penting adalah dibutuhkannya infrastruktur penunjang agar bahan bakar tersebut dapat sampai ke tangan konsumen. Terkait dengan upaya membangun sinergi tersebut, langkah kerjasama lintas sektor melakukan uji coba fisibilitas pemakaian BBG dalam bentuk Compressed Natural Gas (CNG) pada kendaraan umum (taksi) perlu mendapat respons positif.

Seperti diketahui, Dewan Energi Nasional (DEN) bersama Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, Toyota Indonesia dan pengelola taksi Blue Bird dan Express, mulai melakukan uji kelayakan penggunaan CNG pada kendaraan taksi sebagai upaya mendukung program diversifikasi energi pemerintah seperti tertuang dalam Pergub No 141 Tahun 2007 yang mewajibkan kendaraan umum memakai CNG. Melalui uji kelayakan ini diharapkan diperoleh masukan yang bisa mengefektifkan implementasi kebijakan ini di waktu mendatang.

PGN sendiri, akan memperbanyak jumlah Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) menjadi 60 unit hingga 2019 mendatang. Hal ini merupakan upaya PGN untuk mendorong penggunaan gas pada sektor transportasi. Rencananya, SPBG itu akan dibangun di Jakarta, Jawa Barat, Jawa Timur, Banten, Batam, Lampung, Riau dan Sumatera Utara. Hingga kini gas yang dipasok oleh PGN digunakan bagi beberapa jenis kendaraan sepeti bus, taksi, dan bajaj. PGN telah mengoperasikan 7 Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG), ke 8 SPBG mitra, dan ke 5 MRU (SPBG Mobile). "Ke depan pemanfaatan energi berbasis gas harus dikedepankan mengingat cadangan minyak bumi semakin menipis," tutur Komite Badan Pengatur Kegiatan Usaha Hilir Migas (BPH Migas) Ibrahim Hasyim.

Tantangan yang perlu segera diselesaikan yakni penambahan pembangunan Stasiun Pengisian Bahan Bakar Gas (SPBG) yang saat ini masih terbatas jumlahnya. Hal ini harus diperhatikan karena jangan sampai konsumen kesulitan saat mencari gas untuk kendaraannya saat sudah habis.“Perbandingannya harus jelas. Tidak boleh hanya satu di sentral saja. Idealnya itu 1.000 kendaraan untuk satu SPBG. Jadi. Kalau kendarannnya ada satu juta misalnya, berarti harus ada 1.000 SPBG,” ujar Anggota Komite Ekonomi dan Industri Nasional (KEIN), Johnny Darmawan.

Segala persiapan perlu dipikirkan dengan seksama dan melibatkan banyak pihak. Karena kebijakan mendorong pemanfaatan gas dalam berbagai sektor, mulai dari kelistrikan, industri, rumah tangga, hingga transportasi agar lebih ramah lingkungan, merupakan sebuah terobosan yang luar biasa. "Namun komitmen pemerintah untuk menjalankan kebijakan ini juga harus tinggi. Jangan sampai setengah-setengah, sehingga programnya malah jalan di tempat," tuturnya.
(dmd)
Copyright ©2024 SINDOnews.com
All Rights Reserved
berita/ rendering in 0.4938 seconds (0.1#10.140)